Mohon tunggu...
ANGGUN PRATIWI
ANGGUN PRATIWI Mohon Tunggu... -

mahasiswa universitas indonesia fakultas kesehatan masyarakat. lulusan D3 poltekkes KEMENKES jakarta III

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

“Mau Dibawa ke Mana Masalah Obat Palsu”

1 Januari 2015   20:14 Diperbarui: 17 Juni 2015   14:01 209
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

“MAU DIBAWA KEMANA MASALAH OBAT PALSU”

Pada tahun 2019 nanti diharapkan semua masyarakat Indonesia telah terdaftar menjadi peserta BPJS. masih banyak PR BPJS yang harus diselesaikan untuk menjamin sistem jaminan sosial ini. Kedepannya diharapkan sistem kesehatan di Indonesia akan berjalan lebih efektif dan efisien. Dengan menjamin kesehatan seluruh masyarakat Di Indonesia tanpa terkecuali.

untuk menjamin sistem pelayanan kesehatan di Indonesia efektif dan efisien. Maka sistem pembayaran pelayanan kesehatan dilakukan secara kapitasi dan dengan sistem DRG. diharapkan sistem pembayaran seperti itu akan mengendalikan biaya kesehatan yang semakin lama semakin mahal. pelayanan kesehatan beserta obat untuk masyarakat juga sudah dijamin. Demi menjamin obat yang diberikan ke pasien BPJS sesuai dengan diagnisis penyakit maka Pemerintah menyediakan Fornas (Formularium nasional) serta Untuk meringankan beban Rumah sakit, pemerintah menyediakan E-catalog yang didalamnya berisi daftar harga obat pasien BPJS yang dapat dipesan di produsen obat dengan harga yang lebih terjangkau. untuk hal ini BPJS memang tidak menyediakan obat, namun hanya menjamin bahwa obat yang diperlukan pasien tersedia untuk dibeli oleh tempat pelayanan fasilitas kesehatan.

Namun sadarkah kita, permasalahan obat sampai kini pun masih menjadi masalah yang krusial karena peredaran obat palsu di Indonesia mencapai omzet 1,9 triliyun setiap tahunnya. Beberapa jenis obat yang rawan untuk dipalsukan ialah obat Viagra, analgesik, inhaer untuk asma, obat kolesterol, obat malaria, obat diabet, dll. Bahkan diketahui pula obat palsu juga beredar di apotik dengan prosentase mencapai 45% sehingga dapat disimpulkan dari 100 obat yang ada di apotik 45 diantaranya adalah palsu. Terus berkembangnya obat palsu salah satunya ialah diakibatkan dari pengawasan yang masih kurang efektif. Bahkan masyarakat nasih belum mengerti cara membedakan obat palsu dengan obat asli. Pemerintah juga terkesan menutup sebelah mata salah satu contohnya pasar obat besar "pramuka" yang diketahui banyak menjual obat palsu masih bisa beroprasi seperti biasa.

Memang sudah ada peraturan pemerintah yang mengajak masyarakat hanya memebeli obat di apotik yang berizin, namun kenyataanya obat palsu juga beredar di apotik. Lalu siapa yang akan dirugikan dalan hal ini, tentunya lagi-lagi adalah masyarakat. Terlebih lagi masyarakat awan yang masih jauh dari tekhnologi dan informasi. Dengan omzet bisnis palsu yang terbilang fantastis pasti akan sangat susah untuk memberantasnya, terlebih jika dibiarkan maka akan semakin besar.

Sudah saatnya bagi BPJS Sebagai badan yang menjamin jaminan sosial bagi masyarakat Indonesia ikut andil dalam hal ini. Jika nanti diketahui banyak pasien BPJS yang mendapatkan obat palsu apakah lantas BPJS akan melemparkan masalah ini ke tempat fasilitas kesehatan yang menyediakan obat atau ke BPOM yang kurang dalam melakukan pengawasan obat. Namun dari sisi peserta asuransi, maka yang pertama akan disalahkan pasien tentu saja ialah BPJS, karena masyarakatkan membayar asuransi kesehatan mereka ke BPJS .

Harus ada sistem yang lebih ketat untuk menjamin masyarakat memang mendapatkan obat asli. Jika hanya mengandalkan pengecekan registrasi ke website BPOM serta kondisi fisik obat saya rasa itu masih sangat kurang. Bukankah tidak mungkin produsen obat sudah mnegantisipasi hal ini dengan memberikan no. Registrasi yang tersedia di website BPOM, serta kondisi fisik obat yang sangat mirip dengan kondisi yang asli. Jika uang palsu saja susah dibedakan bagaimana obat, yang tak banyak orang mengerti.

Pemberdayaan masyarakat untuk tahu informasi seperti in sangat diperlukan.  Agar masyarakat menjadi berdaya dan mampu untuk membedakannya sendiri. BPJS dapat saja memberikan iklan tentang cara membedakan obat palsu dengan obat asli dengan mudah ke masyarakat. Jangan sampai sudah banyak kasus baru kepikiran karena itu adalah kebiasaan lembaga Pemerintah kita.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun