Mohon tunggu...
Anggun Meilandari
Anggun Meilandari Mohon Tunggu... -

Penerima Beasiswa Pertamina Foundation Sobat Bumi Indonesia angkatan 2, Dewan Penasehat Sobat Bumi Regional Sumatera 2014, Alumni Lulusan Terbaik Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya 2014, Team Debat Konstitusi Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia 2012 dan 2013, Bergabung di Rumah Dongeng Indonesia, Analisator Isu-Isu Konstitusional (Bidang Hukum)

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Larangan Pembiayaan Partai Politik dengan APBN

1 Februari 2015   08:25 Diperbarui: 17 Juni 2015   12:00 917
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menjamin kemerdekaan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat sebagai hak asasi manusia yang harus dilaksanakan untuk mewujudkan kehidupan kebangsaan yang kuat dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil, demokratis, dan berdasarkan hukum.

Dinamika dan perkembangan masyarakat yang majemuk menuntut peningkatan peran, fungsi, dan tanggung jawab Partai Politik dalam kehidupan demokrasi secara konstitusional sebagai sarana partisipasi politik masyarakat dalam upaya mewujudkan cita-cita nasional bangsa Indonesia, menjaga dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia, mengembangkan kehidupan demokrasi berdasarkan Pancasila sebagaimana termaktub dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dengan menjunjung tinggi kedaulatan rakyat dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia.

Tiga sumber dana Parpol saat ini selain dana APBN :

Øiuran anggota

Øatau kader

Ø dan pihak ketiga,

Atau dua mekanisme sumber pendanaan partai politik (parpol) yang bisa diberlakukan di Indonesia. Pertama, melalui Negara, dengan memberikan subsidi dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN), dan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD). Kedua, dengan melegalkan terbentuknya bisnis atau usaha parpol.

Salah satu penyebab korupsi terbesar di Indonesia adalah “liarnya” partai politik dalam mencari sumber dana. Kevakuman hukum dimanfaatkan parpol untuk mencari dana dari berbagai sumber. Salah satu sumber dana terbesar adalah APBN yang tahun ini sekitar Rp 1.200 triliun. Meski tidak gampang dibuktikan, sudah menjadi pengetahuan umum bahwa parpol lewat anggotanya yang ditempatkan di Badan Anggaran (Banggar) DPR leluasa membobol uang negara. Mafia anggaran bukan cerita isapan jempol.

Pengaturan mengenai keuangan negara diatur dalam pasal 23 (1) : APBN sebagai wujud dari pengelolaan keuangan negara ditetapkan setiap tahun dengan UU dan dilaksanakan secara terbuka dan bertanggungjawab sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Berdasarkan Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik (KIP) Nomor 14 tahun 2008 pasal 15: Informasi Publik yang waj ib disediakan oleh partai politik dalam Undang-Undang ini adalah:

a.asas dan tujuan;

b.program umum dan kegiatan partai polit ik;

c.nama alamat dan susunan kepengurusan dan perubahannya;

d.pengelolaan dan penggunaan dana yang bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara dan/ atau anggaran pendapatan dan belanja daerah;

e.mekanisme pengambilan keputusan partai;

f.keputusan partai: hasil muktamar/ kongres/munas/ dan keputusan lainnya yang menurut anggaran dasar dan anggaran rumah tangga partai terbuka untuk umum; dan/ atau

g. informasi lain yang ditetapkan oleh Undang-Undang yang berkaitan dengan partai polit ik.

Selain itu juga tercantum dalam Undang-Undang Partai Politik Nomor 2 tahun 2008 tentang Partai Politik.

Secara umum, UU Parpol yang baru tidak memberikan penyelesaian atas berbagai permasalahan yang muncul terkait keuangan parpol. UU ini lebih mundur dalam pengaturan keuangan dibanding UU sebelumnya (UU 31/2002) dan dapat penghambat upaya perbaikan parpol ke depan.

Persoalan transparansi atas pendanaan partai politik masih menjadi tantangan hingga saat ini. Harapan publik untuk dapat mengakses dokumen laporan keuangan masih sulit dijamin. Pada pengaturan pendanaan politik sebelumnya, Undang-undang No. 31 tahun 2002 mengatur hanya pada kewajiban-kewajiban pencatatan, kewajiban pelaporan dan kewajiban audit oleh Akuntan Publik. Akses atas dokumen laporan keuangan setiap tahun hanya bisa dilakukan di KPU Pusat dan itu pun tidak dalam bentuk publikasi resmi KPU Pusat. Pihak yang berkepentingan harus datang dan meminta kepada KPU. Dengan praktek seperti di atas, patut dikatakan bahwa Partai Politik sebenarnya tidak transparan karena publik tidak dapat menggunakan dokumen laporan yang diserahkan ke KPU sebagai alat untuk menguji akuntabilitas dan integritas keuangan Partai Politik.

Di dalam pengaturan Undang-undang Partai Politik yang baru (UU NO. 2 tahun 2008), Partai Politik wajib melaporkan keuangannya kepada konstituen setiap tahun dan dilakukan di setiap tingkatan hingga Kabupaten/Kota namun semua terkesan tertutupi. Hampir dalam setiap laporan hasil pemeriksaan BPK terhadap laporan pertanggung jawaban dana bantuan partai politik terdapat catatan atas lemahnya sistem pengendalian intern pada organisasi partai politik yang diperiksa. Untuk itu, diharapkan partai politik dapat lebih meningkatkan sistem pengendalian internnya sehingga dapat menghasilkan laporan keuangan yang jauh lebih tepat dan akurat.Bisa dilakukan dengan memberikan kesempatan kepada parpol untuk membuka bisnis atau usaha. Meski solusi ini rentan terhadap konflik kepentingan, namun hal itu bisa diatasi dengan semangat keterbukaan yang harus dimulai oleh Parpol. “Karena bisa saja posisi politik di pemerintahan digunakan untuk kegiatan bisnis yang dibawah naungan parpolnya. Tapi kalau semua dijadikan terbuka, transparan, bisa saja parpol diberikan kesempatan.

Undang-undang partai politik (UU No.2 Tahun 2008) disahkan DPR pada 6 Desember 2007. Pengesahan UU ini sempat menuai protes keras berbagai kalangan. Di antaranya soal syarat pendirian parpol yang semakin ketat menyebabkan politik berbiaya tinggi. UU ini juga dinilai semakin memperburuk pendanaan parpol karena longgarnya pengaturan keuangan. Parpol dituding tidak belajar dari berbagai skandal publik selama ini. Longgarnya aturan keuangan, di satu sisi, akan melanggengkan praktik pendanaan parpol yang tidak transparan dan tidak akuntabel. Di lain sisi, hal itu semakin menguatkan oligarki elit parpol. Kelemahan pengaturan soal keuangan parpol dapat dilihat dari lemahnya pencatatan dan pelaporan, tingginya batasan sumbangan untuk sumbangan individu dan badan hukum/perusahaan, pembengkakan besaran subsidi tanpa disertai rumusan kinerja keuangan, serta lemahnya pengawasan dan rendahnya sanksi atas pelanggaran pasal-pasal keuangan.

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun