Mohon tunggu...
ANGGUN FITRIYANI
ANGGUN FITRIYANI Mohon Tunggu... Tutor - Pelajar

Suka 3P, Pantun, Puisi, Pidato.

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Bukannya Marah, Justru Ramah dan Murah terhadap Koruptor

14 November 2022   10:38 Diperbarui: 14 November 2022   10:40 99
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Akhir zaman, kalau kata orang tua saya, akhir zaman makin edan. Bagaimana tidak? Hukum di negara ini tidak di terapkan sebagaimana mestinya. Hukum dibuat untuk ditaati, namun apa jadinya jika pelaku pelanggar hukum adalah si pembuat hukum itu sendiri? 

Ketika kita menginginkan bangsa yang maju, tentu pemimpin memiliki andil besar untuk berperan. Teringat perkataan Eyang Gus Dur yang menyatakan bahwa bangsa ini sangat kaya, tapi banyak yang korupsi sehingga rakyat sengsara. Beliau juga menyinggung pandangan para pemimpin di negara ini yang selalu menekankan orientasi pembangunan nasional dengan melihat ke atas. Padahal, yang harus ditekankan ialah pembangunan rakyat bawah. Tak ayal, tagline yang mengatakan yang kaya semakin mengudara, yang miskin makin makin. 

Peran pemimpin bangsa tidak hanya mewakili rakyat dalam sidang rapat, tetapi juga peduli terhadap kesejahteraan umat. Berita dalam negeri yang kerap kali mengabarkan bahwa lagi lagi petinggi negara ini lah salah satu sebab kemunduran bangsa. Tindak korupsi yang sudah ramah ditelinga masyarakat, tak lain tak bukan pelaku nya adalah pemegang kekuasaan di suatu instansi. Lalu, apakah peluang pelaku tindak korupsi sejalan lurus dengan tingginya jabatan dalam suatu instansi? Mengapa bisa demikian?

Teringat salah satu hadits yang menyatakan ketika orang terpandang yang mencuri, mereka dibiarkan tanpa hukuman, namun ketika si lemah yang melakukan tak akan dibiarkan lolos dari hukuman. 

...Sesungguhnya telah membinasakan umat sebelum kalian, ketika di antara orang-orang terpandang yang mencuri, mereka dibiarkan (tidak dikenakan hukuman). Namun ketika orang-orang lemah yang mencuri, mereka mewajibkan dikenakan hukuman hadd. Demi jiwa Muhammad yang berada di tangan-Nya, seandainya Fatimah puteri Muhammad mencuri, aku akan memotong tangannya." (HR. Bukhari no. 4304 dan Muslim no. 1688).

Jika perampokan, pencurian, perampasan, pemerasan sudah jelas merupakan tindakan memakan harta orang lain dengan cara batil, yang dilakukan dengan jalan terang-terangan. Tak hanya sanksi sosial, kerap kali perampok yang kepergok mencuri juga dihadiahi massa wajah babak belur. Namun pelaku korupsi kelas atas dengan apik nya menutup rapat kasus begitu saja. Respon masyarakat yang awalnya naik pitam kian memudar seiring hilangnya pemberitaan. Pemberitaan sang koruptor beredar, dimunculkan di berbagai media bahkan layar televisi. Bukannya merasa malu dan tertunduk, wajah yang ditampilkan kerap kali tak ada rasa bersalah. 

Inilah kenyataan hukum di negeri ini, tumpul ke atas dan tajam ke bawah. Siapa yang bisa membayar, akan dilayani. Layaknya memesan hotel, makin mahal bayarnya, fasilitas yang di dapat juga semakin nyaman. Saat ini, rasanya semua bisa dibeli, kalau salah bukan lagi timbul maaf dan rasa bersalah, tapi buru buru set up jeruji dengan fasilitas mewah. Misteri sejarah, sejarah ditulis oleh pemenang, yang tidak menang, siap siap menerima kesakitan bukan kenyataan. Bagaimana sobat Kompasiana? Tertarik jadi koruptor?

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun