"Sisa Hartaku", kalimat itulah yang menjadi sorotan mata pertama kali ketika menuruni jeep yang baru saja dinaiki. Perasaan yang mulanya riuh gembira seketika berubah menjadi haru saat hendak memasuki museum yang bertempat di Dusun Petung, Kecamatan Cangkringan, Yogyakarta ini.
Bak kaset lama, ingatan yang membekas pada tahun 2010 silam pun kembali berputar saat mendengar dan menyaksikan berita bagaimana dahsyatnya letusan Gunung Merapi yang menimbulkan awan panas, lahar dingin, dan abu vulkanik yang menyebar di beberapa wilayah seperti Sleman, Yogyakarta, dan Kabupaten Magelang.Â
Kejadian ini menjadi duka mendalam bagi Jogjakarta juga seluruh Indonesia. Bagaimana tidak, erupsi ini menelan korban tewas hingga kurang lebih 353 orang dan 800 korban luka-luka.
Ganasnya wedhus gembel yang menghantam perkampungan warga kala itu meninggalkan beberapa peninggalan yang sampai saat ini tersimpan dengan apik di salah satu tempat bernama Musem Sisa Hartaku.
Museum ini dibuat atas inisiatif warga lereng gunung merapi bernama Sriyanto beserta adiknya Widodo. Mengetahui sebagian besar harta benda mereka mengalami kerusakan parah akibat dari erupsi ini, tidak lantas membuat mereka membuang atau menjual bendanya begitu saja.Â
Mereka justru mengumpulkan sisa-sisa harta yang mereka kumpulkan di rumahnya yang rusak akibat letusan Gunung Merapi dengan tujuan untuk dapat mengenang kembali kejadian tersebut sekaligus mengenang keluarganya yang menjadi korban.
Lama kelamaan, sisa harta yang mereka kumpulkan justru memikat banyak orang untuk mengunjungi dan melihat-lihat barang-barang tersebut. Hingga akhirnya, banyak orang dari luar yang rela datang demi menelusuri benda-benda di museum tersebut. Museum ini akhirnya diberi nama Museum Sisa Hartaku karena sesuai dengan isinya yang berupa koleksi sisa-sisa harta korban dari erupsi.
Museum Sisa Hartaku dibuat secara sederhana dari sisa rumah yang terkena letusan bahkan sebagian besar temboknya sudah usang dan berhancuran.
innya yang sudah tidak berbentuk akibat awan panas yang menerpa saat itu. Menurut cerita setempat, kerangka ini merupakan empat kerangka sapi milik Mbah Wati yang merupakan Ibunda dari Sriyanto.
Pada bagian depan museum, nampak berdirinya dua buah kerangka sapi yang masih utuh dan juga potongan-potongan kerangka sapi laMemasuki ke dalam museum, terpampang cuplikan-cuplikan yang menggambarkan betapa ganasnya letusan gunung merapi saat itu. Dari cuplikan tersebut, kita dapat melihat bagaimana proses evakuasi korban erupsi, semburan abu vulkanik yang menghujani jalan, dan juga awan panas yang dimuntahkan Merapi saat itu. Cuplikan-cuplikan ini terbungkus rapih di dalam bingkai yang di pajang secara berbaris di dinding museum.