Ekonomi biru, atau yang juga dikenal sebagai ekonomi laut atau ekonomi maritim merujuk pada pemanfaatan sumber daya laut secara berkelanjutan untuk peningkatan ekonomi, perbaikan kehidupan masyarakat, serta kesehatan ekosistem laut. Ekonomi biru meliputi beberapa sektor yaitu perikanan, akuakultur, pelayaran, energi, pariwisata, dan bioteknologi kelautan. Ekonomi biru berpotensi menurunkan angka kemiskinan dan pembangunan berkelanjutan yang saat ini menjadi perhatian dari berbagai pihak seperti pembuat kebijakan, akademisi, dan berbagai pemangku kepentingan.
Konsep ekonomi biru muncul sejak awal tahun 2000an ketika pembangunan berkelanjutan mulai memperoleh perhatian global. Indonesia sebagai negara maritim memiliki potensi besar dalam optimalisasi Ekonomi Biru. Pengembangan Ekonomi Biru bertujuan untuk menjadi sumber pertumbuhan yang berkelanjutan dan inklusif bagi Indonesia. Hal ini bertumpu pada keseimbangan pilar sosial, ekonomi dan lingkungan hidup. Pada awalnya, konsep blue economy hanya mencakup seluruh produk perikanan yang bernilai ekonomi, namun sekarang konsep tersebut meluas dan mencakup keberlanjutan ekosistem laut sebagai salah satu kontributor PDB terbesar di Indonesia. Keberlanjutan dalam blue economy tersebut mengintegrasikan triple bottom line dari pengembangan berkelanjutan, yaitu antara environment, social, dan governance. Penerapan blue economy di Indonesia saat ini, katanya, sudah mencatat peningkatan jika dibandingkan tahun sebelumnya. Ia memberi contoh salah satu bentuk dukungan yang diberikan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf), yaitu program desa wisata. Setiap desa di Indonesia diakomodasi untuk menggali ciri khas daerah masing-masing, yang berkontribusi dalam penerapan blue economy tersebut.Â
masih banyak tantangan terhadap penerapan blue economy di Indonesia. Pertama, eksploitasi sumber daya alam oleh nelayan yang melakukan penangkapan hasil laut secara berlebihan dan mengganggu ekosistem laut. Sehingga, perlu ada inovasi dalam menghasilkan produk yang optimal tanpa merusak lingkungan.
Kedua, permasalahan pangkalan data kinerja blue economy industri perikanan di setiap daerah yang belum memenuhi standar. Masih banyak pelaku industri yang berfokus pada hasil produksi untuk memenuhi kebutuhan perusahan pengolahan hasil laut. Ketiga, industri perikanan pada sebagian besar tiap daerah hanya dilakukan pada level usaha mikro kecil menengah (UMKM), sehingga volume produksinya masih bisa dikatakan cukup rendah. Kurangnya pengetahuan dan bahan baku yang masih sulit, menjadi tantangan dalam mengembangkan usaha hasil olahan laut masyarakat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H