Father Hunger? Dunia sedang krisis ayah, ketiadaan sosok seorang ayah muncul karena stigma masyarakat memandang bahwa tugas ayah adalah mencari nafkah dan ibu mengurus anak di rumah.Â
Fenomena yang terlihat membuat tumbuh kembang anak tidak seimbang dan membuatnya merasakan ketidakhadiran sosok ayah yang menemani masa pertumbuhannya.Â
Hal ini juga berdampak pada psikisnya dari masa kanak-kanak hingga remaja, yang menyebabkan mereka kurang mampu mengungkapkan emosi, kurang mampu mengelola konsep diri secara psikis dan emosional serta kurang mampu mengambil keputusan sehingga menimbulkan perilaku dan sikap yang kurang ideal dimasa depan.
Budaya patriarki di Indonesia sudah menjadi tradisi sejak lama sehingga hal ini melekat kuat pada masyarakat yang menjadi penyebab kurangnya figur ayah terhadap pola asuh anak di Indonesia.Â
Hal ini menjadikan Indonesia disebut sebagai negara Father Hunger tertinggi ketiga di dunia. Istilah serupa juga dikenal dengan sebutan Fatherless, Father Deficit, dan Father Absence yang asing di telinga.
Namun, banyak orang yang mengalaminya yakni merujuk pada kondisi mental seseorang yang telah kehilangan figur seorang ayah dalam kehidupannya.
Dikutip dari laman TheHopeLine.com, Father Hunger adalah kurangnya perhatian dan cinta dari seorang ayah yang terjadi karena berbagai faktor seperti kematian, perceraian, minimnya peran ayah karena budaya patriarki, ayah abusive dan lain sebagainya.
Pada hakikatnya ayah memiliki posisi yang penting dalam kehidupan anak terutama pada anak perempuan yang cenderung lebih besar kehilangan peran ayah dibandingkan anak laki-laki.Â
Statement yang melekat kuat pada anak perempuan bahwa ayah adalah cinta pertamanya namun juga bisa menjadi luka pertamanya.Â
Ayah menjadi standard penentu bagi anak perempuan dalam menilai baik buruknya seorang laki-laki, ketika sosok ayah telah hilang maka akan menganggu peran gender dan kesejahteraan psikologis anak perempuan hingga dewasa.