Mohon tunggu...
Deliani P Siregar
Deliani P Siregar Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

I love to write

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Lebih dari Sekedar Pengibar

15 Mei 2011   15:23 Diperbarui: 26 Juni 2015   05:39 75
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bagi saya, pasukan pengibar bendera pusaka (PASKIBRA) lebih dari sekedar pasukan di tiap upacara bendera pelengkap kelangsungan acara tersebut. Lebih dari sekedar kewajiban untuk bertugas atau mengikuti Lomba Baris - Berbaris yang ramai digelar, kami lebih dari itu. Pasukan - pasukan daerah yang berlaga di tingkat Kabupaten atau Provinsi saja mungkin tak sepopuler Pasukan Pengibar Nasional. Tapi bagi sesama kami, posisi dalam pasukan ini entah Kabupaten/Kota atau Provinsi adalah posisi yang luar biasa. Bagi saya, inilah tempat tepat saya merasakan tiap debar - debar nasionalisme itu. Merasakan pula tiap nafas perjuangan itu. Asas korsa masih mengikat kami erat. Terlepas dari sekedar pasukan yang penting dalam berlangsungnya upacara, kami adalah keluarga. Asas korsa, suka duka bersama, latihan fisik bersama, dan waktu - waktu bersama itulah yang mengikat kami dalam satu rasa persaudaraan. Ada 'ritual' yang tak kunjung berubah hingga hari ini, 'ritual' yang bertahun - tahun kami hadapi tiap menjelang Upacara Hari Kemerdekaan, 17 Agustus. Sensasinya melebihi sensasi ketika hari pelatihan yang melelahkan atau bahkan pelantikan pasukan. Ketika malam menjelang, para senior atau para pasukan purwa tugas itu mengumpulkan kami. Kami dimasukkan dalam ruang yang gelap dan kami diminta menutup mata. Perlahan - lahan suara lagu Indonesia Raya mulai jelas menggema. Benar - benar khidmat ketika itu. Tak ada satupun pasukan berani membuka mata. Kami bergelut dengan hati kami masing - masing. Setiap individu di pasukan kami pun tak terelakkan untuk meneteskan air mata. Begitu haru, bangga kami bisa membawa Bendera Pusaka yang memerlukan pertumpahan darah agar bisa dikibarkan sekarang ini. Suatu perasaan yang tak dirasakan oleh kebanyakan orang ketika mereka mendengar lagu itu saat upacara. Entah perasaan ini aneh atau bagaimana. Saat pasukan kami siap pagi itu, gugup luar biasa melanda. Tak hanya bagi pasukan delapan (8) yang menjadi pasukan di tengah yang akan banyak dipandang, namun bagi keseleruhan pasukan yaitu pasukan tujuh belas (17; yang membuka rentetan pasukan ini) dan pasukan empat lima (45 pasukan penutup rentetan pasukan ini secara keseluruhan). Tegang itu masih saja melanda. Masih jelas terasa hingga nanti bendera telah berkibar di puncak tiang. Berkibar tak berlipat. Kami telah diajarkan tentang pasal - pasal Bendera. Ya, sensasi mengibarkan bendera yang bagi sebagian besar orang bangsa ini dianggap biasa. Sensasi mengabdi bagi negeri dengan mengibarkan bendera yang bagi sebagian besar orang belakangan menganggap bendera sebatas kain biasa. Susah membuat banyak orang merasakan getar - getar luar biasa itu. Entah saat mendengar Indonesia Raya ataupun saat prosesi pengibaran Sang Merah Putih.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun