Pernah nggak kamu merasa lelah dan seolah 'terlepas' dari pekerjaan kamu? Banyak jurnal penelitian menyatakan bahwa hal itu disebut "burnout". Kamu pasti sudah tidak asing lagi dengan kata tersebut, karena kata tersebut cukup lumrah di zaman sekarang dan sudah banyak disebutkan, khususnya di perkantoran atau lingkungan kerja profesional. Namun terkadang hal tersebut disalahgunakan dengan cara yang tidak tepat atau sebagai alasan untuk bermalas-malasan. Lantas, apa sebenarnya burnout yang sering disalahartikan dengan rasa malas?Â
Menurut banyak jurnal penelitian di PubMed Central dibawah Perpustakaan Kedokteran Nasional, istilah burnout pertama kali digunakan dalam sebuah novel "A Burnt-Out Case"Â (1960) oleh penulis Inggris Graham Greene.
Novel ini bercerita tentang seorang arsitek terkenal, Querry, yang tidak lagi menemukan makna dalam seni atau kesenangan dalam hidup karena muak dengan selebritisnya, hingga ia didiagnosis menderita mental yang setara dengan 'burnt-out case' oleh seorang dokter, dalam novelnya.
Burnout vs Kemalasan
Berdasarkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan beberapa jurnal penelitian, burnout merupakan sindrom psikologis individu akibat stres kronis di tempat kerja yang tidak berhasil dikelola dan ditandai dengan 3 dimensi: kelelahan, keterpisahan karena perasaan negatif terkait pekerjaan, dan ketidakefisienan profesional. Sindrom ini juga dapat menyebabkan masalah kesehatan.
Kita mungkin pernah terkena sindrom ini karena kewalahan dengan pekerjaan atau tugas yang membuat tubuh dan pikiran merespons hal tersebut, yang disebut burnout. Tapi, ini berbeda dengan kemalasan.
Jika seseorang malas, penyebabnya seringkali dikarenakan oleh kurangnya motivasi atau kepercayaan diri yang menyebabkan mereka tidak memulai aktivitas atau mulai mengerjakan pekerjaannya.
Kemalasan juga bisa merupakan perilaku berulang yang menjadi kebiasaan atau hanya keadaan sementara yang dapat diatasi oleh seseorang dengan mengubah pola pikirnya.Â
Hal ini sebagian besar berkaitan dengan suatu perilaku atau kebiasaan apa pun yang bisa secara sadar dipilih seseorang untuk akhirnya menjadi pribadi yang malas.
Jika kita merasa malas, kita perlu mengubah pola pikir guna membantu otak kita bekerja dengan baik. Yuk kita coba memvisualisasikan perbedaan utama antara burnout dan lazy! Visualisasi di bawah ini berdasarkan hasil beberapa jurnal penelitian dan sumber lain yang telah dibaca penulis.
Cara Mengatasi Rasa Malas
Untuk membantu mengatasi rasa malas, manusia perlu mengubah pola pikir dan mulai mengubah kebiasaan. Mengubah kebiasaan bagi sebagian orang terkadang bukanlah hal yang mudah karena mereka belum tahu bagaimana memulainya.
Buku Atomic Habits oleh James Clear akan membantu kita untuk mulai mengubah kebiasaan dengan menciptakan kebiasaan baik dan menghentikan kebiasaan buruk.
Berdasarkan bukunya, James Clear menjelaskan bagaimana kebiasaan kecil dapat membuat perbedaan besar dalam hidup manusia, baik itu kebiasaan baik maupun buruk. Kita bisa memulai dari kebiasaan kecil (atom) tetapi lakukan dengan konsisten dan akhirnya dapat melihat grafik perubahan baik benar-benar meningkat, selangkah demi selangkah, hingga kita akan menjadi baik atau bahkan ahli dalam hal itu.
James Clear membagi proses membangun kebiasaan menjadi 4 langkah sederhana yaitu, isyarat (Cue), keinginan (Craving), tanggapan (Response), dan hadiah (Reward).
Langkah-langkah sederhana ini dikenal sebagai siklus "The Habit Loop". Dengan memahami bagian-bagian mendasar dari siklus ini, James Clear memperkenalkan kerangka kerja yang disebut Four Laws of Behavior Change yang dapat membantu menciptakan kebiasaan baik dan juga menghentikan kebiasaan buruk dengan menggunakan 4 langkah sederhana ini.
"All big things come from small beginnings. The seed of every habit is a single, tiny decision. But as that decision is repeated, a habit sprouts and grows stronger. Roots entrench themselves and branches grow. The task of breaking a bad habit is like uprooting a powerful oak within us. And the task of building a good habit is like cultivating a delicate flower one day at a time"
"Semua hal besar berawal dari hal kecil. Benih dari setiap kebiasaan adalah sebuah keputusan kecil. Namun ketika keputusan itu diulangi, sebuah kebiasaan akan tumbuh dan semakin kuat. Akar berakar dan cabang tumbuh. Tugas menghentikan kebiasaan buruk adalah seperti mencabut pohon ek yang kuat dalam diri kita. Dan tugas membangun kebiasaan baik itu seperti menanam bunga yang lembut hari demi hari"
--- Atomic Habits, halaman 22
Jadi kenapa tidak mulai menciptakan kebiasaan baik untuk mengatasi rasa malas? Perlu diIngat, baik atau buruk, itu akan menjadi investasi jangka panjang kita dalam kehidupan yang baik atau malas.
Bagaimana Mengatasi Burnout?
Seperti yang telah kita bahas di atas, burnout sangat berbeda dengan kemalasan. Dengan memiliki kebiasaan yang baik, kita bisa membantu mengatasi rasa malas. Namun bukan berarti orang yang memiliki kebiasaan baik tidak bisa mengalami burnout. Tentu saja masih ada kemungkinan mereka mengalaminya.
Memiliki kebiasaan yang baik dapat membantu memiliki peluang yang lebih baik dalam mengelola stres secara efektif dan mencegah burnout, namun kamu tidak kebal terhadapnya, karena burnout merupakan masalah kompleks yang dipengaruhi oleh berbagai faktor. Lalu, bagaimana cara mengatasi burnout meski kita sudah menciptakan kebiasaan yang baik?
Seorang Dokter, Dr.Sandra Dalton-Smith, juga dikenal sebagai peneliti, penulis dan pembicara, menyampaikan gagasan bahwa manusia memerlukan pemulihan kehidupan yang setara, yang dibagi menjadi 7 bidang utama, dikenal sebagai 7 jenis energi.
7 Jenis Energi oleh Dr. Saundra Dalton-Smith
Dari pengalamannya sendiri, ketika ia sedang sibuk dengan pekerjaannya, ia sengaja mengatur jumlah jam tidurnya, terkadang 7, 9, atau bahkan 10 jam yang ia harapkan untuk bangun dengan perasaan segar. Meski tidur nyenyak di malam hari, dia masih terbangun dalam keadaan lelah hingga dia menyadari bahwa dia merasa kewalahan, dan kelelahan. Ternyata tren yang sama juga terjadi pada banyak pasiennya.
"If you're waking up (after sleeping) and still exhausted, the issue probably isn't sleep. It's likely a rest deficit."
"Jika kamu terbangun (setelah tidur) dan masih kelelahan, masalahnya mungkin bukan pada tidur. Kemungkinan besar ini adalah defisit istirahat."
--- Dr. Saundra Dalton-Smith
Dalam TEDtalk-nya, ia menyampaikan bahwa manusia menderita kekurangan istirahat dan sangat menyedihkan karena kita tidak memahami kekuatan istirahat. Banyak artikel dan video Dr. Dalton-Smith yang menyebutkan pernyataan "mengapa kamu masih lelah" yang merujuk pada berbagai kasus manusia tetap lelah meski sudah tidur. Tidur memang penting, tetapi tidur bukanlah satu-satunya cara untuk memulihkan energi kita.
7 jenis energi juga berfungsi untuk jenis istirahat. Istirahat tidak selalu berarti tidur karena manusia memerlukan beberapa jenis istirahat untuk mengisi ulang energinya, tidak hanya sekedar istirahat fisik saja.
Konsepnya cukup sederhana, bayangkan perangkat kamu digunakan seharian penuh hingga baterainya habis dan perlu diisi ulang menggunakan charger bukan?
Lain ceritanya jika perangkat kamu mati karena terjatuh ke air, tidak ada gunanya dicharge, kamu perlu memperbaikinya ke toko resmi. Beda masalah, beda cerita, beda pula solusinya. Ini juga berlaku untuk energi manusia. Sebaliknya, jenis energi yang berbeda akan disertai dengan jenis pemulihan yang berbeda pula.
Tipe-tipe ini mengajarkan kita untuk benar-benar memahami dan fokus pada energi kita: jenis, penyebab, dan pemulihan seperti apa yang perlu dilakukan.
1. Energi Fisik
Ini adalah jenis energi umum yang mungkin selalu kita pikirkan terlebih dahulu untuk memperoleh istirahat dalam mengembalikan energi ini.
Energi fisik mempunyai 2 jenis istirahat, yaitu pasif dan aktif:
Pasif
Istirahat pasif untuk kesehatan fisik, termasuk tidur lebih awal, tidur siang dan istirahat saat makan siang.Aktif
Jika kamu akan melakukan yoga,peregangan, pijat terapi atau hal-hal yang membantu meningkatkan sirkulasi dan kelenturan tubuh kamu, itu berarti kamu memulihkan istirahat fisik aktif.
Kamu bisa melakukan keduanya disesuakan dengan kebutuhanmu.
2. Energi Mental
Hal yang paling sering terjadi pada orang yang mengalami defisit istirahat mental adalah kurangnya konsentrasi, begadang di malam hari karena otak tidak beristirahat pada saat yang seharusnya. Mereka terus-menerus mengobrol secara mental sehingga sulit menemukan ruang mental untuk mencapai zona tenang.
Jika kamu merasa seperti ini, kamu mungkin perlu:
Catat semua yang ada di pikiran kamu punya (baik siang atau sebelum tidur) agar otak kamu bisa lepas tanpa menahan dengan terus memikirkannya,
Mendengarkan musik yang membawa kedamaian juga ketenangan, atau
Mematikan perangkat.
3. Energi Sensorik
Menyadari seberapa banyak sensorik yang kita alami dalam sehari, itu penting. Cahaya terang, layar perangkat, suara notifikasi, kebisingan, atau banyak percakapan yang terjadi dalam sehari, dapat membuat energi sensorik kita kewalahan.
Untuk memulihkan energi tersebut, kamu bisa melakukan hal sederhana seperti menutup mata selama beberapa menit di tengah hari.
Pengalaman penulis pada saat menjadi manajer di sebuah perusahaan, penulis biasanya mengatur kalender agar tim meluangkan waktu 15 menit untuk sekedar mengistirahatkan mata dengan melihat ke objek yang jauh seperti contohnya langit atau sekedar memejamkan mata di lingkungan yang damai, agar tidak kewalahan.
4. Energi Kreatif
Energi kreatif biasa digunakan dalam mode pemecahan masalah atau brainstorming untuk mendapatkan inspirasi ide. Setiap orang memiliki energi seperti ini meskipun bukan seorang seniman atau mungkin musisi. Karena manusia menggunakan energi ini dengan cara apa pun untuk membantunya menjalani kehidupan sehari-hari, contoh sederhananya adalah ketika energi tersebut diperlukan untuk menyelesaikan suatu masalah.
Untuk memulihkan energi ini, kamu dapat melakukan beberapa cara berikut:
Nikmati keindahan dengan berjalan kaki di alam,
Mengubah ruang kerja menjadi tempat yang inspiratif,
Membaca buku bagus, atau
Menikmati seni.
5. Energi Emosional
Energi emosional selalu terkait dengan perasaan seseorang terhadap sesuatu dan bisa menjadi rentan terhadapnya. Istirahat emosional berarti membuat diri kita rentan dengan memberikan izin untuk merasakan dan mengekspresikan emosi tanpa menghakiminya. Memulihkan energi ini sangat penting untuk kesejahteraan dan keseharan.Â
Untuk memulihkan energi ini, kamu bisa berbagi perasaanmu dengan teman tepercaya atau terapis profesional, tetapkan batasan kepada orang-orang yang mungkin menguras emosimu dan melibatkan diri dalam kegiatan yang membawa kegembiraan.Tips: lakukan hobi kamu untuk bersenang-senang.
6. Energi Sosial
Istirahat sosial mengharuskan kita untuk menyadari bagaimana hubungan yang berbeda dapat berdampak berbeda terhadap energi kita. Sangat penting bagi kita untuk menghabiskan waktu dengan orang-orang yang menegaskan dan mendukung kita, atau sekadar ingin berada di dekat kita tanpa terus-menerus membutuhkan apa pun, karena itu akan memulihkan energi sosial kita sebagai manusia. Beberapa hal penting yang harus kita perhatikan:
Dengan siapa kita menghabiskan waktu,
Jangan takut untuk mengatakan "Tidak"
Jadwalkan waktu sendirian untuk membantu kamu mengisi ulang energi secara teratur.
7. Energi Spiritual
Yang terakhir adalah istirahat spiritual atau rohani,"yaitu kemampuan untuk terhubung melampaui fisik dan mental serta merasakan rasa memiliki, cinta, penerimaan, dan tujuan yang mendalam", kata Dr. Saundra Dalton-Smith di TEDtalk-nya.
Mempraktikkan rasa syukur dengan menulis jurnal dapat membantu memulihkan energi jenis ini. Kamu juga bisa melakukan meditasi, berdoa atau refleksi diri, habiskan waktu di alam agar terhubung dengan dunia sekitarmu.
Ada juga buku rekomendasi yang penulis baca, Gratitude oleh Greatmind, buku yang bagus untuk menyadarkan kamu bagaimana cara untuk lebih bersyukur.
Buku ini juga berpasangan dengan buku lainnya yang berjudul Failure, menyadarkan kita untuk melihat sisi terang dari kegagalan, bahwa kegagalan adalah salah satu yang juga berperan penting dalam kesuksesan hidup.
Oleh karena itu, penulis harap artikel ini membantu kamu membedakan antara burnout dan kemalasan. Luangkan waktu sejenak untuk merenungkan kategori mana yang sesuai dengan kamu. Apakah kamu seseorang yang perlu mulai membangun kebiasaan baik, atau apakah kamu kesulitan mengelola energi secara efektif?
Penting untuk diIngat, memupuk kebiasaan baik adalah investasi jangka panjang. Mengelola energi akan membantu kamu mengatasi burnout sehingga meningkatkan produktivitas kamu.
Tidak ada kata terlambat untuk memulai. Mulailah sekarang dan lihat perjalanan pertumbuhan kamu dari waktu ke waktu!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H