[caption id="" align="aligncenter" width="232" caption="Source : Google"][/caption] Kabupaten Kudus yang berada di Jawa Tengah semlua tampak biasa. Tak begitu banyak orang yang tahu pamor kota yang terkenal dengan gelar Kota Kretek yang tersandar padanya. Terbagi atas 9 kecamatan, 123 desa dan 9 kelurahan, menghantarkan Kota Kretek yang kaya akan beraneka ragam hal yang bisa menjadikannya populer, sedikit terabaikan dibanding kota - kota lain di Provinsi Jawa Tengah. Tak hanya menawarkan keanekaragaman kuliner khas kudus seperti soto kudus, jenang kudus ataupun sate kerbau khas kudus. Di Kota Kretek ini, memang orang lebih familiar dengan daging kerbau daripada daging sapi. Selain cita rasa daging kerbau yang lebih popular karena cita rasa dagingnya yang lebih manis serta lebih empuk daripada daging sapi, jenang asal kota kretek ini memiliki rasa yang khas. Mulanya hampir serupa dengan dodol, tapi manis dan rasa khasnya berbeda dengan dodol yang dikenal berasal dari Garut. Tak hanya puas menawarkan keistimewaan di sisi kulinernya saja, Kudus menawarkan sebuah produk seni budaya yang elok, Tari Kretek. [caption id="" align="aligncenter" width="333" caption="Source : Google "]
[/caption]
Tari Kretek adalah tari asli Kudus. Menceritakan tentang proses pembuatan rokok secara tradisional di daerah tersebut. Tari kretek adalah sebuah tari kolosal dengan minimal jumlah pemain, adalah sebanyak lima orang. Seperti halnya tari tradisional khas Jawa lainnya, tari ini pun mengenal beberapa patokan – patokan dalam ’lakon’ atau peran yang dibawakan. Terdiri dari mandor, penjor (asisten mandor) dan beberapa penari wanita. Setiap pelaku memiliki tugas – tugas yang berbeda – beda. Seorang mandor yang notabene adalah pemimpin buruh rokok tersebut mulai memasuki panggung sejak awal cerita. Seorang mandor memiliki tugas untuk menyiapkan semua piranti lalu menanti anak buahnya untuk datang. Mandor diperankan oleh seorang penari laki – laki. Seorang mandor, biasanya diikuti oleh dua atau lebih penjor atau asisten mandor. Tugas penjor adalah membantu mandor untuk mengawasi kerja anak buahnya. Sedang untuk jumlah penari wanita, bisa disesuaikan. Tari tradisional memang perlahan mulai dilupaka dan ditinggalkan. Tetapi suatu kemajuan bagi beberapa orang yang mulai tanggap dengan kebudayaan mereka. Seperti beberapa rekan saya di SMA 1 Bae Kudus yang eksis dengan pelajaran Tari Kretek ini. Suatu tauladan bagi daerah lain untuk mulai menjaga kekayaannya dengan baik. Mengelola manusianya menjadi orang – orang yang mau mengenal budaya sendiri. Salam, Deliani Poetriayu SiregarBaca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Lihat Sosbud Selengkapnya