Kalau ditanya, orang cantik itu yang bagaimana sih? pasti representasi cantik menurut setiap orang adalah mereka yang memiliki rambut lurus, berkulit putih, hidung mancung dan mempunyai tubuh yang ideal. Stigma tersebut diperkuat dengan hasil survei ZAP Beauty Index yang menyatakan bahwa 73,1 persen perempuan di Indonesia menganggap definisi cantik itu harus putih, bahkan data lainnya juga mengungkapkan bahwa menurut 24,6 persen responden di bawah 18 tahun berpendapat bahwa memiliki kulit putih lebih penting dibandingkan merasa bahagia. Sangat memprihatinkan, mengingat masa remaja merupakan pencarian jati diri menuju tahap dewasa. Dikutip dari Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), standar didefinisikan sebagai ukuran tertentu yang dipakai untuk menjadi patokan. Sedangkan, kecantikan diartikan sebagai keelokan; kemolekan. Jadi standar kecantikan berhubungan dengan patokan ukuran keelokan atau kemolekan seseorang. Stereotip tentang standar kecantikan rasanya menjadi momok yang menakutkan yang mendegradasi jati diri dan menggerus rasa percaya diri bagi setiap kalangan perempuan.Â
Standar kecantikan di Indonesia bermula sejak tokoh pewayangan Ramayana popular (Titib,1998) yang melihatkan penggambaran tokoh Sinta istri dari Rama sebagai wanita yang memiliki kulit putih bercahaya. Memasuki zaman penjajahan bangsa Eropa dan Jepang, produk-produk kecantikan mulai diiklankan dengan mengikuti standar kecantikan mereka. Padahal standar kecantikan sendiri tak ubahnya hanyalah akal-akalan media karena media merupakan salah satu kontributor yang cukup berpengaruh dalam membangun standar kecantikan. Konstruksi media massa yang menanamkan bahwa cantik itu berbadan langsing dan putih. Tak hanya media, sekarang industri kecantikan juga ikut menjadi sumbangsih dalam menciptakan definisi kecantikan di masyarakat dan membuat masyarakat menjadi insecure dengan diri sendiri lalu industri kecantikan tersebut mengambil keuntungan dari insecurity masyarakat dengan menjual produk mereka. Ironisnya, masyarakat hanya menelan mentah -- mentah body image tersebut sehingga tak khayal banyak orang yang depresi dan tidak percaya diri karena tidak bisa memenuhi tuntutan terhadap standar kecantikan.Â
Di era digitalisasi saat ini, arus informasi tidak mengenal batasan-batasan. Salah satu yang menjadi perhatian ialah Korean wave. Korean wave merupakan istilah yang diberikan untuk penyebaran budaya populer Korea Selatan melalui produk-produk hiburan seperti musik, film, drama, dan pakaian secara global di berbagai negara, termasuk di Indonesia. korean wave dapat mempengaruhi penilaian kecantikan di masyarakat. Hal tersebut dapat dilihat dari tidak sedikitnya masyarakat Indonesia yang ingin mempunyai kulit dan badan yang sama seperti selebritis Korea Selatan dan menjadikan hal tersebut sebagai satu standar cantik di masyarakat. Padahal Indonesia terkenal sebagai negara majemuk atau heterogen yang memiliki berbagai macam suku bangsa, agama, adat istiadat, golongan, tak terkecuali etnis dan ras. Perempuan-perempuan Indonesia tidak hanya terlahir dengan kulit putih, tetapi ada juga yang terlahir dengan kulit kuning langsat, kulit hitam, kulit sawo matang, dan lain sebagainya.Â
Belakangan ini muncul kampanye body positivity yang mengajak sekaligus mendorong setiap orang agar lebih mencintai diri sendiri. Istilah body positivity muncul, tahun 1960-an dengan gerakan yang namanya 'Fat Acceptance'. Gerakan ini fokus untuk stop budaya 'Fat-shaming' dan diskriminasi orang berdasarkan ukuran atau berat badannya. Sampai akhirnya dibuat National Association to Advance Fat Acceptance tahun 1969. Dilansir dari sehataqua.co.id Body positivity adalah suatu istilah yang merujuk pada suatu penerimaan diri sendiri terlepas dari berbagai kekurangannya. Hal ini kemudian menjadi salah satu langkah dalam memerangi standar kecantikan yang melekat di tengah masyarakat, seiring dengan kesadaran akan mental health. Di Indonesia saat ini masih sangat jarang orang -- orang yang mensupport untuk berpikir positif terhadap tubuh sendiri yang akhirnya mental dan mindset kita jadi berpikir negatif.Â
Namun gerakan body positivity menuai pro dan kontra. Tidak sedikit orang-orang yang kurang setuju dengan gerakan body positivity ini. Sebagian orang menganggap bahwa body positivity merupakan toxic positivity. Mengapa demikian? Hal ini terjadi Ketika 'konsep' body positivity itu membuat kita cuma sekedar menerima saja, tapi kita tidak mau mengubah tubuh kita jadi lebih baik lagi. Toxic positivity sendiri adalah pola perilaku di mana individu atau lingkungan kerja mengedepankan kesan positif secara berlebihan, sementara perasaan negatif, stres, dan tantangan diabaikan atau ditolak Kita ambil contoh seperti ini, ketika ada perempuan yang memiliki berat badan gemuk, sejatinya jikalau berat badan tersebut tidak mempengaruhi kesehatan, standar kecantikan untuk menjadi kurus itu tidak diperlukan kalau hanya untuk dilihat dari nilai estetika. Namun akan beda jika case nya berat badan tersebut mempengaruhi kesehatan seperti obesitas maka bentuk body positivity di case ini adalah dengan melakukan perubahan agar lebih sehat. Menentang standar kecantikan yang tidak realistis (menjadi kurus) itu penting sekali tapi bukan berarti kita merayakan obesitas secara terbuka karena bertahan dengan gaya hidup yang tidak sehat.Â
Lantas bagaimana caranya agar kita bisa body positivity tanpa harus toxic positivity? Ada banyak cara agar kamu bisa mencintai dan menerima diri sendiriÂ
- Selalu ingat bahwa cantik tidak hanya fisik. Disaat kita menyadari hal ini maka kita akan lebih menerima diri kita sendiri.Â
- Menanamkan pola pikir positif. Dengan berpikir positif tingkat insecure pada diri akan jauh berkurangÂ
- Menjauhi dari hal-hal yang tidak membuat nyaman. Kita tidak bisa mengendalikan faktor dari luar namun kita bisa mengendalikan diri sendiri dari hal yang kita rasa membuat tidak nyaman.Â
- Fokus pada kesehatan diri. Bentuk cinta diri sendiri yang paling benar adalah dengan merawat kesehatan diri. Cukup dari hal kecil seperti istirahat cukup dengan hindari begadang, makan teratur, rajin minum air putih dan olahraga.Â
- Last but not least membiasakan mendengarkan kata kata afirmasi positif karena diri kita layak diapresiasi.Â
Masih banyak dari kita yang belum bisa menerima diri sendiri karena merasa terjerat dengan standar kecantikan yang dibuat oleh media massa, industri kecantikan bahkan konstruksi sosial, sehingga mengejar kata cantik menjadi sebuah perlombaan yang tiada akhir. Dengan adanya kampanye tentang body positivity ini, diharapkan agar masyarakat Indonesia lebih aware mengenai self love yang benar tanpa harus toxic positivity. Tidak ada yang salah dengan mencintai tubuh diri sendiri. Jika Bahagia dengan tubuh kita sekarang maka jangan pernah mengubah apapun hanya demi sebuah standar kecantikan namun apabila tubuh yang anda cintai tersebut ternyata membawa kesulitan bagi diri sendiri maka perubahan perlu dilakukan demi kesehatan. Masyarakat juga harus bekerja sama untuk menghancurkan konstruksi buruk mengenai standar kecantikan yang ada di dalam masyarakat demi menciptakan lingkungan sosial yang sehat. Hal tersebut dapat dimulai dari diri sendiri dengan cara untuk tidak menormalisasi konstruksi-konstruksi buruk tersebut.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H