Â
Ada dua alasan mengapa saya memilih buku ini untuk dibaca hingga selesai.
Yang pertama, Danarto. Seorang seniman yang saya lebih dulu kenal melalui karya-karya gambarnya. Termasuk, gambar sampul buku "Kitab Omong Kosong" dari Seno Gumira Ajidarma pada edisi terbitan Bentang Pustaka. Menarik sekali untuk membaca tulisan dari Pak Haji Danarto, apalagi selama ini beliau hanya terbayangkan sebagai perupa gambar.
Alasan lain, "Menoreh Janji di Tanah Suci" sebuah memoar perjalanan ke Tanah Suci dari Pipiet Senja. Sebuah catatan personal yang melankolis antara hamba dan Sang Pencipta. Saya bermaksud membandingkan saja kedua buku ini dari sisi pengalaman personal penulisnya.
Tadinya, saya berharap bahwa ada buku lain yang berjudul 'Orang Madura Naik Haji', namun karena belum ditemukan maka tidak apa-apa orang Jawa dulu saja pikir saya. Danarto berhasil menuliskan karakter yang melekat pada orang Jawa dalam konteks peribadahan kepada Tuhan dan segenap sisi religiusnya. Saya juga menemukan banyak quote dan perumpamaan yang bagus, yang memang dilontarkan oleh Pak Haji Danarto dalam perjalanannya menuju Baitullah di Tanah Haram sana. Misalnya saja tentang mengapa para Haji dan Hajjah dilarang untuk memotong rambut, hingga mengeluarkan darah dan hanya memakai baju ihram saja, karena sejatinya kita ini milik Allah SWT dengan segala apa yang melekat dan akan kembali kepada Allah SWT jua.
Selain mengupas keseharian peribadahan haji musim 1983, saya juga menemukan bahwa pelaksanaak ibadah haji yang selalu dikoordinir oleh negara itu pada tahun tersebut memang dalam tahap-tahap tidak menyenangkan. Betapa dengan mudahnya pemimpin rombongan memungut uang pengganti biaya-biaya tak nampak dari para jamaahnya, ketersediaan toilet dan kakus yang sangat tidak mencukupi, fasilitas yang jauh dari kata cukup, hingga terbengkalainya kota Mina dengan segala hal yang tidak menyenangkan.
Untuk alasan non-teknis, buku ini memiliki banyak 'cacat minor' yaitu penggalan kutipan ayat suci Al-Qur'an yang banyak mengandung kesalahan tipografi. Saya tidak tahu apakah hal ini luput dari proses editing oleh editor namun yang tampak jelas bagi saya adalah kesalahan pembacaan OCR (Optical Character Recognizition) yang mengakibatkan typographical error semacam itu. Kesannya, buku ini hanya direpro dari buku cetakan lamanya dan itu sangat 'fatal' untuk buku karya penulis sekelas Pak Haji Danarto.
Beruntung, Pak Haji Danarto dengan latar belakang seninya mampu mengolah pengalamannya sedemikian rupa hingga kita tidak perlu merasa begitu jijik dengan keadaan kota Mina. Pak Haji juga piawai memikat pembaca dengan perbandingan yang dibuatnya sendiri ketika mengikuti umrah yang 'dibayarin' dengan umrah yang memang 'diniatin'.
Perjalanan menuju Tuhan adalah perjalanan sunyi setiap jiwa. Pak Haji Danarto telah mencapai Tuhannya disana dengan segenap rasa abdi yang teguh. Andai pun Pak Haji Danarto bukan orang Jawa, saya yakin beliau akan tetap menuliskan pengalamannya di negeri para nabi sana.
Judul     : Orang Jawa Naik Haji + Umrah