Bully merupakan masalah serius yang masih terjadi di lingkungan sekitar, termasuk sekolah, tempat kerja, dan di dunia maya. Dalam esai ini, kita akan membahas bully ke buddy di lingkungan sekolah.
Bullying terjadi dalam berbagai bentuk, mulai dari pelecehan fisik, hingga bullying verbal dan siber. Selama periode 2016 - 2020, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) telah menerima aduan dari 480 anak yang menjadi korban bullying di sekolahnya dan berdasarkan catatan FSGI (Federasi Serikat Guru Indonesia) tercatat enam kasus tindakan perundungan atau kekerasan fisik serta 14 kasus kekerasan seksual di satuan Pendidikan pada dua bulan pertama tahun 2023.
Dampak dari pembullyan tidak hanya dirasakan oleh korban, tetapi juga oleh pelaku dan lingkungan sekolah secara keseluruhan. Bullying dapat merusak kesehatan mental, mengganggu proses belajar, dan menciptakan lingkungan yang tidak aman. Namun, untuk mencapai perubahan yang signifikan, diperlukan pendekatan yang melampaui sekadar menghukum pelaku. Melalui pendidikan dan kesadaran, narasi perundungan dapat diubah menjadi persahabatan yang mendorong inklusi, empati, dan pengertian.
Penting bagi kita untuk memahami akar permasalahan dan motivasi di balik perilaku bully itu sendiri. Pelaku melakukan pembullyan sebagai berikut. Ketidakamanan diri: Beberapa pelaku pembullyan mungkin merasa tidak aman tentang diri mereka sendiri, untuk mengatasi nya mereka akan mencoba dengan mendominasi orang lain agar merasa lebih baik tentang diri mereka sendiri.
Keinginan untuk memperoleh kekuasaan: Beberapa orang mungkin dengan merendahkan dan memanipulasi orang lain mereka mendapatkan kepuasan, dengan itu mereka merasa memiliki kekuasaan mengontrol orang lain untuk menjadi superior.
Dorongan untuk mengikuti teman-teman: Beberapa pelaku yang melakukan pembullyan sebagian besar berasal dari Kelompok atau geng. Mereka takut ditinggalkan bahkan mereka takut menjadi sasaran selanjutnya jika tidak mengikuti perilaku pembullyan dari kelompok mereka. Pengaruh lingkungan yang buruk: Lingkungan yang tidak sehat, seperti keluarga yang disfungsional atau teman sebaya yang terlibat dalam perilaku pembullyan, dapat mempengaruhi seseorang untuk menjadi pelaku pembullyan.
Kurangnya pemahaman tentang empati dan dampak tindakan mereka: Beberapa pelaku pembullyan mungkin tidak sepenuhnya menyadari atau memahami dampak negatif yang ditimbulkan oleh tindakan mereka. Mereka mungkin tidak memiliki empati yang memadai terhadap korban mereka.Perasaan tidak terkendali atau marah: Beberapa individu yang terlibat dalam pembullyan sulit mengelola emosi mereka sehingga mereka menggunakan tindakan pembullyan sebagai outlet untuk mengekspresikan kemarahan atau frustasi mereka.
Menurut Guru Bimbingan Konseling SMP Negeri 3 Selemadeg Timur, Bapak I Putu Agus Wira Pratama Guru BK memiliki peran penting dalam mengatasi pembullyan di sekolah. Mereka mampu memberikan pendampingan dan konseling kepada siswa yang terlibat dalam pembullyan, baik sebagai korban maupun pelaku. Selain itu, guru BK juga bertanggung jawab dalam mengembangkan program pendidikan dan kesadaran perundungan di sekolah, serta melibatkan siswa secara aktif dalam proses tersebut.
Lebih lanjut, Pak Wira menambahkan, “agar bully menjadi buddy pelaku harus menyadari tindakan mereka lakukan berdampak negatif dan menyakiti orang lain.” Tindakan mereka adalah kunci untuk memulai proses perubahan, dimana pelaku pada akhirnya akan meminta maaf kepada korban, dan dapat mengubah perilaku bully menjadi persahabatan yang positif dan konstruktif.
Perubahan bully menjadi buddy harus didukung oleh program program edukasi tentang bullying, membangun empati dan keterampilan sosial, dan mengembangkan hal hal positif. Misalnya sosialisasi di sekolah lewat bimbingan konseling, tutor sebaya yang difasilitasi oleh Guru BK, paraman atau pesantren kilat ketika musim liburan bekerjasama dengan guru agama, melakukan kegiatan berbagi dan gathering, dan bisa juga melalui kegiatan positif berupa sosialisasi di media massa seperti ILM (Iklan Layanan Masyarakat).