Sebenarnya, apa yang menjadi tolak ukur seseorang itu dikatakan siap untuk menjalani kehidupan pernikahan dalam rumah tangga? Ada yang mengatakan bahwa apabila seseorang telah dikatakan dewasa sehingga secara stabilitas emosional dan mentalnya sudah matang dan dapat memenuhi syarat bahwa orang tersebut dikatakan bisa saja, sudah siap menikah. Ada juga yang mengatakan bahwa ketika seseorang terlebih dulu dikatakan siap, tidak hanya matang secara emosional dan mental, yang artinya kedewasaan saja tidak cukup sehingga aspek pertimbangannya menjadi lebih luas cakupannya, yang juga harus dilihat dari berapa usianya, kesiapan finansial termasuk di dalamnya papan, sandang, dan pangan, hingga aspek-aspek kepada masalah-masalah internal yang serius dan perlu dibicarakan sebelum masuk dalam kehidupan berumah tangga.
Mungkin, kalau secara normal kita berpandangan, pasti kebanyakan dari kita akan memilih untuk mempersiapkan diri sejauh mungkin dengan porsi yang benar-benar terbaik dari diri kita sehingga pada pembahasan kali ini, yang menarik untuk saya bahas adalah bahwa ada beberapa bahkan banyak anak muda yang umurnya masih sangat belia akan tetapi sudah memberanikan diri untuk memilih menjalani kehidupan pernikahan dalam rumah tangganya. Sebenarnya, salahkah pernikahan dini seperti itu? Jawabannya tidak mutlak, bisa benar atau salah yakni tergantung individu masing-masing. Namun, tentu akan banyak pertimbangan yang perlu dijadikan acuan karena untuk saya sendiri itu bukan pilihan yang bisa saya terapkan dalam kehidupan saya, untuk pada akhirnya memilih menikah di usia yang muda.
Kalau kita melihat secara konteks individunya, yang perlu kita soroti adalah benarkah seseorang tersebut sudah memiliki kematangan secara emosional dan mental? Yang tentu, dalam pernikahan akan sangat banyak memerlukan kematangan tersebut untuk menghadapi berbagai konflik yang menjadi tantangan dalam rumah tangga, yang mana tentu dalam usia yang masih sangat muda tersebut, banyak yang mungkin belum memiliki cukup pengalaman atau kematangan untuk bisa menangani permasalahan-permasalahan yang ada dengan baik dan bijaksana. Lalu, bila kita lihat dari segi fisik dan psikologis terutama untuk perempuan, yang mana menikah muda bagi kesehatan seorang perempuan itu memiliki risiko yang besar, terutama terkait dengan kehamilan dan persalinan sehingga dalam pernikahan umumnya juga akan banyak menimbulkan tekanan psikologis bagi individu masing-masing terkait komitmen yang ingin dibangun dalam jangka panjang.Â
Kemudian, bila kita lihat dari bagaimana secara umum, anak-anak muda itu memilih mencari peluang untuk bergerak secara gesit dan berprogres dengan mencari sebanyak-banyaknya kesempatan pendidikan dan karier yang bisa membuat dirinya bertumbuh dan berkembang maka ketika pilihannya adalah untuk menikah di usia muda, tentu itu dapat membatasi peluang kita untuk bisa melanjutkan pendidikan dan mengembangkan karier untuk mencapai pola pikir dan stabilitas finansial yang yang lebih baik. Kemudian juga, biasanya keputusan memilih untuk menikah di usia muda itu dapat terjadi karena memang adanya tekanan budaya dan lingkungan yang memaksa seseorang untuk menikah saja di usia muda dan itu bukan dari keinginan pribadi sehingga faktor eksternal di sini akan berdampak negatif pada seseorang yang dipaksa menikah di usia muda padahal bukan keinginan pribadinya.
Jadi, why not untuk seseorang memilih menikah di usia muda, toh orang-orang yang menikah di usia muda ada juga kok yang berhasil menjalankan kehidupan pernikahannya, yang mana tidak semua asumsi kita terhadap pernikahan dini atau pernikahan di usia muda itu pada akhirnya tidak berhasil. Baiklah, bila dikatakan bahwa banyak juga kok orang-orang yang memilih menikah di usia muda, mereka tetap bisa melanjutkan pendidikannya dan juga lama-kelamaan dari segi pekerjaan bahkan finansialnya juga secara proses ada perkembangan dan semakin lama semakin baik. Benar, tapi ini bukan aturan umum yang memastikan bahwa pernikahan dini itu akan berhasil di semua orang, pasti tentu ada pengecualian-pengecualian yang menjadi pertimbangan, kenapa dan mengapa sebaiknya memilih menikah di usia muda atau memilih menikah di usia yang lebih matang dalam segala hal.
Oleh karena itu, sebenarnya pernikahan, baik di usia muda ataupun di usia yang matang bukan tentang menemukan pasangan yang sempurna, akan tetapi tentang menemukan seseorang yang senantiasa membersamai satu sama lain untuk berjuang dan membangun komitmen secara bersama-sama sehingga dalam perjalanan proses di dalam pernikahan tersebut, kedua belah pihak perlu untuk bekerja sama saling mendukung untuk menghadapi masalah ataupun tantangan secara bersama-sama. Sehingga, dalam konteks ini, pernikahan dini memang akan sangat banyak membutuhkan pertimbangan yang matang sehingga keputusan dalam pilihan ini harus diperhatikan mulai dari kematangan emosional, finansial, sikap dan karakter, yang mana setiap orang itu perlu memastikan bahwa pemahamannya terhadap komitmen dan bersedia menghadapi kesulitan yang muncul itu mesti dipupuk sedari awal agar perjalanan hubungan yang dibangun itu sehat dan berhasil, yang mana bukan hanya tentang soal rasa cinta yang didasari memilih seseorang tersebut untuk menikah di usia muda tapi juga tetap mempertimbangkan persiapan terkait dengan bersedia bersama-sama berkembang dan beradaptasi bersama pasangan.Â
Walaupun, memilih pasangan yang terbaik itu disalahartikan pada saat ini karena terlalu pemilih, dengan asumsi bahwa seseorang yang terlalu pemilih itu mencari kesempurnaan pada seorang manusia, padahal sama sekali bukan hal itu yang menjadi tolak ukur memilih, karena akan perlu adanya nilai, visi hidup, dan keinginan yang perlu diselaraskan untuk bersama-sama, yang mana dibentuk dari kompromi dan diskusi untuk saling menyempurnakan dalam rumah tangga nantinya. Jadi, sangat wajar bila dikatakan bahwa seseorang memilih untuk menjadi pemilih dalam menentukan pasangan hidupnya karena pernikahan itu untuk sekali seumur hidup sehingga keputusan yang harus diambil itu karena kesadaran dan pertimbangan yang matang agar di kemudian hari tidak ada penyesalan yang terjadi.
Oleh karena itu, sebenarnya fokusnya sekarang terkait pada pilihan-pilihan yang ada itu, kembali kepada diri masing-masing dan senantiasa mempertanyakan itu kepada diri sendiri agar di kemudian hari bisa mempertanggungjawabkan pilihan yang diambil karena tidak semua orang memilih pilihan yang kita pilih untuk itu, ada banyak hal yang perlu dipertimbangkan dan dipastikan bahwa jangan sampai pilihan yang kita ambil menjadi sebuah penyesalan sehingga tidak henti-hentinya menyalahkan diri sendiri. Jadi, tidak perlu merasa bahwa ketika orang memilih pilihan a atau b, kita juga harus mengikuti pola a atau b, tidak sama sekali seperti itu. Jadi, tentukan saja sendiri dan pastikan itulah pilihan yang bisa kamu pertanggungjawabkan nantinya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H