Di era yang semakin terbuka dan bebas ini masyarakat dapat dengan mudah berusaha dalam bidang apapun, semenjak reformasi di gaungkan oleh para mahasiswa dengan ditandai runtuhnya rezim Soeharto yang telah berkuasa setelah 32 tahun masa kepemimpinannya, angin segar perubahan membuat masyarakat Indonesia dan masyarakat "keturunan" dapat dengan mudah mengakses informasi pasar, tidak terkecuali para pengusaha perikanan "keturunan" yang turut mengadu nasib di negeri ini.
Tapi hal itu tidak berdampak positif kepada nelayan "pribumi" di negeri ini, keterbatasan modal, pengetahuan, dan keterampilan sepertinya masih menggelayuti para nelayan kita sehingga membuat nelayan kita "dipaksa" oleh keadaan untuk menjadi buruh para pemilik modal yang tentunya mempunyai kemampuan bisnis yang lebih besar.
Salahsatu contoh kasus yang penulis temui, terjadi di salahsatu pelabuhan perikanan terbesar di Indonesia, pelabuhan perikanan yang menjadi sebuah kawasan industri yang besar mengundang investor untuk membuka usaha di kawasan industri ini, mulai dari usaha penangkapan ikan, unit pengolahan ikan, jasa cold storage , dan jasa lainnya yang cukup menggiurkan.
Dan tentunya kita dapat menyimpulkan sendiri bahwa nelayan kecil di kawasan ini tidak mampu bersaing dengan pengusaha "keturunan" dan tidak dapat dipungkiri juga hal itu membuat para nelayan tersebut menjadi buruh pada perusahaan penangkapan ikan yang besar dalam arti kata lain para nelayan tersebut menjadi pekerja seperti Anak Buah Kapal (ABK) dan buruh panggul di kapal perikanan. (AS)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H