Kapanewon  Kalasan menjadi salah satu daerah di Yogyakarta yang berhasil menyatukan para pelaku UMKM lokal dalam Forum Komunitas UMKM Kapanewon Kalasan. Berawal dari terbentuknya FORKOM UMKM Kapanewon Kalasan, kemudian ditunjuknya Aisah sebagai Ketua FORKOM UMKM Kapanewon Kalasan, dan pada akhirnya para pengurus merumuskan sebuah program Pasar Jumpa atau Pasar Jumat Pagi yang diadakan rutin selama seminggu sekali di Pendopo Kapanewon Kalasan. Berbagai macam makanan dan minuman tradisional yang diproduksi dari rumah akan berjajar di atas meja panjang dengan menawarkan harga yang miring. Meski menawarkan harga miring di tiap Jumatnya, para pelaku UMKM di sana merasa terbantu secara ekonomi dan semakin giat dalam mengembangkan produk UMKM lokal mereka. Pengembangan produk melalui program ini juga dilaksanakan sebagai bentuk inovasi baru dalam persaingan produk UMKM yang terjadi di Yogyakarta.
Di balik kesuksesan FORKOM UMKM Kapanewon Kalasan yang mampu menampakkan eksistensinya bahkan dalam event-event di luar FORKOM mereka, ungkap Eri Sundari (14/06/24), masing-masing dari pemilik Usaha Mikro Kecil dan Menengah ini memiliki latar belakang yang hampir sama, yaitu merintis usaha dari awal, kemudian berkumpul menjadi sebuah forum komunitas yang memiliki tujuan yang sama, dan melakukan dobrakan bersama untuk sebuah kemajuan.
Endang misalnya, merupakan seorang ibu rumah tangga yang memiliki usaha ayam goreng khas Kalasan yang bernama Ayam Goreng Bu Endang Dhuri. Usahanya ini yang termasuk ke dalam FORKOM UMKM telah memiliki perizinan NIB, HAKI, dan sertifikasi halal. Â Tidak langsung memiliki usaha stabil seperti saat ini, Endang yang telah mengabdikan diri untuk melanjutkan usaha sang ibu sejak tahun 2005 harus merangkak dari nol. Ketika ditanya bagaimana awal mulanya merintis ayam goreng khas Kalasan tersebut, Endang (14/06/24) menceritakan masa lalunya ketika masih awal-awal menikah dengan sang suami atau baru saja berumah tangga, "Dulunya saya cuma kerja di pabrik, tapi karena menikah akhirnya saya keluar. Karena resign itu saya akhirnya milih usaha sendiri. Biar bisa membagi waktu. Berbagai macam jualan saya tekuni, ada sembako, bensin, pulsa, tapi itu nggak ada turahan istilahnya malah saya tombok. Akhirnya sampai saya dengan suami nggak punya uang lagi. Kami pinjam uang, Mbak. 100 ribu dulu zaman 2005, saya beli 5 ekor, kemudian saya jual. Dulu door to door. Setiap ada orang lagi kumpul gitu berkelompok saya datangi sambil permisi. Adalah itu yang tanggapannya baik, sinis, dan ada juga yang sama sekali enggak jawab saya. Alhamdulillah ya Mbak, kalau sekarang udah dikenal banyak orang, terutama di Kalasan. Kalau inget pas awal merintis susah, Mbak."
 Berawal dari kenekatan dan etos kerja Endang, seminggu setelahnya Endang dan sang suami mendapat pesanan 7 ekor ayam goreng. Sebelum mendapatkan pesanan itu, ayam goreng Endang tidak mesti habis terjual sehingga Endang dan sang suami tidak tahu akan menyimpan ayam sisanya  di mana. Namun, setelah mendapatkan 7 ekor pesanan tersebut dan pesanan-pesanan lainnya, Endang bisa mencicil barang-barang untuk keperluan memasak, dessert box, dan penyimpanan daging termasuk sebuah kulkas.
Endang menjadi salah satu perintis produk UMKM lokal yang merasakan dampak positif dari adanya marketplace dan online shop. Awalnya produk ayam goreng Kalasannya terkenal dari mulut ke mulut saja. Namun, seiring dengan berjalannya waktu dan berkembangnya internet, banyak dari pelanggan-pelanggannya yang mengenal produknya dari maps ataupun marketplace-nya. Endang dengan bangga mengatakan, "Ketik aja Ayam Goreng Kalasan Bu Endang Dhuri nanti muncul yang pertama." Omset sehari saat ini bisa mencapai 1 juta. Sering Endang walau memiliki stok 50 boks di rumah, tetapi mendadak mendapatkan pesanan 200 sampai 250 boks dalam sehari.
Tak hanya Endang, Eri Sundari sebagai penjual aneka nasi tradisional dari FORKOM UMKM Kapanewon Kalasan juga jatuh bangun ketika membangun usahanya. Ia baru menjalankan UMKM lokal selama dua tahun belakangan. Awal mulanya ia mengikuti Pasar Jumpa di PKD. Harapannya ketika mengikuti Pasar Jumpa adalah supaya produk makanannya mampu bersaing dengan produk lainnya, mampu meluas dan berkembang sehingga dikenal oleh banyak orang yang bahkan jarang mengetahui produk-produk makanannya yang kebanyakan bukan makanan khas Jawa.
Beberapa produknya, seperti nasi liwet sunda, nasi kuning, bubur manado, pecel lele, dan ayam goreng tradisional yang ia kembangkan dijalankan seorang diri dan dijual dari rumah lewat mulut ke mulut dan via WhatsApp. "Dulu pas awal-awal itu saya kaget jujur aja. Biasanya cuma masak harian untuk orang rumah terus tiba-tiba ada orderan yang lumayan banyak dan mengharuskan saya memasak porsi lebih dari yang biasanya di dapur gitu ya. Tenaga dan lain-lain nggak ada yang bantu karena saya benar-benar seorang diri. Modal juga banyak yang harus saya keluarkan di awal. Pas ada pesanan banyak tuh, harus keluar modal banyak dulu juga. Saya bingung mau cari ke mana."
 Sundari mengatakan bahwa ia baru saja menutup salah satu marketplace-nya karena ia masih harus mengurus anak-anaknya. Maka dari itu, program Pasar Jumpa (Jumpa Pagi) menjadi tempat di mana Sundari mendapatkan banyak keuntungan dari sana. Selain untung, Sundari juga  merasa bersyukur sebab mampu melakukan sedekah Jumat. Katanya, "Kalau saya pribadi memang biasanya ikut Pasar Jumpa UMKM Kapanewon Kalasan pada dasarnya sekalian Jumat berkah. Kalau dijual di pasarannya sedikit lebih naik harganya, beda kalau di sini karena ya tadi kasarannya saya sekalian berbagi makanya harga saya miringin."