Mohon tunggu...
anggerprayekti
anggerprayekti Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa 23107030007 UIN Sunan Kalijaga

ENTJ-A | artistik | book | film | fotografi | desain | musik | menulis apa yang aku suka dan apa yang ingin aku bagikan

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Kembali ke Era 90-an, Mengapa Disebut The Golden Time?

3 Maret 2024   00:20 Diperbarui: 3 Maret 2024   00:20 704
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Freepik Free Download

Era 90-an menjadi masa yang sulit untuk dilupakan oleh banyak orang. Anak-anak muda yang lahir di  tahun itu atau besar sebagai remaja memiliki masa kecil yang kurang baik bila tumbuh saat krisis moneter berlangsung di Indonesia dan berbagai negara di Asia seperti Thailand, Korea Selatan, Hongkong, dan negara lain yang terdampak penurunan nilai tukar mata uang negara dengan dolar. Bahkan, Amerika pun merasakan adanya krisis ekonomi global tersebut.

Selain itu, era 90-an menjadi tahun kepemimpinan Pak Soeharto yang kontroversial karena masa jabatannya yang berulang kali dan memiliki kebijakan yang ditentang masyarakat sehingga para mahasiswa turun aksi untuk menyuarakan pendapat mereka, entah tentang banyaknya kasus kekerasan atau kriminalitas, ketidakadilan sosial, dan sulitnya mengekspresikan diri atau kebebasan berserikat serta berpendapat di suatu forum yang dianggap membahayakan pemerintahan.

Namun, di balik huru-hara itu, era 90-an ternyata sering dianggap sebagai "The Golden Time". Tak hanya anak 90-an yang mengatakan hal tersebut, anak-anak zaman sekarang juga banyak yang menggandrungi kesenangan yang muncul atau digemari di tahun itu seperti musik, fashion, bahkan buku-buku yang dulunya dilarang diedarkan dan mampu menyebabkan pertikaian antara mahasiswa dan pemerintah seperti karya-karya Pramoedya Anantra Toer, Che Guevara, dan Tan Malaka.

Memangnya, semenyenangkan apa sampai disebut sebagai the golden time?

Imajinasi Lebih Mendominasi Ketimbang Teknologi

Dulu, karena teknologi belum merajai dan menjarah hampir semua bagian dari kehidupan seperti sekarang, anak 90-an lebih mengandalkan imajinasi ketimbang teknologi. Sedari kecil mereka terlatih untuk kreatif secara mandiri sehingga memiliki tingkat imajinasi yang tinggi. Kalau zaman sekarang ingin membuat apa harus lihat tutorial di Youtube, Tik-Tok atau browsing di medsos lainnya, dulu anak 90-an bisanya coba-coba atau mengira-ngira. Karena keterbatasan informasi itulah mereka justru lebih imajinatif dan memiliki kemandirian yang pada zaman sekarang sulit untuk ditemukan terutama setelah maraknya penggunaan smartphone, internet, dan AI. Sering bahkan karena keterbatasan itu juga, mereka justru menemukan cara-cara baru yang tidak terpikirkan oleh orang lain.

Komunikasi Sulit Tapi Elit

Kalau sekarang komunikasi lancar jaya dan bisa 24 jam nonstop karena smartphone, anak 90-an lebih effort untuk berkomunikasi. Dulu, komunikasi jarak jauh adalah hal yang sulit karena hanya bisa dilakukan lewat telepon rumah atau telepon umum. Kalau anak 90-an tidak punya telepon rumah atau harus antre di telepon umum, mereka bisa pergi wartel. Namun, rasanya menjadi penuh perjuangan dan "elit" karena tidak semua orang mampu, apalagi untuk berkirim SMS lewat Nokia yang baru muncul pada tahun 1996. Ngalamat untuk orang-orang yang ngaret dan sering terlambat, kalau janjian tidak seperti sekarang yang bisa kirim chat OTW dan sampainya barengan di tempat. Kalau ada kendala di jalan, morat-marit pasti janjiannya.

Yang paling menantang adalah ketika anak 90-an mau PDKT lewat telepon rumah. Waswas sudah pasti takut Bapak gebetannya yang mengangkat telepon. Tambah susah kalau backstreet dan LDR, komunikasi jarak jauh ini mungkin terjadi lewat surat. Nah, surat yang dikirim lewat kantor pos ini juga kadang jadi ajang untuk koleksi perangko apalagi kalau punya sahabat pena. Karena untuk berkomunikasi masih sulit dan smartphone belum muncul, ada pun Nokia tidak semua punya, dulu Apel dan Blackberry hanyalah nama buah-buahan. Setelah penggunaan handphone menyebar dan muncul Blackberry sebagai smartphone pertama, komunikasi jarak jauh menjadi semakin mudah.

Generasi MTV dan Mixtape

Anak 90-an terkenal juga dengan musik-musik kerennya karena pada zaman itu banyak musisi populer yang bermunculan bahkan sampai saat ini karya-karyanya masih menjadi pilihan musik yang direkomendasikan untuk didengar. Kenapa generasi MTV? MTV adalah salah satu program musik di televisi yang paling popular di tahun 90-an dan salah satu budaya massa yang menggali counter culture Amerika. Ketika pertama kali ditayangkan, MTV berbagi video musik selama 24 jam sehari selama seminggu penuh. Bukan anak 90-an rasanya kalau tidak mengikuti MTV dan mengidolakan musisi-musisi yang ditampilkan. Selain MTV, anak 90-an juga sering me-record lagu yang diputar di radio dengan tape recorder agar bisa disetel berulang kali. Biasanya kalau sangat ingin me-record sebuah lagu, anak 90-an akan request lagu ke penyiar lewat telepon ke saluran yang mereka suka.

Generasi Tukar Menukar Benda

Selain mendengarkan musik yang bisa dijadikan hobi, tukar menukar benda juga anak 90-an lakukan untuk mengisi waktu luang. Stiker, tempelan, binder, atau apapun untuk koleksi biasanya akan ditukar dengan teman sampai-sampai sudah terbukti dari kegiatan tukar-menukar ini bisa jadi teman dekat, loh.

Generasi di Mana Permainan Tradisional Belum Dijajah Game Online

Yang paling bisa dirasakan oleh ibu-ibu saat ini adalah game online. Anak kecil menangis minta main malah dipegangi smartphone, maka lama kelamaan permainan tradisional yang berkembang di Indonesia seperti kelereng, petak umpet, gobak sodor, dan lain-lain di mana di setiap daerah yang memiliki keunikan masing-masing mulai tergerus globalisasi. Sangat disayangkan karena permainan tradisional ini mampu melatih motorik anak dan menumbuhkan nilai-nilai karakter yang baik.

Kebiasaan Nonton TV Berjamaah

Kasus yang hampir mirip dengan permainan tradisional.  Nonton TV berjamaah sudah jarang kita temukan lagi, berbeda dengan orang-orang yang hidup di era 90-an. Televisi adalah barang mahal yang tidak semua orang punya, padahal akses informasi dan hiburan yang ditampilkan dalan bentuk audio visual hanya ada di kotak ajaib itu. Bila di satu dusun hanya ada satu atau dua orang yang memilki TV, nonton TV berjamaah adalah solusi yang menjanjikan.

Generasi Sehari Jajan Seribu Cukup

Terakhir, sehari jajan seribu cukup. Walau era 90-an akhir ada krisis moneter, tetapi jauh dari hal itu, dulu semuanya serba murah dan enak. Soto 500 perak cukup, ada juga yang sudah dapat gorengan. Es the 300 perak, transportasi 200 perak, dan harga yang kalau dibandingkan dengan sekarang membuat kita ngelus dada.

Jadi pantas ya kalau disebut "The Golden Time"? Karena kebersamaan-kebersamaan tanpa smartphone di antara kita adalah sesuatu yang sangat berharga. Bicara empat mata tanpa terganggu chat Whatsapp, nongkrong ketawa-ketiwi tanpa melihat layar pipih, hujan-hujanan dan main di lapangan dari pagi sampai sore. Di balik minimnya teknologi ada banyak hal yang membuat anak 90-an mudah bersyukur dan pantang menyerah. Jika dilihat saja bagaimana mereka mendapatkan sesuatu dengan tidak "cuma-cuma" memang penuh effort dan rasa bahagia.

Menurutmu, bagaimana dengan era saat ini?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun