Mohon tunggu...
anggraini fihan
anggraini fihan Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

mahasiswa S1 program studi Ekonomi Syariah UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Menavigasi tantangan Pajak Global: Peran STTR, DMTT, dan Pengurangan Berbasis Subtansi di Negara Berkembang

17 November 2024   17:37 Diperbarui: 17 November 2024   17:38 12
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

     Belakangan ini topik pajak Tengah ramai diperbincangkan oleh Masyarakat Indonesia pasca pemilu 2024. Pada Sabtu, 18 November 2024 kemarin, mahasiswa program studi akuntansi perpajakan universitas Padjajaran mengadakan Taxfest 2024 dengan mengusung tema "The Role Of Tax Treaties On Global Bussiness: Reforming Global Tax Rulles to Combat Digital-Era Tax Avoidance". Di acara tersebut mendatangkan salah satu pemateri luar biasa yang menyampaikan materi tentang aturan model pillar dua pajak, beliau adalah Prof. Vikram Chand yang merupakan Professor of Tax law and Policy at the University of Lausanne, Switzerland.

     Dalam seminar tersebut ada beberapa pokok bahasan yang dibahas yaitu: Tarif Pajak efektif minimum, STTR dan negara-negara berkembang, kompetensi pajak dan DMTT, dan Pengurangan berbasis subtansi negara berkembang.

  • Tarif Pajak Efektif Minimum. Tarif Pajak Efektif Minimum (ETR) adalah batas minimum yang ditetapkan untuk pajak yang harus dibayar oleh perusahaan multinasional, dengan tarif yang ditetapkan sebesar 15% dalam konteks Pilar Dua dari OECD. Tujuan utama dari penerapan ETR adalah untuk mencegah penghindaran pajak oleh perusahaan yang beroperasi di berbagai negara dengan tarif pajak yang lebih rendah, sehingga diharapkan semua perusahaan membayar pajak yang adil sesuai dengan keuntungan yang mereka peroleh. Implementasi ETR dilakukan melalui dua mekanisme utama: Aturan Penyertaan Pendapatan (IIR), di mana negara tempat perusahaan induk berada memastikan bahwa pajak yang dibayar oleh anak perusahaan di negara lain tidak kurang dari 15%, dan Aturan Pembayaran yang Dikenakan Pajak Rendah (UTPR), yang memungkinkan negara asal anak perusahaan mengenakan pajak tambahan jika pajak yang dibayar sangat rendah. Bagi negara berkembang, mereka dapat menerapkan tarif pajak minimum yang lebih rendah, yaitu 9%, untuk jenis pendapatan tertentu seperti bunga dan royalti, namun mereka juga perlu menerapkan langkah-langkah domestik untuk mengatasi penghindaran pajak dan memastikan bahwa mereka mendapatkan manfaat dari sistem pajak yang lebih adil. Meskipun ETR bertujuan untuk menciptakan keadilan pajak, ada kekhawatiran bahwa beberapa negara mungkin masih bersaing dengan menurunkan tarif pajak mereka untuk menarik investasi, yang dapat mengurangi efektivitas ETR.
  • STTR dan Negara-Negara berkembang. Aturan Pembayaran yang Dikenakan Pajak Rendah (STTR) adalah mekanisme yang dirancang untuk memastikan bahwa perusahaan multinasional membayar pajak yang adil atas pembayaran tertentu, seperti bunga dan royalti, yang mereka lakukan ke entitas di negara lain. Dalam konteks negara-negara berkembang, STTR memberikan kesempatan bagi mereka untuk mengenakan pajak minimum sebesar 9% pada jenis pembayaran ini. Namun, tantangan yang dihadapi oleh negara-negara berkembang adalah kemampuan mereka untuk mengelola dan menerapkan aturan ini secara efektif. Banyak negara berkembang tidak memiliki sumber daya atau infrastruktur yang cukup untuk menerapkan aturan penetapan harga transfer yang kompleks, yang diperlukan untuk memastikan bahwa pajak dibayar sesuai dengan nilai yang diciptakan. Selain itu, meskipun STTR dapat membantu meningkatkan pendapatan pajak, ada kekhawatiran bahwa pajak yang dikenakan mungkin tidak cukup untuk mengimbangi kerugian pendapatan pajak yang disebabkan oleh pengalihan laba. Oleh karena itu, untuk memaksimalkan manfaat dari STTR, negara-negara berkembang perlu bergabung dengan perjanjian pajak bilateral dan menerapkan langkah-langkah domestik yang direkomendasikan untuk mengatasi erosi basis pajak. Dengan demikian, meskipun STTR menawarkan potensi untuk meningkatkan keadilan pajak internasional, implementasinya di negara-negara berkembang memerlukan perhatian dan dukungan yang lebih besar.
  • Kompetensi Pajak dan DMTT Kompetisi pajak adalah situasi di mana negara-negara bersaing untuk menarik investasi dengan menawarkan tarif pajak yang lebih rendah. Dalam konteks ini, Pajak Top-Up Domestik yang Memenuhi Syarat (DMTT) muncul sebagai mekanisme yang dapat memengaruhi dinamika persaingan pajak. DMTT memungkinkan negara sumber untuk mengenakan pajak tambahan pada perusahaan yang membayar pajak di bawah tarif minimum yang ditetapkan, yaitu 15%. Meskipun DMTT dirancang untuk mendorong negara-negara agar meningkatkan tarif pajak mereka, ada kekhawatiran bahwa hal ini justru dapat memperburuk persaingan pajak. Negara-negara dapat memilih untuk tetap menerapkan tarif pajak yang rendah sambil menggunakan DMTT untuk mengimbangi kekurangan pendapatan pajak. Ini menciptakan situasi di mana negara-negara dapat tetap bersaing dengan tarif pajak rendah, sementara pada saat yang sama, mereka berusaha untuk memenuhi kewajiban pajak minimum. Akibatnya, DMTT dapat mengurangi efektivitas dari upaya untuk menciptakan keadilan pajak internasional, karena negara-negara mungkin lebih memilih untuk tetap "tidak patuh" terhadap tarif pajak minimum demi menarik investasi. Oleh karena itu, meskipun DMTT memiliki potensi untuk meningkatkan pendapatan pajak, tantangan dalam implementasinya dapat memperumit upaya untuk mencapai tujuan keadilan pajak yang lebih luas.
  • Pengurangan Berbasis subtansi negara berkembang. Pengurangan berbasis substansi adalah pendekatan yang digunakan dalam perpajakan untuk memastikan bahwa pajak yang dibayar oleh perusahaan mencerminkan aktivitas ekonomi yang nyata di suatu negara. Dalam konteks negara berkembang, pengurangan ini memberikan kesempatan bagi negara-negara tersebut untuk mengecualikan beberapa jenis pendapatan dari perhitungan pajak tambahan, seperti gaji dan aset berwujud. Hal ini bertujuan untuk mendorong investasi dan menciptakan lapangan kerja di negara-negara tersebut. Namun, tantangan yang dihadapi adalah bahwa negara berkembang sering kali memiliki sumber daya yang terbatas untuk menerapkan dan mengawasi aturan ini secara efektif. Jika tidak dikelola dengan baik, pengurangan berbasis substansi dapat dimanfaatkan oleh perusahaan untuk menghindari pajak, sehingga mengurangi pendapatan pajak yang seharusnya diterima oleh negara. Oleh karena itu, penting bagi negara berkembang untuk mengembangkan kebijakan yang jelas dan transparan, serta meningkatkan kapasitas administrasi pajak mereka, agar pengurangan berbasis substansi dapat berfungsi dengan baik dan memberikan manfaat yang diharapkan bagi perekonomian mereka.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun