Pelatihan Pembelajar Sukses Mahasiswa Baru ( PPSMB ) atau dahulu lebih dikenal dengan istilah OSPEK ( Orientasi Studi dan Pengenalan Kampus ) adalah serangkaian kegiatan penerimaan sekaligus penyambutan mahasiswa baru dengan tujuan memberi stimulus perubahan paradigma berpikir yang awalnya siswa SMA/MA/SMK menjadi seorang mahasiswa yang dianggap bukan lagi kelompok anak – anak atau remaja awal atau tengah, tetapi minimal telah memasuki remaja akhir atau dewasa (Geospace, 2010 ). Sehingga setelah menempati status mahasiswa, seseorang dianggap sebagai orang yang sudah dewasa : dewasa berpikir, dewasa bersikap dan dewasa bertingkah laku. Namun harus kita sadari bersama bahwa kondisi kejiwaan ( baca : kedewasaan ) setiap orang tentu saja berbeda, walaupun secara hitungan usia terbilang sama. Mungkin perkataan pepatah berikut bisa menjadi refleksi bersama“ menjadi tua itu pasti, menjadi dewasa adalah plihan “.Memang kalimat tersebut tidak sepenuhnya benar, tapi dari peribahasa itu kita bisa berpikir lebih komprehensif tentang makna sebuah kedewasaan yang tidak terkungkung dalam kematangan fisik saja, tetapi lebih kepada kematangan psikologis / psikis dan bisa dijadikan indikator untuk seseorang dianggap telah matang. Terkadang beberapa remaja atau bahkan anak – anak sudah bisa berpikir, bersikap dan berperilaku layaknya orang dewasa yang bijak dalam menghadapi suatu permasalahan . Tetapi tidak sedikit pula orang dewasa bahkan yang sudah berstatus sebagai orang tua pola pikirnya masih seperti anak – anak atau dalam artian belum bisa berpikir dewasa. Marilah kita merenung bersama sejenak, akankah kelak bangsa ini akan dipimpin oleh pejabat yang masih kekanak- kanakan yang belum bias berpikir realistis ?
Ajang balas dendam
Kembali lagi ke persoalan PPSMB, menurut hemat saya ditengah pergaulan remaja yang kian mengikis nilai–nilai moralitas dan intelektualitas serta derasnya arus globalisasi yang membuka peluang besar masuknya budaya asing yang tidak sesuai denganadat ketimuran, tentu hal ini menjadi catatan penting bagi para pendidik dan stakeholder civitas akademika. Sehingga kegiatan PPSMB yang membekali norma dan etika mutlak diperlukan oleh Mahasiswa Baru ( Maba ) sebagai sarana adaptasi menjadi pribadi yang lebih dewasa, menjadi pribadi yang lebih bisa memandang permasalah bangsa saat ini menjadi masalah bersama yang membutuhkan analisis cerdas dan win win solution. Karena disadari atau tidak, ditangan generasi mudalah ( termasuk mahasiswa ) kelak dalam hitungan sepuluh hingga tiga puluh tahun yang akan datang tongkat estafet kepemimpinan bangsa ini akan diwariskan untuk diperjuangkan kepada kita semua yang baru menginjak status mahasiswa. Walaupun pada beberapa perguruan tinggi masih ada saja oknum-oknum yang menjadikan PPSMB sebagai sarana perploncoan atau sekedar memakai atribut - atribut yang terkesan aneh bahkan cenderung primitif yang jauh dari nilai-nilai intelektualitas dan moralitas. Dengan alasansupaya adik-adik angkatan bisa lebih kreatif dan tahan uji kalau nanti sudah memasuki masa kuliah yang identik dengan banyak tugas dari dosen. Oke, kreatif boleh -boleh saja, akan tetapi yang menjadi titik poin adalah tetap mengedepankan etika moral dan intelektual. Jangan sampai, alih-alih menunjukan kreatifitas justru menjadi bahan tertawaaan sekaligus cemoohan masyarakat umum ketika mahasiswa berangkat dari rumah / tempat kost menuju kampus untuk mengikuti PPSMB yang biasanya dilakukan sekitar satu pekan. Bahkan lebih parahnya lagi masih ada juga beberapa Panitia PPSMB yang menjadikannya sebagai ajang pelampiasan / balas dendam kepada adik angkatan, atas dasar apa yang telah dilakukan kakak angkatannya dulu sewaktu mereka masih berstatus mahasiswa baru, sehingga terkadang hal semacam ini menjadi tradisi yang memalukan dikalangan akademisi sekaligus momok yang menyeramkan bagi mahasiswa baru ketika memasuki jenjang baru masa perkuliahan. Bukan kebahagiaan yang didapat lantaran telah diterima di perguruan tinggi, jusru ketakutan mendengar cerita-cerita kakak angkatan yang tahun-tahun sebelumnya telah mengikuti PPSMB.
Sebagai sarana releksi dan adaptasi
Terlepas dari fenomena perploncoan yang masih sering dijumpai di beberapa kampus itu, PPSMB ternyata masih mampu menawarkan solusi atas permasalah yang tadi telah dijabarkan. Masih lekat dalam ingatan saya, hampir satu tahun yang lalu, waktu berstatus mahasiswa baru sebagai peserta PPSMB. Selama lima hari saya benar-benar dibuat sadar bagaimanakita yang dulunya berpikir bahwa kita sekolah hanyalah meraih kesuksesan untuk diri sendiri atau sekedar memenuhi harapan orang tua agar kita menjadi anak yang pandai dan mampu mengangkat harkat dan martabat orang tua dimasa yang akan datang. Tetapi jauh didepan sana, melalui kegitan PPSMB ini dapat merubah paradigma mahasiswa baru, khususnya saya, bahwa kita mengenyam pendidikan dari Sekolah Dasar hingga Sekolah Menengah bahkan hingga ke jenjang perguruan tinggi juga memikul harapan besar masyarakat luas dan memiliki tanggung jawab sosial terhadap bangsadan negara ini untuk kelak menjadi bagian dari solusi permasalahan yang kian mencengkeram bangsa ini, atau minimal kita bukan bagian dari sebuah permasalahan. Satu hal yang terus terngiang dalam benak saya adalah ketika bagaimana semangat – semangat perjuangan pergerakan mahasiswa didengungkan dan dikobarkan dengan lagu – lagu pembakar semangat perjuangan sepanjang mengikuti masa orientasi ini dapat terus berkobar hingga pada saatnya nanti kita benar-benar siap terjun di masyarakat.
Selain itu dari hal yang paling sederhana adalah PPSMB dapat dijadikan sebagai waktu yang tepat bagi seorang pelajar yang sedang memasuki dunia yang baru dari semula dunia sekolah menengah menjadi kampus yang cakupanya juga jauh lebih luas yaitu dalam sekup regional, nasional bahkan internasional. Hal ini tentu saja berbeda ketika waktu sekolah menengah yang pada umumnya masih dalam lingkup kecamatan , kota / kabupaten, yang kulturnya masih cenderung tidak jauh berbeda ( homogen ). Melihat perubahan kondisi lingkungan yang cukup signifikan ini, yang semula homogen berubah menjadi kondisi yang kian heterogen di lingkungan kampus, maka sudah menjadi konsekuensi logis bahwa peserta didik harus lebih di bekali kepribadian yang kuat serta kemampuan untuk berinteraksi dan memahami keberagaman untuk bisa berbaur dengan individu yang coraknya beragam, multietnis dan multikultur.
Bukan jaminan
Yang perlu digarisbawahi bahwa kegiatan Pelatihan Pembelajar Sukses Mahasiswa Baru ini juga tidak lantas mampu menyulap mindset mahasiswa untuk bisa berpikir, berjiwa dan bersikap bijak secara otomatis. Butuh proses dan waktu cukup panjang bagi mahasiswa untuk dapat mentransformasikan nilai-nilai yang ada. Pada faktanya, memang tak sedikit pula mahasiswa yang telah mengikuti serangkaian kegiatan PPSMB secara menyeluruhpun tidak ada jaminan bahwa dia menjadi pribadi yang benar-benar sesuai ekspektasi civitas akademika yang berkepribadian dan berkarakter. Kebiasaan negatif semasa SMA dulu pada sebagian mahasiswa terkadang masih terbawa hingga memasuki masa perkuliahan, seperti terlalu mengandalkan materi yang didapat dari guru ( dosen ) atau dalam artian tidak berinisiatif untuk mencari bahan-bahan kuliah dari sumber-sumber lain baik melaui literatur cetak seperti di perpustakaan ataupun media online yang kini tealh menjadi tren global, kemudian tidak mandiri dalam belajar hingga kebiasaan maniak bermain ( play station, game online dll ) sehingga mahasiswa seperti ini pada umumnya mengalami failure study / gagal studi karena kebiasaan buruknya. Menangggapi fenomena semacam ini tentu kita tidak bisa serta merta mengatakan dan menjustifikasi bahkan menyalahkan bahwa PPSMB tidak penting dan tidak perlu lagi untuk lakukan karena dianggap tidak mampu menjamin mahasiswa sesuai dengan yang diharapkan. Pernyataan tersebut tentu saja salah besar, karena mengutip pernyataan dari Prof.Dr.Mahfudz MD bahwa
“Seperti halnya lembaga pendidikan lain, kampus tidak dapat menjamin mahasiswanya menjadi pandai dan sukses. Tetapi kampus dibangun sebagai tempat belajar yan kondusif badi mereka ang ingin pandai dan meraih sukses “
Begitu pula yang terjadi dengan PPSMB juga tidak dapat menjamin mahasiswa untuk dapat dewasa berpikir, dewasa bersikap dan dewasa bertingkah laku namun hanya sebatas memfasilitasi agar mahasiswa mampu bersikap bijak dan dewasa dalam berbagai aspek. Dari kutipan Prof.Dr.Mahfudz MD tersebut kita juga dapat menarik konklusi bahwa segala perubahan baik yang bersifat positif ataupun negatif semua tergantung pada pribadi masing-masing. Ya, kembali kepada individu masing-masing apakah benar-benar ingin berubah atau tidak. Lantas, masih relevankah OSPEK it
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H