Apakah ancaman terhadap pendidikan global didorong oleh AI atau faktor manusia?
Seiring dengan semakin berkembangnya Kecerdasan Buatan atau yang lebih dikenal dengan Artificial Intelligence (AI) dalam bidang pendidikan, muncul banyak pertanyaan seperti: apakah AI merupakan pahlawan yang kita cari, atau justru berpotensi menjadi ancaman bagi masa depan pembelajaran?
Ini adalah topik yang menarik, mengingat pentingnya pendidikan sepanjang kehidupan manusia, sejak lahir hingga liang lahat.
Menariknya, banyak artikel, video, hingga workshop yang membahas topik ini, dan diskusi ini telah berlangsung beberapa tahun sebelum AI menjadi kata kunci yang cukup popular, terutama setelah pandemi COVID-19.
Akar Sejarah AI
Di balik eksplorasi ini terdapat kebenaran penting bahwa asal usul AI dapat ditelusuri kembali ke awal tahun 1950 ketika ahli matematika, ahli logika, dan ilmuwan komputer terkemuka asal Inggris, Alan Turing, muncul.
Turing dipuji atas pencapaian revolusionernya, yang membuka pintu bagi komputasi kontemporer dan kecerdasan buatan yaitu dengan memperkenalkan sebuah penelitian bernama "Turing Test".
Komponen mendasar dari "Turing Test" adalah permainan imitasi atau dikenal dengan “Imitation Game”, di mana 'hakim manusia' berkomunikasi dengan sesama manusia lainnya dan juga mesin tak dikenal.
Jika 'hakim manusia' tidak dapat membedakan sumber respon tersebut berasal dari manusia atau mesin, maka mesin tersebut dianggap menang. Dengan begitu dapat disimpulkan bahwa komputer atau mesin dapat meniru kecerdasan yang setara dengan manusia.
Turing lebih dari sekadar teka-teki, mewujudkan semangat seorang filsuf AI, mengeksplorasi pertanyaan tentang mesin yang meniru kemampuan kognitif manusia. "Turing Test" bukan sekadar trik, namun merupakan ide landasan dalam bidang AI yang luas— sebuah lakmus untuk kesetaraan kecerdasan manusia-mesin.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya