"Ideologi bukanlah konsep, melainkan praktik kehidupan sehari-hari itu sendiri." Hal. 89
Perdebatan wacana tentang sebuah kota selalu menarik untuk dibahas. Betapa keberadaaan sebuah kota bukan hanya soal nama saja, tetapi juga soal makna. Lebih jauh, soal keberadaannya secara historis, morfologis, dan sosiologis. Lalu, seperti apakah Jakarta dalam benak seorang Seno Gumira Ajidarma?
Apa yang SGA tulis disini tidak jauh berbeda dengan buku terdahulu, "Affair" dan "Kentut Kosmopolitan". Bagi yang akrab dengan "Surat dari Palmerah", bagian 'kesenian' buku ini mungkin sudah mafhum bagi anda. Gambar-gambar reproduksi dari produk budaya yang dihasilkan sepanjang sejarah perjalanan republik turut menghiasi bacaan ringan ini.
Obrolan ringan tentang Jakarta dalam buku ini dibuat ringan dan habis sekali baca. Maklum saja, buku ini adalah kumpulan tulisan SGA di "Affair", "Kentut Kosmopolitan", dan Majalah Djakarta! free mag. Walaupun begitu, muatan filsafat kental sekali dalam pembacaan. SGA mempertanyakan, pernahkah kita melihat tukang ojek mangkal di sekitar Menara Eiffel, Paris. Tentu sudah lumrah bagi kita di Jakarta kalau seorang eksekutif muda berlarian untuk mengejar ojek supaya tidak terlambat ikut meeting di gedung-gedung pencakar langit sepanjang Sudirman-Thamrin-Kuningan. Pertanyaan itu berlaku juga untuk hal-hal lain yang hanya ada di Jakarta. Contoh lain yang dekat dengan keseharian adalah dunia yang orang Jakarta buat dalam mobilnya sendiri. Ada ruang yang tercipta dalam kemacetan setiap hari. Pun, ketika bicara kesenjangan daerah dengan Ibukota dan gosip yang berkeliaran sepanjang hari di infotainment. Semuanya melekat dalam keseharian orang-orang Jakarta. Silakan menikmati tingkah polah manusia yang selalu berubah seiring berubahnya persepsi tentang dimensi ruang dan waktu mereka akibat tuntutan kehidupan perkotaan yang serba cepat dan tak memberikan waktu untuk berhenti sejenak. Tentang orang-orang modern yang tertipu dan terkungkung oleh modernitas yang mereka buat sendiri. Pembaca silakan nyengir, tertawa atau miris, menyaksikan semua hal yang hanya terjadi di Jakarta. Dengan demikian, pemaknaan suatu hal dan ideologi-ideologi yang menukanginya menandakan sebuah pergulatan wacana yang interkontekstual. Judul       : Tiada Ojek di Paris: Obrolan Urban Penulis    : Seno Gumira Ajidarma Penerbit  : Penerbit Mizan Tebal       : 210 hal. Tahun      : 2015 Genre      : Sosial-Budaya
Serpong, 28 Mei 2015.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H