Jadi, yang ditakutkan adalah ketika laki-laki hanya memandang bahkan berpikir bahwa peran dalam urusan rumah tangga bahkan dalam urusan mendidik dan mengasuh anak itu adalah semuanya peran seorang perempuan maka ini akan menimbulkan kesalahan-kesalahan yang akhirnya menjadi siklus turun temurun, yang mana memperlihatkan bahwa anak-anak perempuan atau anak-anak laki-laki hanya melihat bagaimana seorang ibu berperan tapi tidak melihat bagaimana laki-laki berperan, yang bukan hanya soal menafkahi maka para laki-laki sudah selesai perannya, tidak sama sekali, yang mana perannya juga harus menunjukkan bahwa "beginilah menjadi seorang suami yang baik dan beginilah menjadi seorang ayah yang baik."
Sebenarnya, kita tidak bisa menyalahkan kenapa banyak laki-laki, yang akhirnya memandang dan berpikir seperti ini karena itu tadi, mereka juga bentuk dari pola asuh dan didikan orang tua yang memang melihat peran perempuan, ya seperti itu. Begitu, juga dengan banyaknya perempuan yang bisa dikatakan sanggup tidak sanggup memerankan itu semua, tanpa andil dari seorang pasangan karena mereka didikte harus ideal sebagai perempuan, ya karena pola asuh dan didikan orang tuanya juga, yang tentu itu sebenarnya adalah tugas bersama bukan tugas salah satunya.Â
Jadi, menurut saya, untuk di era saat ini sebenarnya pola asuh dan pola didikan yang seperti itu adalah sebuah budaya patriarki yang memberatkan perempuan bahkan yang dikatakan jadinya membuat perempuan pemalas itu adalah hal yang sangat menyedihkan sehingga itu dimaksudkan bukan untuk membuat perempuan menjadi pemalas namun, bila kita dalami lagi apa sebenarnya peran isteri sesuai kodratnya pun akhirnya makin banyak laki-laki yang berkomentar bahwa itu terasa tidak adil dan akan membuat perempuan selalu dipandang hanya sebatas 'pelayan rumah tangga'.
Oleh karena itu, kesimpulan yang mau saya sampaikan adalah untuk laki-laki yang masih berpikir dan menganut budaya patriarki dengan menganggap bahwa memuliakan perempuan dengan tidak melimpahkan semua urusan rumah tangga dan urusan anak hanya diperankan oleh perempuan disebut tidak adil atau membentuk perempuan jadi pribadi yang pemalas, saya tegaskan kepada laki-laki seperti ini, sebaiknya kamu harus banyak belajar kenapa akhirnya di sekeliling kita banyak perempuan selektif memilih pasangan yakni adalah agar tidak membersamai laki-laki yang berpikir seperti kamu.
Dan, jika pandangan kamu sebagai laki-laki memandang perempuan adalah memang sebagai 'pelayan rumah tangga' maka tidak heran bahwa banyak perempuan akhirnya memilih sendiri dengan karier yang cemerlang, pekerjaan yang mapan dan kehidupan yang membahagiakan adalah jika masih banyak laki-laki yang berpikir seperti kamu. Jika tolak ukur banding membandingkan siapa yang lebih lelah dan siapa yang lebih berat perannya, ya tentu tidak akan selesai dengan perdebatan seperti itu sehingga kalau cara berpikir kita masih dengan hal-hal yang lama.
Yang sudah tidak relevan dengan kehidupan zaman ini, tentu akhirnya membuat banyak hal tidak didasari atas kerjasama dan saling bahu membahu dalam rumah tangga untuk menciptakan kehidupan yang tenang dan nyaman serta menciptakan keluarga yang harmonis. Sehingga, tulisan ini membuat kita semua belajar bahwa banyak pola asuh dan pola didikan orang tua kita yang perlu diputus, yang mana agar membentuk generasi ke depan memandang perempuan dan memperlakukan perempuan tidak hanya sebatas 'pelayanan rumah tangga' untuk bisa mengusahakan dan memampukan diri menjadi perempuan ideal sebagai bentuk pengakuan untuk menyenangkan ego dan validasi serta perasaan laki-laki, namun sebagai bentuk perempuan tersebut mencintai dan menghormati diri sendiri untuk belajar mandiri, dalam mengusahakan dan mengurus diri sendiri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H