Mohon tunggu...
Anggi Puspita Sari
Anggi Puspita Sari Mohon Tunggu... -

Masih sangat perlu bimbingan. Silakan krisannya ditunggu :-D

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Jurnalisme Kaum Minoritas Humanitas

11 November 2015   13:29 Diperbarui: 11 November 2015   13:40 94
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Jurnalisme Kaum Minoritas Humanitas (Ketika Mode Eksis Jurnalistik dipertanyakan Sendiri oleh Pelaku Jurnalistik)

Jurnalistik, adalah ilmu tulis menulis, siar menyiarkan, kabar mengabarkan dan segala ilmu tentang berkarya, baik dalam bentuk tulisan, siaran dan sebagainya. Sifat jurnalistik yang fleksibel dan dinamis, membuat pelaku pelaku jurnalisme harus menyiasati dengan baik perubahan dan aktualitas dari jurnalistk, terutama bagi para redaktur yang bertanggung jawab mengabarkan dan menyiarkan kepada kahalayak umum. Jurnalisme yang baik adalah jurnalisme yang mampu secara konsisten memberi informasi yang aktual, berkualitas, terkini, konsisten dan tentunya berkelanjutan.

Saya sedikit geli mendengar pernyataan salah seorang yang bisa dikategorikan melanglang buana di Jurnalistik “organisasi jurnalistik kita sudah hampir mati”. Perumpamaan yang menurut saya kurang pantas disiarkan bagi seseorang yang berpredikat baik. Tentu saja ini menjadi masalah batin saya yang sangat mengganggu. Bukankah berkarya adalah kebutuhan bagi pelaku jurnalistik? Yang disebutkan “mati” bermaksud untuk organisasinya, ataukah kemampuan berkreasi mengembangkan potensi jurnalistik untuk kembali menghidupkan gelora jurnalisme di organisasi tersebut?

Sebagai bentuk referensi, Jurnalistik zaman modern saat ini tidak harus selalu mematok pempublikasian pada media cetak yang secara logis memakan dana, waktu, tenaga dan pikiran yang tak sedikit. Penggunaan media cetak dirasa “tradisionil” untuk ukuran globalisasi saat ini. Hingga pada akhirnya, media online pun banyak bermunculan seperti detik.com, kompasiana.com, okezone.com dan sebagainya. Mengikuti jejak-jejak media tersebut, seharusnya tidak sampai jurnalisme di suatu organisasi berlebel legal sampai tak berkutik melakukan pergerakan apapun.

Berkaca pada kualitas media yang sudah tersohor, intelektualitas dari setiap pelaku begitu diperlukan. Bukan hanya mengritisi semata, solusi dan abstraksi yang baik mampu menarik minat masyarakat yang haus akan informasi. Memberikan gagasan yang baru, membuka lahan karya untuk pembaca umum, mampu membuat suatu produk jurnalisme menjadi sasaran manis bagi masyarakat. Apalagi dengan adanya wacana dan wadah masyarakat yang bisa ditujukan langsung kepada yang bersangkutan, ini adalah peluang besar bagi pelaku jurnalistik memanfaatkannya dengan baik. Dengan demikian jurnalisme memberikan manfaat baru sebagai penghubung berbagai lapisan masyarakat karena sifatnya yang netral sebatas mengabarkan dan menyiarkan sesuai kode etik yang berlaku.

Selain gagasan baru, adanya peluang jurnalisme setiap saat juga harus dimanfaatkan secara baik. Sebagai contoh semisal sedang maraknya “selfie” sebagai ajang perfeksionisme di masyarakat, mulanya hanya mengabarkan issue issue yang bersifat menarik hingga membeberkan fakta fakta unik dan berita-berita tentang imajinisme selfie. Hal sederhana seperti itu saja apabila dikemas dengan baik dan energik mampu membuat pembaca mengikuti dan merasakan aroma gaya penulis dan membuatnya larut dalam pemberitaan. Alangkah ironisnya apabila jurnalistik masih dikatakan “mati” karena setiap topik bisa menjadi peluang jurnalistik yang menarik.

Tulisan ini sederhana, tidak bermaksud menyinggung pihak manapun yang bersangkutan, hanya mengutarakan ide ide dan mengritisi namun tetap sesuai dengan solusi. Dengan adanya wacana terbuka demikian, tentu saya mengharapkan sesuatu yang lebih dengan gerakan perubahan. Barangkali boleh melibatkan non redaksi untuk kembali berkreasi, suatu hal yang tidak menjadi masalah pelik. Yang penting kembali hidup dan berkarya lagi. Karena sebuah tulisan mampu mengubah peradaban yang besar, bukanlah suatu hal yang mustahil bukan jika hanya untuk merubah idealisme dan nasib organisasi semata?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun