Mohon tunggu...
Putu Anggi Yumika Shanti
Putu Anggi Yumika Shanti Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa di Universitas Pendidikan Ganesha

Reading and Travelling

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Esensialitas Upacara Ngaben sebagai Prosesi Kematian Menuju Garda Nirwana

1 Januari 2023   14:03 Diperbarui: 1 Januari 2023   14:21 145
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Umat hindu dalam upacara sucinya meyakini bahwa manusia tersusun atas tiga lapisan yaitu Raga Sarira, Suksma Sarira dan Atahkarana Sarira. Raga Sarira adalah badan kasar atau badan fisik seseorang. Suksma sarira adalah badan astral berupa pikiran, perasaan, keinginan dan nafsu. Pada saat yang sama, Atahkarana Sarira adalah penyebab kehidupan atau Sanghyang Atma.

Ketika seseorang meninggal, tubuhnya tidak dapat berfungsi lagi. Pada saat yang sama, atma (jiwa/roh) yang terlalu lama berada di dalam tubuh dan telah dibatasi oleh sarira pikiran harus segera meninggalkan tubuh. Karena jika terlalu lama, Atma akan menderita.

Bagi yang meninggal harus dikatakan dalam upacara untuk mempercepat proses kembalinya badan kasar ke sumbernya di alam, yaitu lima Mahabhuta: Pertiwi (bumi), Apah (air), Teja (api), Bayu (udara) dan Akasa (angkasa).
"Proses ini namanya Ngaben," tulis I Nyoman Singgin Wikarman.

Jika kremasi ditunda terlalu lama, pikiran mengembara dan menjadi bhuta kuwil. Demikian pula, orang yang meninggal dikubur di dalam tanah tanpa upacara yang layak. Ini karena para roh belum melepaskan keterikatan mereka pada dunia manusia. Oleh karena itu perlu diselenggarakan upacara Ngaben Bhuta Cuwil.

Menurut Leo Howe dalam The Changing World of Bali, Religion, Society and Tourism, Ngaben adalah upacara yang mahal. Jika Anda memiliki cukup uang, Anda harus segera menerapkannya. Jika imam meninggal, ia harus segera dimakamkan dan tidak boleh menyentuh tanah.

Pada upacara ngaben, seluruh warga Banjar (sejajar dengan pilar masyarakat) harus membantu persiapan. Banyak kurban yang disiapkan dan berbagai keperluan dilakukan untuk prosesi tersebut.

Dua hal terpenting adalah Bad dan Patulangan. Bad adalah menara mirip pagoda dengan jumlah tempat ganjil untuk membawa mayat. Patulangan adalah sarkofagus berbentuk hewan atau makhluk mitologis yang jenazahnya dikremasi. 

Bade dan patulangan memiliki ukuran dan bentuk yang berbeda, menunjukkan status sosial orang yang meninggal. Sejak tahun 2000-an, fenomena bade roda muncul. Yakni bade yang dilengkapi roda sehingga bisa didorong. Bad beroda memungkinkan proses kremasi disederhanakan tanpa membutuhkan banyak tenaga dan peralatan mahal lainnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun