Mohon tunggu...
NK Anggita Cahya
NK Anggita Cahya Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Saya adalah seorang mahasiswa program studi Sistem Informasi

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Brahmavidya dalam Membangun Sradha dan Bhakti

5 April 2023   12:17 Diperbarui: 5 April 2023   12:24 2839
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Secara etimologi kata Brahmavidya terdiri dari kata Brahma yang berarti Tuhan dan kata vidya yang berarti pengetahuan. Brahmavidya berarti pengetahuan tentang Tuhan. Brahmavidya sama artinya dengan theologi. Hal utama yang dibahas dalam Brahmavidya adalah konsepsi Ketuhanan dalam Agama Hindu, dengan segala aspeknya baik ciptaannya meliputi manusia maupun alam semesta.

Cara terbaik mempelajari Ketuhanan adalah mempelajari kitab sucinya. Sumber utama ajaran Agama Hindu adalah kitab suci Veda baik Veda sruti maupun Veda smerti. 

Sraddha mengandung makna yang sangat luas yakni keyakinan atau keimanan. Dari kata Sraddha itu lalu muncul kata sraddhalu, yang artinya kepercayaan, penuh keimanan, kerinduan dan keinginan terhadap sesuatu.

Keyakinan atau kepercayaan manusia itu harus dilandasi juga dengan bhakti, karena jika hanya sraddha saja tanpa adanya bhakti dan penyerahan diri sepenuhnya kepada tuhan itu, maka tidak akan pernah mencapai kesempurnaan. Ajaran Suci diturunkan oleh Ida Sang Hyang Widhi Wasa, Tuhan Yang Maha Esa merupakan pegangan hidup dan kehidupan umat manusia. Seseorang yang memiliki sraddha dan pegangan yang kuat, tidak akan khawatir dalam meniti kehidupan. Ajaran agama membimbing manusia bagaimana seharusnya hidup, bagaimana meniti hidup, apa tujuan hidup kita, bagaimana merealisasikannya, dan berbagai bimbingan yang mengarahkan umat manusia menuju kesempurnaan hidup.

Di dalam konsep Brahmavidya (teologi), pandangan tentang Tuhan Yang Maha Esa dapat dijumpai beraneka macam, seperti:

  • Animisme, yaitu percaya kepada makhluk halus dan roh nenek moyang. Contohnya percaya bahwa pada benda-benda tertentu seperti keris terdapat roh yang bersemayam. 
  • Dinamisme, yaitu percaya bahwa alam semesta ada kekuatan-kekuatan mistis yang dimiliki oleh benda-benda tertentu.  Contohnya percaya bahwa gunung memiliki kekuatan mistis. 
  • Politisme, yaitu percaya kepada banyak dewa-dewa penguasa. Contohnya percaya akan adanya Dewa Agni atau Dewa api. 
  • Monoteisme, yaitu percaya hanya kepada satu Tuhan. Contohnya hanya percaya kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa. 
  • Henoteisme yaitu gabungan antara politeisme dan monoteisme. Jadi mereka percaya bahwa di alam semesta ini terdapat satu Dewa utama, dan tidak mengingkari keberadaan dewa-dewa lainnya. Contohnya dia percaya kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa, tetapi dia juga akan keberadaan dewa-dewa seperti Dewa Agni.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun