Mohon tunggu...
angguncitra dewi
angguncitra dewi Mohon Tunggu... Lainnya - Pelajar

Saya adalah seorang pelajar di SMK negeri 1 Purbalingga dan saya berasal dari kembaran Banyumas hobi saya yaitu menyanyi

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Ruwatan

17 September 2024   19:04 Diperbarui: 17 September 2024   19:15 13
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Ruwatan: Sebuah Tradisi Jawa yang Unik

Apa itu ruwatan 

Ruwatan adalah salah satu ritual penyucian yang masih dijalankan oleh sebagian besar masyarakat Jawa dan Bali. Ruwatan, dalam bahasa Jawa, memiliki arti "dilepas" atau "dibebaskan". Oleh karena itu, Ruwatan merupakan upacara yang bertujuan membebaskan seseorang yang diruwat dari hukuman atau kutukan dewa yang membawa bahaya.

Ruwatan merupakan sebuah upacara yang berasal dari Jawa dan digunakan untuk membebaskan atau melepaskan seseorang dari hukuman atau kutukan yang membawa sial atau membahayakan. Asal-usul Ruwatan ini berasal dari cerita pewayangan. Kisah yang menceritakan seorang tokoh Batara Guru yang istimewa memiliki dua orang istri, yang bernama Pademi dan Selir. Dari Pademi, Batara Guru memiliki seorang anak laki-laki bernama Wisnu, sedangkan dari Selir, ia memiliki seorang anak laki-laki bernama Batarakala. Ketika Batarakala dewasa, ia menjadi sosok yang jahat dan kerap mengganggu anak-anak manusia untuk dimakannya. Konon, sifat jahat Batarakala ini disebabkan oleh hawa nafsu sang ayah, Batara Guru, yang tidak terkendali.

Dalam suatu peristiwa, Batara Guru dan Selir sedang mengelilingi samudera dengan menaiki punggung seekor lembu. Tiba-tiba, hasrat seksual Batara Guru muncul dan ia ingin bersetubuh dengan Selir. Namun, Selir menolak dan air mani Batara Guru jatuh ke tengah samudera. Air mani tersebut kemudian berubah menjadi raksasa yang dikenal dengan nama Batara Kala. Konon, Batara Kala meminta makanan berupa manusia kepada Batara Guru. Batara Guru mengizinkan dengan syarat bahwa manusia yang dimakan haruslah wong sukerta, yaitu orang-orang yang mendapat kesialan, seperti anak tunggal. Oleh karena itu, setiap anak tunggal harus menjalani ruwatan agar terhindar dari malapetaka dan kesialan.

Apa saja syarat dalam melakukan ruwatan?

Dalam pelaksanaan tradisi Ruwatan, terdapat beberapa persyaratan yang harus dipenuhi, yaitu sajen. Sajen adalah makanan dan benda lain, seperti bunga, yang digunakan sebagai sarana komunikasi atau interaksi dengan makhluk tak kasat mata atau ghaib. Dalam tradisi Ruwatan, terdapat beberapa jenis sajen yang diperlukan saat memulai upacara Ruwatan. Sajen tersebut tidak hanya terbatas pada makanan, melainkan juga mencakup berbagai benda lainnya, seperti bunga, padi, kain, dan sejumlah barang lainnya yang tak terhitung.

Setelah sajen telah tersedia, acara yang dilakukan dalam upacara Ruwatan meliputi hal berikut: pertunjukan wayang sebagai pemandu pagelaran yang disebut dalang. Lakon yang dipentaskan adalah lakon khusus yang disebut Murwakala, dan juga disajikan sesaji khusus untuk memuja Batara Kala.

Makna dari Ruwatan Jawa adalah memohon dengan tulus agar orang yang diruwat dapat terbebas dari bencana dan mendapatkan keselamatan. Oleh karena itu, upacara Ruwatan dilakukan untuk melindungi manusia dari berbagai bahaya yang ada di dunia. Hingga saat ini, tradisi Ruwatan masih dipercayai oleh sebagian besar masyarakat karena berhubungan dengan keselamatan anak tunggal dan keluarganya. Selain itu, masyarakat juga berhasrat untuk menjaga dan mempertahankan warisan adat istiadat yang telah diwariskan secara turun-temurun oleh leluhur.

Sebelum melaksanakan upacara Ruwatan, terdapat beberapa syarat yang harus dipenuhi, seperti: nasi kuning yang melambangkan rezeki berlimpah, nasi golong yang melambangkan rezeki yang berputar, tumpeng yang melambangkan ungkapan syukur atas kenikmatan yang telah diberikan, nasi kabuli yang melambangkan keinginan agar harapan terkabul, jenang abang yang terbuat dari ketan dan diberi gula dan kelapa, bubur sengkolo yang melambangkan pembuangan atau menjauhkan sial, jajan pasar yang melambangkan rezeki yang banyak dan terhindar dari masalah, serta rujak legi sebagai simbol penafsiran.

Tahapan prosesi upacara Ruwatan meliputi: prosesi siraman yang melibatkan pembersihan tubuh manusia dengan menggunakan air kembang setaman, yaitu kembang kenanga, kembang melati, dan kembang mawar. Selanjutnya, dilakukan sesaji dan selametan agar orang yang diruwat selalu dalam keadaan selamat. Prosesi berikutnya adalah penyerahan sarana, yang melibatkan memberikan perlindungan terhadap orang-orang yang mengalami kesialan atau perlu diruwat. Dilanjutkan dengan upacara potong rambut, yang melambangkan pemotongan dan pembuangan segala hal yang kotor. Terakhir, dilakukan tirakatan sebagai ungkapan rasa syukur dan terima kasih kepada Tuhan Yang Maha Esa atas perlindungannya. Wayang juga memiliki makna dalam kehidupan dan turut menjadi bagian dari prosesi Ruwatan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun