Dari judulnya saja sudah ditebak, pasti postingan saya kali ini tentang hutang piutang, pinjam meminjam dan sebagainya. Mungkin bukan hal baru lagi bagi anda yang sangat berpengalaman tentang hal ini, namun bagi saya yang masih baru menapaki hidupnya dunia luar, saya ingin berbagi sensasi.
Mulanya saya hanya berbekal arahan orang tua saya, "jadilah pribadi yang saling membantu satu sama lain". Hutang-piutang bukanlah hal baru dalam urusan saling membantu, dimana ada hutang disitu ada kata "membantu" saya kutip untuk memperjelas wacana. Saya pun akhirnya dengan niat membantu meminjamkan sejumlah uang kepada rekan saya (sahabat) untuk kebutuhan tertentu dirinya. Sekian lama hutang itu tak terbayar saya tak menjadi kawatir karena setiap hari kami bertemu dalam satu kelas dan saya sangat mempercayakan apapun kepadanya. Hingga suatu ketika saya kehabisan dana dan memintakan uang saya kembali kepada rekan saya. Dan tidak disangka penyangkalan mulai bermunculan.
Berawal dari sering nunggak dan saya sepelekan, kini berbuntut menjadi masalah yang pelik. Saya tetap menuntut hak saya untuk mendapatkan apa yang memang saya miliki, karena jiwa saya yang masih muda dan membara saya ingin melaporkan hal ini ke pihak yang berwajib. Namun saya bingung, dengan tuduhan apa yang saya berikan?
Undang-undang di Indonesia tidak mengatur dengan jelas soal hutang piutang, kecuali perjanjian yang ditulis resmi diatas kertas, karena hanya untuk sahabat saya rasa saya tak perlu memberikan surat perjanjian yang sedemikian rumit dengan sekelibit kata-kata dengan matrai dan sebagainya. Namun setelah dirasa pengalaman pahit dikhianati seperti ini, apakah hal tersebut pantas dilakukan?
Perjanjian lisan dianggap sebagai perjanjian nonformal yang kurang bisa dipertanggungjawabkan keabsahannya, kadangkala hanya bermodalkan janji, seseorang dengan mudah memberikan pinjaman dengan nominal besar kepada seseorang terpercaya. Seperti yang sudah saya lakukan akhir-akhir ini. Ketika berkonsultasi dengan rekan sesama nasib dan ahli hukum. Pelaporan kerugian hutang piutang tanpa perjanjian yang sah dianggap guyonan belaka. Apa aparat tidak pernah merasakan yang saya rasakan ataukah saya yang terlampaui menghayati nasib saya demikian? Bagaimana dengan undang-undang penggelapan dana, penipuan atau perbuatan tidak menyenangkan?
Selain jalur hukum, sebenarnya ada hal absurt yang lebih simpel untuk mengatasi permasalahan demikian yaitu Mediasi. Harapan saya mediasinya juga dihadapan hukum (hehe). Mediasi yang demikian di hadapan hukum adalah memberikan hasil dan kesimpulan dengan perjanjian tulis juga (semua harus sah sesuai tata caranya) nah kalau pelaku mengelak terus, apa yang harus saya lakukan? Laporan resmi tak ada barang bukti, saksi tak bernyali.
Saya harap, dengan tulisan ini, ada perhatian khusus dari petugas dan aparat berwenang, bukan maksud daya membesar-besarkan masalah namun ini sudah saya anggap keterlaluan, kejelasan hukum harus lugas dan tegas jangan hanya terawang-terawang. Ketika dianggap demikian saya merasa terlindungi dan terayomi dengan baik. Bukankah fungsi petugas adalah demikian?
Terima Kasih
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H