[caption id="attachment_166690" align="aligncenter" width="640" caption="Ilustrasi/Admin (Shutterstock)"][/caption]
Seperti hal yang lazim sekarang ini kita melihat orang bersusah payah mencari air di bulan Desember karena kekeringan, atau sebaliknya hujan tiada henti di bulan Juli atau Agustus. Dulu ketika saya melalui masa kanak-kanak saya di sebuah desa kecil di lereng gunung Perahu sepertinya alam tak pernah ingkar janji, simbah saya pernah bilang apabila nama bulan sudah diahiri dengan “mber” ya berarti tanah, kebun dan seisi jagat kecil saya akan “jember” (basah kuyup) dan memang benar memasuki September, Oktober,November serta Desember hujan pasti akan menjadi teman kita sehari-hari dan puncaknya adalah bulan Januari yang menurut versi simbah adalah bulan hujan sehari-hari.
Bulan April dan Mei adalah bulan dimana hujan mulai menipis dan seluruh jagat kecil saya berwarna hijau tunas, bau wangi kembang kopi dan udara pagi sangat menggigit mengilukan tulang. Juni dan juli adalah saat-saat yang mulai menghangat dan kemaraupun tiba pada puncaknya di bulan Agustus ketika debu membumbung di tanah lapang saat segala keriaan tumpah ruah disana, upacara 17 an, panjat pinang, kuda kepang dan atraksi lainnya di gelar. Tapi itu tak terjadi lagi sekarang ini, cuaca semakin tidak menentu, hujan bisa datang kapan saja atau mangkir semaunya.
Dan tahukah anda pergeseran musim juga terjadi di dunia pendidikan kita berkenaan dengan SPMB (Sistim Penerimaan Murid Baru)?
Dulu (Ehm kembali lagi) saat saya mulai berkenalan dengan yang namanya sekolah, Ibu memakaikan gaun terbaik yang saya punya suatu pagi di bulan Juni, sambil membantu saya memakaikan kaos kaki dan sepatu, ibu berkata bahwa hari itu saya akan didaftarkan sekolah di SD, saya tak terlalu tahu apa maksudnya yang jelas beberapa minggu setelah itu saya bangun setiap pagi memakai seragam dan menyandang tas, belajar mengeja “ini budi” dan mengenal angka, saya gembira tak ada les tak ada beban tanpa sadar saya sudah bisa menulis dan membaca.
Begitu pula yang terjadi saat lulus SD dan SMP saya akan selalu sibuk mendaftar dan memilih sekolah di bulan Juni, dan ketika saya sudah mulai mengerti di bulan-bulan itulah para orang tua harus mengeluarkan biaya ekstra untuk kelangsungan pendidikan putra putrinya.
Sekarang ketika jaman sudah berganti dan sayapun berganti peran menjadi ibu yang membantu memakaikan kaos kaki dan sepatu bagi anak sulung saya, untuk mendaftar disekolah dasar terbaik (bermutu dan terjangkau oleh kami),itu tak lagi bulan Juni tapi saya lakukan di bulan Januari ketika semester kedua di TK B baru berjalan beberapa minggu. Bahkan saya terlalu terlambat untuk mendapat potongan uang pangkal 20% karena gelombang pertama sudah dibuka di bulan Oktober 2011.
Ini terjadi disemua sekolah swasta terbaik di kota kami dan saya yakin di seluruh Indonesia pergeseran musim ini terjadi, sebelum saya menuliskan cerita ini saya berselancar di dunia maya untuk lebih memastikan lagi , dan ternyata beberapa sekolah swasta yang yang memiliki cabang di hampir seluruh kota besar di Indonesia telah selesaimelakukan seleksi untuk calon siswa jauh-jauh hari dan mengumumkan hasilnya pada pertengahan Desember 2011.
Pergeseran musim mengejala beberapa tahun terakhir ini, tetapi sepertinya sekarang pergeserannya ibarat aliran bengawan solo, sudah terlalu jauh akhirnya kelaut. Disatu sisi memang kita sebagai orang tua diuntungkan tak perlu berpusing tujuh keliling karena sekolah anak sudah didapat jauh-jauh hari, tetapi bagi orang-orang yang karena satu dan lain haltidak bisa melakukan pendaftaran awal mau tak mau membayar lebih mahal atau harus berlapang dada menyekolahkan anak di sekolah yang kurang cocok atau kurang berkualitas.
Tidak menutup kemungkinan suatu hari nanti kita harus indent untuk mendapatkan tempat di SMA favorit ketika kita mendaftarkananak di TK. Bahkan kemungkinan terburuknya adalah anak saya harus mendaftarkan cucu saya begitu lahir kedunia hanya untuk bersekolah TK empat tahun kemudian.
Mungkin anda akan bilang ah penulis mengada-ada toh penerimaan sekolah negeri tetap pada pakemnya, sekarang saya balik bertanya kenapa kelas menenggah di negeri ini lebih banyak mempercayakan pendidikan anak kesekolah swasta.
Tanya kenapa ???? (jadi kayak iklan rokok ya…)
Tanyakan saja pada rumput yang bergoyang………….
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H