Mohon tunggu...
Anggraini Fadillah
Anggraini Fadillah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Content Writer

💌🎀

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Provider Mentality: Pembagian Tanggung Jawab Dalam Hubungan Modern (Part 2)

28 Januari 2025   21:54 Diperbarui: 28 Januari 2025   21:56 21
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Di era modern saat ini, anggapan terkait bahwa perempuan yang ikut bekerja dan memiliki provider mentality, itu seringkali dianggap melangkahi tanggung jawab laki-laki yang merupakan hasil dari pola pikir yang dipengaruhi oleh budaya patriarki. Budaya patriarki, kerap kali menempatkan laki-laki sebagai seorang figur utama dalam sebuah keluarga atau hubungan, termasuk sebagai seseorang yang berperan untuk mencari nafkah. 

Sehingga, dalam konsep ini, kerap kali peran perempuan lebih sering dikaitkan dengan tanggung jawab domestik, sementara laki-laki dipandang sebagai seorang provider utama. Namun, apakah anggapan yang berkembang hingga hari ini, itu adalah konsep pemikiran yang salah? Sebenarnya, tidak ada yang salah dengan perempuan yang ikut serta dalam memenuhi kebutuhan keluarga atau hubungan. 

Akan tetapi, hal ini kerap kali mencerminkan dinamika pola pikir yang lebih modern, terkait memenuhi kesetaraan peran. Kesalahannya itu, kadang-kadang terletak pada ekspektasi yang kaku, sehingga memunculkan budaya patriarki, yang mana laki-laki dan perempuan harus menjalankan peran tertentu secara mutlak tanpa mempertimbangkan situasi dan kemampuan individu masing-masing.

Sebenarnya dalam konteks kesetaraan, jika perempuan memilih untuk memiliki provider mentality maka itu adalah bagian dari bentuk kerjasama dan komitmen dalam hubungan, yang seharusnya tidak dipandang sebagai sesuatu tindakan untuk melangkahi laki-laki, namun itu sebagai bentuk dukungan dan tanggung jawab bersama. 

Sebenarnya, yang paling penting dalam sebuah hubungan adalah adanya komunikasi dan kesepakatan diantara pasangan tentang pembagian tanggung jawab, baik finansial maupun emosional. Lalu, apakah ini termasuk budaya patriarki? Konsep pemikiran ini memang masih menjadi bagian dari budaya patriarki karena di dalam budaya patriarki, laki-laki diberikan tanggung jawab sebagai pencari nafkah utama dan perempuan sebagai pengurus rumah tangga.

Sehingga, ketika perempuan mulai mengambil peran sebagai provider, hal ini sering dianggap sikap melawan norma tradisional yang sudah tertanam kuat dari zaman ke zaman, yang mana hal itu juga akhirnya memunculkan stigma terhadap perempuan yang berkontribusi di masyarakat patriarki bahwa perempuan yang mengambil peran provider, sering dianggap sebagai seseorang yang dominan atau istilahnya "mengambil tugas laki-laki" sehingga hal ini menunjukkan bahwa pandangan patriarki benar-benar mempengaruhi cara masyarakat menilai peran seorang perempuan. 

Mengapa anggapan ini perlu diubah? Tentunya, anggapan bahwa hanya laki-laki yang bertanggung jawab sebagai provider sebaiknya memang perlu ditinjau ulang, karena dalam dunia modern, budaya hidup yang tinggi, seringkali mengharuskan pasangan untuk bekerja sama dalam memenuhi kebutuhan keluarga, sehingga dengan membatasi peran provider hanya harus laki-laki yang mengambil peran, tentu dapat menciptakan beban yang tidak adil. 

Tentunya, hubungan yang sehat adalah ketika hubungan itu dijalankan oleh kedua belah pihak sehingga ketika perempuan memiliki provider mentality, hal ini juga menjadi sebuah hal yang menciptakan hubungan yang fleksibel dan saling mendukung satu sama lain. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa perempuan yang menjadi provider bukanlah hal yang salah, akan tetapi sebaliknya, hal ini menunjukkan adanya dinamika hubungan yang lebih inklusif dan menuju ke arah yang modern.

Sehingga, bila ada anggapan bahwa hanya laki-laki yang bertanggung jawab, maka dalam pandangan patriarki, seringkali hal ini membatasi laki-laki maupun perempuan dalam menjalankan peran mereka dalam hubungan, sehingga yang terpenting adalah kesepakatan dan kerjasama, yang mana hubungan yang sehat dijalankan dengan komunikasi, kerjasama, dan pengertian antara satu sama lain. 

Oleh karena itu, walaupun budaya patriarki memang masih menjadi pengaruh besar dalam membentuk ekspektasi peran gender, namun dengan semakinnya perkembangan zaman dan timbulnya kesadaran akan kesetaraan, maka anggapan ini dari waktu ke waktu, juga mulai mengalami pergeseran terkait pembatasan-pembatasan antara peran laki-laki dan perempuan, yang mana saat ini, di era modern, hal itu lebih fleksibel dan mementingkan keadilan bersama dalam sebuah hubungan, untuk menciptakan keseimbangan.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun