Tidak salahkan kalau seorang siswi sma seperti saya ini berbicara tentang dunia ?? Di zaman yang acap kali saya dengar mendengung-dengungkan istilah "speak up" membuat saya menanamkan hal ini dalam benak saya.Saya pikir saya adalah seorang murid. Murid yang lebih sering mendengar kata kewajiban daripada haknya sebagai murid. Lihat saja sebuah penggambaran dalam hidup saya ini. Murid-murid datang ke sekolah, sedikit bergaul dan kemudian bel tanda masuk berbunyi kami berlarian masuk kelas dan menempatkan diri lalu menyiapkan buku dan alat tulis lalu mengikuti pelajaran. Bel ini bukan sembarang bel. Sebuah tanda kami akan menghabiskan waktu kami kurang lebih 7 jam di sekolah.Kami pulang. Istirahat sebentar atau mengikuti kegiatan ekstrakulikuler atau les kemudian mengulangi pelajaran atau sekedar mengerjakan tugas dari guru lalu tidur dan melakukan hal yang begini secara terus-menerus dan berulang-ulang selama 6 hari dalam satu minggu. Dari usiaku kecil, aku ditanamkan rasa sebagai seorang anak tertua yang harus memberikan contoh yang baik bagi adik-adiknya. Aku yang terdidik seperti itu, tidak bisa lepas dari faktor nilai akademik yang diharapkan selalu baik. Setidaknya, aku selalu berpikir bahwa aku hidup cukup dengan belajar dan belajar untuk bekalku mencari kerja nanti cukup dan terhenti di sebuah titik sampai aku smp. Saat aku sma, aku memiliki suatu pandangan lain dari waktu itu. Sekolah yang notabene bukan sebagai sarana belajar saja, yang memberikan sesuatu dalam hidupku yaitu arti kehadiran seorang individu di antara masyarakat umum, tuntutan peranannya di masyarakat sekolah , berorganisasi, dan mungkin masih banyak lagi. Dari satu hari, aku berpikiran mengenai suatu sistem yang selalu menjadi ciri khas pembelajaran. Guru.Secara global, yang saya tahu adalah sistem "take and give" yang masih terus lestari hingga hari ini. Dapat kita ketahui guru datang memberikan suatu materi, pembahasan singkat, pertanyaan, tugas dan kemudian pergi. Karena selama ini, mind set yang terbentuk ialah dimana seorang guru "giving" more knowledge and "taking" students' assigment. Sistem ini juga masih dapat dilihat dari beberapa sikap siswa. Murid datang ke sekolah "taking" more knowledge from teacher and their assigment dan "giving" fresh money for some good facilities baik untuk mereka pribadi maupun untuk meningkatkan kesejahteraan guru.Namun apa yang saya lihat di kehidupan saya, yang utamanya dari kelas saya saat ini, membuat beranggapan bahwa sistem ini sudah out of date (maaf). Karena di era seperti saat ini kemampuan berpikir siswa tidak melulu yang diunggulkan. Ada aspek lain yang masih perlu diperhatikan. Ketrampilan. Saya mengetahui guru di kelas saya banyak yang sudah memberikan metode baru yang baik bagi kami. Terbukti pada beberapa pelajaran, yang gurunya sudah mengganti sistemnya, siswa ikut aktif. Pelajaran terasa menyenangkan, suasana belajar terkendali, murid dekat dengan gurunya, dan yang terpenting adalah pelajaran dapat diterima dengan baik. Waktu yang luang kami gunakan untuk mengasah ketrampilan. Baik ketrampilan komputer dan lainnya. Learning is fun. Mungkin metode ini yang diterapkan guru kami saat ini. Yang terpenting adalah bagaimana kita mengaplikasikan suatu masalah pelajaran dengan tidak mendengungkan ketidak tertarikan kita terhadap guru bidang studynya. Saya tahu tiada yang sempurna namun setidaknya inilah yang ingin saya sampaikan...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H