Saban Minggu malam, lalu lintas di Gang Asem, yang berada di sebelah kompleks perumahan tempat saya tinggal, tersendat karena dihadang deretan pedagang tiban. Mereka adalah rombongan pedangan nomaden yang berpindah-pindah menggelar Pasar Malam. Sayur, buah, pakaian, barang bekas, hingga parfum-parfum kualitas KW riuh dijajakan. Mungkin ada banyak orang yang bersungut-sungut karena keramaian yang memakan badan jalan membuat laju kendaraan makin melambat. Namun, Pasar Malam tetaplah kegembiraan. Anak-anaklah yang dimanjakan. Setidaknya, aneka permaianan dan jajanan membuat anak-anak menganggap Pasar Malam adalah magnet yang indah. Apalagi, harga yang ditawarkan terhitung murah, dibanding arena permaianan di pusat perbelanjaan yang tarifnya relatif kurang ramah. Para Ibu yang berkantong pas-pasan, jadi punya sarana untuk memanjakan. [caption id="attachment_304228" align="aligncenter" width="300" caption="Memakan Badan Jalan"][/caption] Cukup dengan membayar seribu rupiah, seorang anak dapat naik kereta mini. Nominal yang sama, juga bisa ditukar dengan pengalaman memancing ikan, meski hanya di kolam buatan. Mandi Bola dan Istana Balon juga cukup ditebus dengan ongkos tak lebih dari dua ribu. Tak ada yang khawatir pada higienitas. Yang penting tertawa lepas. :) [caption id="attachment_304237" align="aligncenter" width="300" caption="Main Pancing-pancingan"]
[/caption] [caption id="attachment_304239" align="aligncenter" width="300" caption="Mancing Beneran di Kolam Buatan"]
[/caption] Meski bukan anak-anak dan belum memiliki anak, saya cukup sering melewatkan Minggu malam di Pasar Malam. Bagi ibu rumah tangga seperti saya, magnetnya bukan lagi Kembang Gula yang menggoda, melainkan berbagai pilihan barang yang berharga jempolan. Aneka barang kebutuhan dapur, sayur, hingga
jeroan alias
underwear banyak dijajakan dengan harga supermiring. Daster adalah komoditas yang paling sering sering saya dapatkan setelah melalui serangkaian tawar-menawar yang ganas. Haha.. [caption id="attachment_304244" align="aligncenter" width="300" caption="Yang Murah.. Yang Murah.."]
[/caption] Saya juga sering mendapati gamis kaos yang cukup ditukar dengan uang 40 ribu. Pernah pula iseng membeli produk
awul-awul alias pakaian bekas, yang harganya cuma 5000-10 ribu saja. Kalau sudah terjun di lapangan, barang-barang yang sebelumnya tidak masuk perhitungan pun bisa saja akhirnya dibawa pulang. Dan, yang paling menyenangkan, Pasar Malam adalah surga jajanan. Memang, dalam hal ini kenikmatan tidak selalu sejalan dengan kebersihan dan kesehatan. Kalau cuma
keplek ilat sesekali, rasa-rasanya masih bisa ditoleransi. Hihi.. Meski terhitung sering membeli Tahu Gejrot di arena Pasar Malam, namun, untuk menikmati
cilok, meski sangat enak, cuma saya lakukan kalau benar-benar
kepingin saja. Selain itu, jajanan tradisional seperti lopis, dongkal, dan klepon tak pernah luput saya borong. Ya, sekali lagi, mungkin ada jenis kegembiraan yang mengorbankan kenyamanan. Seperti Pasar Malam yang harus memakan badan jalan. Jadi, mohon maaf, ya, bagi para pengguna jalan. :D
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Lihat Catatan Selengkapnya