Sejak pandemi covid 19 merebak Februari silam di Indonesia, Riau termasuk salah satu Provinsi yang merasakan dampak dari menurunnya kemampuan finansial karena adanya kebijakan pemerintah untuk melakukan pembatasan sosial yang berujung kepada pembatasan jam operasional masing masing kegiatan ekonomi atau pun kegiatan kemasyarakatan.
Menurunnya kemampuan financial juga dirasakan oleh banyak perusahaan di Riau, dimana Kementerian Tenaga Kerja (kemenakertrans) Riau mencatat sebanyak 359 orang karyawan telah di PHK, dan 6000 orang karyawan lainnya juga telah "dirumahkan". Tak hanya di Riau, hal ini juga terjadi di banyak provinsi lainnya di Indonesia dimana sekitar 1,7 juta orang telah dirumahkan sesuai pernyataaan Menteri Tenaga Kerja (Menaker) Ida Fauziah. Sehingga potensi pengangguran di Indonesia terus meningkat yang tercermin dari data BPS bulan Februari 2020 dari 6,8 juta diperkirakan menjadi 8,5 juta pada Mei 2020. Prediksi angka pengangguran yang sangat fantastis untuk negara berkembang seperti Indonesia.
Tentu ini adalah pukulan yang sangat berat bagi kita semua karena berjuta-juta orang tidak akan lagi beraktifitas seperti semula untuk tujuan mensejahterakan keluarganya.
Di sisi lain, sebagian perusahaan-perusahan yang terpaksa harus merumahkan ataupun melakukan PHK terhadap karyawannya, mengambil kebijakan yang cukup bertentangan dengan peraturan yang ada atau keputusan sepihak tanpa mempertimbangkan etika perusahaan yang berlaku.
Adapaun kebijakan ataupun keputusan sepihak yang dilakukan perusahaan seperti: Pemutusan hubungan kerja (PHK) tanpa pesangon, Pemotongan gaji serta pemotongan tunjangan, Insentif dan penundaan pembayaran Tunjangan Hari Raya(THR).
Menaker pernah menyarankan untuk menghindari PHK dengan melakukan dialog sosial dahulu untuk mencari solusi terbaik. Sehingga melalui Surat Edaran Mentri Ketenagakerjaan Nomor M/3/HK.04/III/2020 Tahun 2020 tentang Perlindungan Pekerja/Buruh dan Kelangsungan Usaha dalam Rangka Pencegahan dan Penanggulangan Covid 19 perusahaan atau pemberi kerja dihimbau untuk mencari win-win solution terlebih dahulu sebelum mengambil keputusan untuk melakukan PHK terhadap pegawai/karyawannya.
Selain itu, Menurut Kemenaker pemutusan hubungan kerja tidak boleh dilakukan secara sepihak dan sewenang-wenang. Menurut UU No.13 tahun 2003, perusahaan dapat melakukan PHK dalam berbagai kondisi seperti; Pengunduran diri secara baik-baik atas kemauan sendiri, Pengunduran diri secara  tertulis atas kemauan sendiri karena berakhirnya hubungan kerja, Pengunduran diri karena mencapai usia pensiun, Pekerja melakukan kesalahan berat, Pekerja ditahan pihak berwajib, Perusahaan mengalami kebangkrutan, Pekerja mangkir terus menerus dan Pekerja meninggal dunia.
Dalam kondisi saat ini banyak perusahan melakukan kebijakan yang bertentangan dengan Undang-Undang Kementrian tersebut, secara tidak langsung perusahaan juga telah melanggar etika bisnis dari sisi transparansi, dimana kurangnya keterbukaan perusahaan saat pengambilan kebijakan untuk memutuskan hubungan kerja pada saat wabah covid-19, dari sisi responsibilitas perusahaan seolah-olah menghindari tanggungjawabnya untuk memberikan kewajiban yang sesuai terhadap karyawan dan dari sisi fairness (kewajaran) seharusnya menjadi faktor pendorong untuk memonitor dan memberikan jaminan perilaku yang adil kepada masing-masing karyawan/pegawai. selain itu, perusahaan seharusnya memperlakukan karyawan sebagai aset yang dapat memberikan kontribusi lebih bagi perusahaan, dengan kepuasan karyawan terhadap perusahaan, tidak menutup kemungkinan bagi karyawan untuk memberikan yang terbaik bagi perusahaan dan tak hanya itu, karyawan juga memiliki peran penting dalam perkembangan bisnis perusahaan sehingga sudah sewajarnya karyawan menerima hak sesuai dengan kontrak kerja yang telah disepakati antara pekerja dengan pemberi kerja.
Sehingga untuk tetap dapat menerapkan Good Corporate Governance sudah sepatutnya perusahaan mempertimbangkan ketentuan yang berlaku dan mengutamakan hak serta kepentingan karyawan. Contohnya dengan melakukan kesepakatan dengan karyawan dengan membuat komitmen bersama yang jelas.
Opini ini dibuat oleh:
Anggi Pernanda Putra.
Reflien Aritonang
Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Riau
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H