Mohon tunggu...
Anggelin Meike Qurnia
Anggelin Meike Qurnia Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Pascasarjana Kesehatan Masyrakat UGM

Saya merupakan lulusan sarjana Higiene Gigi, Universitas Gadjah Mada pada tahun 2022 dengan pengalaman magang dan kerja sebagai Admin & Front Office dan perawat gigi di beberapa klinik gigi dan rumah sakit di Yogyakarta. Saya memiliki minat karir yang tinggi di bidang filantropis dan pelayanan publik. Saat ini saya sedang menempuh pendidikan Magister di Universitas Gadjah Mada

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Meningkatkan Kesadaran Publik tentang Bahaya Konsumsi Gula Berlebih: Urgensi Pelabelan Minuman Manis

30 Mei 2024   15:17 Diperbarui: 30 Mei 2024   15:31 98
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Penyakit diabetes menempati peringkat ketiga untuk penyakit mematikan atau silent killer di Indonesia setelah stroke dan jantung. Data International Diabetes Federation (IDF), menunjukkan bahwa terdapat 537 juta orang di dunia atau 1 dari 10 orang hidup yang dengan diabetes. Indonesia menempati peringkat kelima dengan jumlah penderita diabetes terbanyak di dunia yaitu sebanyak 19,47 juta orang. 

Menurut Direktorat P2PTM Kementerian Kesehatan RI (2018) jumlah penderita diabetes di Indonesia diproyeksikan mencapai 30 juta orang pada tahun 2030. Diabetes di Indonesia mengalami pergeseran tren dari penyakit yang dominan pada lansia dan dewasa, kini semakin banyak menyerang remaja. Penelitian telah menunjukkan adanya peningkatan persentase penderita penyakit diabetes melitus pada penduduk usia 15 tahun 2014 mencapai 30,4%.

Data Riskesdas (2018) menunjukkan bahwa jumlah penderita diabetes di Yogyakarta menempati peringkat kedua setelah DKI Jakarta, yaitu sebesar 2,4%. Salah satu penyebab utamanya adalah tingginya konsumsi minuman manis di kalangan remaja. Maraknya minuman manis yang dijual di pinggir jalan dengan harga murah harus menjadi perhatian khusus, terutama di daerah Yogyakarta. 

Fenomena ini dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti harga yang terjangkausehingga dapat menarik banyak konsumen terutama pelajar dan mahasiswa, lokasi yang strategis di dekat sekolah, kampus maupun jalan yang dilewati saat ke rumah atau kos. Selain itu, banyaknya varian rasa yang menarik mulai dari teh manis, boba, thai tea yang memiliki tambahan gula atau susu kental manis, serta pengaruh tren dan gaya hidup karena anak muda cenderung mengikutinya. Namun, peningkatan konsumsi minuman manis yang mengandung kadar gula yang sangat tinggi berpotensi meningkatkan risiko obesitas, diabetes tipe 2, dan kerusakan gigi.

Kementerian Kesehatan melalui Permenkes Nomor 30 Tahun 2013 merekomendasikan konsumsi gula per orang per hari yaitu tidak lebih 10% dari total energi atau setara dengan 4 sendok makan atau 50 gram per orang per hari. Namun, kenyataannya, satu botol atau kaleng minuman manis dapat mengandung hingga 54 gram gula atau setara dengan 13,5 sendok teh gula. 

Jumlah ini jauh melebihi rekomendasi harian dari Kementerian Kesehatan, sehingga penting bagi masyarakat untuk lebih cermat dalam memilih alternatif minuman yang lebih sehat. Peningkatan kesadaran masyarakat melalui kampanye kesadaran publik dapat memberikan dampak positif yang signifikan dalam mengatasi masalah kesehatan terkait konsumsi gula yang berlebihan dan mengurangi prevalensi diabetes.

Negara Meksiko, telah menerapkan pajak sebesar 10% pada minuman manis dan label peringatan. Hasilnya didapatkan adanya penurunan 7,6% konsumsi minuman manis dalam dua tahun pertama. Negara lain seperti Chile dan Inggris juga telah menerapkan kebijakan yang serupa dan mendapatkan hasil positif dalam penurunan konsumsi minuman manis. Mahasiswa FK Ubaya juga telah mengadakan kampanye stop konsumsi gula berlebih pada tahun 2022. 

Kampanye tersebut memuat himbauan kepada masyarakat untuk mengurangi konsumsi gula dan lebih banyak mengonsumsi buah, sayur, menghindari rokok, dan melakukan okah raga rutin 30 menit per hari. Hal ini dapat diterapkan juga di Yogyakarta yang mana banyak sekali perguruan tinggi sehingga memiliki potensi untuk melibatkan mahasiswa dalam kampanye serupa.

Kebijakan pemerintah yang mendukung adanya pelabelan minuman manis sangat penting. Dalam hal ini, pemerintah harus mengeluarkan regulasi yang mewajibkan produsen minuman untuk mencantumkan informasi yang jelas tentang kandungan gula dan risiko kesehatan pada label produk mereka. Label peringatan ini dapat membantu konsumen memahami bahaya minuman manis dan mendorong mereka untuk memilih minuman yang lebih sehat. 

Selain itu, pemerintah juga dapat mempertimbangkan pembatasan penjualan minuman manis di sekolah dan area publik untuk mengurangi akses remaja terhadap minuman tersebut. Adanya langkah-langkah ini, diharapkan masyarakat lebih sadar akan bahaya konsumsi gula berlebihan dan lebih bijak dalam memilih minuman manis yang dikonsumsi, sehingga prevalensi diabetes di Indonesia dapat berkurang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun