Pendahuluan
Coronavirus Diseases 2019 atau yang lebih dikenal sebagai COVID-19 merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus SARS-CoV-2. COVID-19 resmi ditetapkan sebagai pandemi oleh Organisasi Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO) pada 11 Maret 2020 (WHO, 2022). Hingga 16 Agustus 2022, data dari Worldometers melaporkan lebih dari 500 juta orang di seluruh dunia telah terinfeksi COVID-19 dan 6,5 juta diantaranya meninggal dunia (Worldometers, 2022).
Indonesia menempati urutan ke-20 negara dengan jumlah infeksi COVID-19 terbanyak secara global dimana 6.286.362 juta penduduk Indonesia telah terinfeksi COVID-19 per 16/08/2022. Total angka kematian mencapai 157.247 jiwa dan jumlah kasus aktif berada di angka 52.278 dimana 2.771 merupakan kasus serius atau kritis (Worldometers, 2022).
Dampak pandemi COVID-19 tidak hanya menimbulkan korban jiwa tetapi juga menyebar ke kerugian material yang semakin besar dari waktu ke waktu. Dampak tersebut turut dirasakan dalam kehidupan sosial, ekonomi, dan kesejahteraan masyarakat luas (Kementerian Keuangan, 2022). Sektor ekonomi khususnya keberlangsungan pekerjaan dan pendapatan adalah salah satu sektor yang merasakan dampak besar pandemi. Data Kementerian Ketenagakerjaan per 20 April 2020 mencatat 2.084.593 pekerja dari 116.730 perusahaan terpaksa dirumahkan dan terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Hal ini disebabkan karena terjadinya penurunan produksi bahkan terhentinya proses produksi di sejumlah perusahaan (LIPI, 2020).
Dampak pandemi COVID-19 yang semakin meluas membuat negara dalam hal ini Pemerintah didesak untuk segera melakukan berbagai upaya guna menyelamatkan kesehatan dan perekonomian bangsa dengan fokus pada belanja untuk kesehatan, jaring pengaman sosial (social safety net), serta pemulihan perekonomian termasuk untuk dunia usaha dan masyarakat yang terdampak serta yang berpotensi menganggu ketahanan dan stabilitas sektor keuangan serta perekonomian negara (Kemenkeu, 2022).
Pemerintah kemudian menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun tahun 2020 sebagai payung hukum pelaksanaan vaksinasi. Aturan ini kemudian ditetapkan dan disetujui oleh DPR menjadi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan Untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan/atau Dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan. (Kemenkeu, 2022).
Salah satu upaya yang ditempuh oleh pemerintah untuk mengatasi masalah pandemi COVID-19 adalah melalui pengadaan dan pelaksanaan vaksinasi COVID-19. Pelaksanaan vaksinasi COVID-19 diharapkan mampu mencapai kekebalan kelompok (herd immunity). Ketika jumlah masyarakat yang divaksinasi telah mencapai proporsi tertentu dari suatu populasi, maka peluang terjadinya infeksi di populasi tersebut akan menurun. Negara-negara di dunia dan lembaga-lembaga internasional kemudian berfokus untuk menemukan vaksin COVID-19, membuatnya, dan memperbanyaknya hingga dapat didistribusikan ke seluruh negara-negara yang terdampak Pandemi COVID-19. (Kemenkeu, 2022).
Pengadaan Vaksin COVID-19 di Indonesia
Pemberian vaksin COVID-19 secara umum bertujuan untuk mengurangi transmisi atau penularan COVID-19, menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat COVID-19, mencapai kekebalan kelompok di masyarakat (herd immunity), dan melindungi masyarakat dari COVID-19 agar tetap produktif secara sosial dan ekonomi (Kemenkeu, 2022). Mengingat keberadaan Vaksin COVID-19 adalah untuk membentuk kekebalan kelompok di masyarakat, maka diperkirakan setidaknya 70% dari populasi masyarakat Indonesia atau setara dengan 182 Juta jiwa harus mendapatkan Vaksin COVID-19. Akan tetapi tidak mudah untuk melakukan pengadaan vaksin COVID-19 mengingat hampir semua negara terdampak COVID-19 memiliki prioritas untuk dapat mengakses vaksin COVID, ditambah lagi penyedia vaksin COVID-19 yang memenuhi kualifikasi masih terbatas (Kemenkeu, 2022).
Sistem Pengadaan Vaksin COVID-19 merupakan bagian dari Sistem Pembangunan Kesehatan Nasional dan Daerah. Mengingat pandemi adalah keadaan darurat yang membutuhkan penanganan segera, maka proses pengadaan harus dilakukan secara cepat, akan tetapi juga harus tepat dan sesuai aturan yang berlaku. Pengadaan vaksin COVID-19 di Indonesia dilakukan melalui tiga cara. Pertama, mengembangkan vaksin COVID-19 Merah putih secara mandiri di dalam negeri, kedua menjadlin kerjasama bilateral, dan yang ketiga melakukan kerja sama multilateral dengan lembaga internasional (Kemenkeu, 2022).
Pengembangan Vaksin COVID-19 Indonesia diberi nama Vaksin Merah Putih yang dilakukan di bawah koordinasi Badan Riset Nasional yang berkerjasama dengan enam institusi yakni Lembaga Eijkman Bandung, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Universitas Indonesia (UI), Universitas Gadjah Mada (UGM), Institut Teknologi Bandung (ITB), dan Universitas Airlangga (Unair). Pemerintah memprediksi izin edar vaksin Merah Putih dapat diperoleh pada akhir tahun 2021 dan mulai didistribusikan pada awal tahun 2022. (Kemenkeu, 2022). Akan tetapi, sampai bulan Agustus 2022 ini, izin darurat penggunaan vaksin merah putih belum diperoleh sehingga belum dapat didistribusikan secara luas (Liputan 6, 2022).