Saya adalah seorang pembaca, lebih tepatnya saya mendeklarasikan diri sebagai slow reader. Istilah ini saya kenal semenjak saya aktif menggunakan X, yang dulu disebut twitter, dan berkenalan dengan banyak teman yang gemar membaca.
Kenapa slow reader? Karena dalam satu bulan, saya biasanya hanya mampu membaca satu atau dua buku. Ada kalanya bisa empat atau lima buku, tetapi itu bila bukunya tipis seperti komik. Sebenarnya saya pribadi tak pernah mempermasalahkan jumlah buku yang harus saya baca. Selama saya bisa menyelesaikan bacaan saya, saya sudah senang.
Mungkin sedikit hal yang sedikit membuat saya sedih adalah sedikitnya teman di sekitar saya yang suka membaca. Ada beberapa waktu rasanya sayang sekali tidak bisa membagikan pengalaman dan sedikit ulasan singkat soal buku menarik yang saya baca. Teman-teman saya cenderung lebih banyak bermain sosmed ketimbang membaca. Belum lagi stigma membaca kerap dieratkan harus dengan buku.
Secara pribadi, saya tidak suka pandangan membaca harus identik dengan buku. Bagi saya selama media yang dibaca itu berupa tulisan, mau itu artikel internet, koran, AU fanfiksi di X, komik, webtoon, buku non fiksi, ataupun cerita fiksi semua kegiatan itu adalah membaca. Jika kita menengok KBBI, membaca memiliki makna sebagai kegiatan melihat serta memahami isi dari yang tertulis. Dari penjelasan itu, kita ketahui bahwa membaca tidak ada batasan selama sumber informasinya berupa tulisan.
Pandangan membaca itu harus buku terutama buku non fiksi harus dihilangkan. Membaca novel itu sah saja dan itu merupakan kegiatan membaca. Melalui novel kita belajar dan berimajinasi. Pasti ada satu atau dua hal yang bisa dipelajari dari suatu kisah fiksi. Hal ini berlaku juga dengan komik yang pasti di dalamnya ada pesan yang dapat diambil.
Ada yang bilang membaca itu harus buku cetak. Ucapan ini membuat saya gemas terkadang. Sekarang kita sudah di zaman maju dengan akses teknologi yang luar biasa memudahkan kita. Banyak aplikasi perpustakaan daring yang menyediakan beribu buku untuk dipinjam. Aplikasi seperti iPusnas, Eperpusdikbud, Libby, dan lainnya mempermudah akses kita dalam mendapatkan buku.
Tapi baca buku digital bikin mata perih. Saya yang mendengar itu cuma tersenyum sambil membatin, "Ada saja alasan saja kamu ini." Kalau setting ponsel pintar diatur sedemikian rupa, membaca buku digital tetap bakal enak dan nyaman. Masa sih nonton dan scroll short video, reels, dan tiktok berjam-jam kuat tapi baca buku digital selama 15-30 menit tidak kuat?
Kurangnya kemampuan untuk fokus membaca menurut saya adalah sebuah alarm peringatan yang harus diperhatikan. Kecanduan menonton video pendek membuat fokus semakin singkat dan konsentrasi menurun. Kajian mengenai dampak adiksi video pendek sudah banyak diteliti dan bisa kita cek dengan mudah. Hilangnya kemampuan untuk fokus ini akan berdampak banyak pada kehidupan sehari-hari kita.
Sehingga, saya selalu menganggap membaca adalah hal penting. Melalui membaca, saya melatih fokus saya, mendapat banyak pengetahuan baru, melatih imajinasi saya, dan saya beristirahat dengan membaca. Bagi saya, membaca adalah salah satu cara untuk melepas stres. Selalu ada kesenangan bagi saya pribadi setelah membaca beberapa halaman buku. Rasanya plong dan lega sekali pokoknya.
Saya masih berusaha mengajak teman-teman terdekat saya untuk membaca. Sementara ini, belum ada yang tertarik tapi saya masih selalu mencoba. Kalau ada teman yang mau pinjam buku, saya mempersilakan. Selama bukunya benar dibaca dan tidak dijadikan mainan saya tak beratan.
Saya rasa perjalanan saya untuk mengajak orang di sekitar saya untuk terbiasa membaca masih akan sangat panjang. Namun, saya akan tetap berusaha mengajak teman-teman untuk membaca. Sebab sejatinya, membaca adalah hal esensial untuk sebuah perubahan dan perbaikan.