Mohon tunggu...
anggundr
anggundr Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Airlangga

I live in two worlds. One is a world of books.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Munasir Ali: Jejak Seorang Ulama dalam Sejarah Kemerdekaan Indonesia

2 Oktober 2024   07:33 Diperbarui: 2 Oktober 2024   08:05 30
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

K.H. Munasir Ali lahir pada 2 Maret 1919, di Desa Modopuro, Kecamatan Mojosari, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur. Beliau merupakan putra dari Haji Ali yang mana sempat sebagai lurah atau kepala Desa Modopuro dan Ibu Hasanah.

Di masa perang kemerdekaan, Kiai Munasir aktif berjuang sebagai anggota Hizbullah. Ia juga ikut andil dalam mendirikan Laskar Hizbullah Cabang Mojokerto. Berkat keberaniannya dan keahliannya dalam perang gerilya, akhirnya Kiai Munasir ditunjuk sebagai Wakil Ketua Laskar Hizbullah Cabang Mojokerto. Laskar Hizbullah adalah laskar pejuang yang dibentuk pada 8 Desember 1944 selama masa perjuangan kemerdekaan Indonesia. Didirikan oleh pemerintahan Jepang, laskar ini terdiri dari pemuda Muslim dan santri, berfungsi sebagai pasukan cadangan bagi Pembela Tanah Air (PETA). Setelah Jepang menyerah, Hizbullah tetap aktif dan berperan dalam berbagai pertempuran penting, seperti Pertempuran Surabaya dan Bandung Lautan Api. Dengan semangat jihad dan nasionalisme, Laskar Hizbullah menjadi simbol perjuangan umat Islam dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia.

Habibullah, keponakan Kiai Munasir, mengatakan, Kiai Munasir merupakan pahlawan dari kalangan santri sekaligus akhirnya menjadi Tentara Nasional Indonesia (TNI). Kariernya di dunia militer dimulai dengan mengikuti latihan kemiliteran prajurit Jepang dengan masuk sebagai anggota penerangan Heiho. Heiho adalah pasukan pembantu yang dibentuk oleh Jepang di Indonesia selama Perang Dunia II. Didirikan pada 22 April 1943, Heiho terdiri dari pemuda Indonesia yang dilatih untuk mendukung usaha militer Jepang, meskipun mereka tidak diberikan pangkat tinggi. Setelah Jepang menyerah, Heiho dibubarkan dan anggotanya bergabung dengan Badan Keamanan Rakyat (BKR) pada tahun 1945.

Selain itu, K.H. Munasir aktif dalam organisasi Ansor Mojokerto dibentuk pada 1938 bersama rekan sepondoknya, K.H. Achyat Halimi. Dari organisasi Ansor itu, K.H. Munasir mendampingi masyarakat pada masa-masa sulit akibat penjajahan Jepang.

Pasca mengundurkan diri dari dunia kemiliteran, Munasir Ali aktif di Jakarta. Ia bergabung dengan organisasi eks-pejuang kemerdekaan seperti IKABEPI (Ikatan Bekas Pedjoeang Indonesia), juga mendirikan Legiun Veteran bersama antara lain, Chairul Saleh, Letjen (Purn.), Sarbini, dan Letjen A. Kartakusuma.

Munasir Ali pernah menjadi Komisaris Partai NU daerah Karesidenan Surabaya pada tahun 1956. Tahun 1958 sampai 1979 menjadi Wakil Ketua PB Pertanian NU. Dan tahun 1984 menjadi Sekjen PBNU, sekaligus juga menjadi Ketua Musytahsyar.

Pada tahun 1989, Munasir Ali menjabat sebagai Rois Syuriah PBNU. Pada tahun 1983, Munasir Ali yang kemudian banyak orang memanggilnya dengan K.H. Munasir Ali, memutuskan untuk pulang ke Mojokerto.

Di Pekukuhan, K.H. Munasir Ali bersama dengan tokoh tokoh sepakat mendirikan SMP Islam Dahlan Syafii. K.H. Munasir Ali memandang banyak anak miskin di sekitar Mojosari tidak memiliki kesempatan untuk melanjutkan kejenjang pendidikan yang lebih tinggi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun