Mohon tunggu...
Angga Yuda Pradana
Angga Yuda Pradana Mohon Tunggu... pegawai negeri -

belajar memahami hidup

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Justice for Atik

12 Oktober 2013   23:26 Diperbarui: 24 Juni 2015   06:37 1493
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1381594889732858942

[caption id="attachment_294203" align="aligncenter" width="300" caption="Buku Justice for Atik"][/caption]

Perasaan sebal, kesal, dan geram selepas saya menyelesaikan membaca buku yang berjudul Justice for Atik. Ketika keadilan menjadi barang mahal dan langka di negeri kita tercinta ini. Ketika keadilan dipermainkan dan diperjualbelikan. Ketika dengan mudahnya seseorang dituduh menjadi pencuri bahkan pembobol bank. Buku yang menceritakan kisah nyata berdasarkan kronologis kejadian dari awal hilangnya uang di brankas PT. Bank Jatim senilai 850 juta dengan tuduhan kepada Atik yang tak mendasar sampai dengan perjuangan Atik bersama sang suami untuk menguak tabir yang sesungguhnya dari konspirasi busuk tersebut.

Atik adalah karyawati dari Bank Jatim Gresik yang bertugas sebagai koordinator teller. Awal mula kejadian ketika terjadi selisih pembukuan. Selisih pembukuan di akhir hari merupakan hal yang lazim dalam perbankan, bisa disebabkan salah hitung, salah bayar, pembulatan nominal uang, atau human error teller saat melayani nasabah. Jumlah selisih biasanya juga tidak terlalu besar. Akan tetapi kali ini terjadi perbedaan 850 jt antara pembukuan dengan fisik uang di brankas.

Kejanggalan raibnya uang di brankas bank menjadi perhatian kantor Bank Jatim Gresik saat itu. Beberapa karyawan dikerahkan untuk menelusuri hilangnya uang tersebut. Jika melihat sistem pengamanan bank maka hilangnya uang tersebut sangat janggal. Untuk menuju tempat dimana uang tersebut disimpan harus melewati tiga lapis pintu pengaman dan untuk membukanya harus memasukkan kode nomor kombinasi. Pintu pertama berupa besi setebal 25 cm seberat lebih dari 2 ton dengan nomor kombinasi dan kuncinya dipegang oleh seorang Personal Banking Officer (PBO). Pintu kedua berupa teralis besi tanpa nomor kombinasi yang kuncinya dipegang oleh Atik. Pintu ketiga merupakan pintu dari brankas seukuran lemari yang kuncinya dipegang oleh Penyelia Teller yang merupakan atasan langsung Atik. Dan untuk membukanya juga harus memasukkan nomor kombinasi. Sama sekali tidak ada kerusakan dari pintu-pintu tersebut selayaknya telah terjadi perampokan/pembobolan. Dan bagaimana pula Atik dapat membobol brankas tersebut sedangkan dia hanya memegang satu kunci dengan kunci lainnya berada di tangan yanag berbeda.

Atas kejadian itu pihak bank tak langsung melaporkannya ke kepolisian. Malah mereka meminta bantuan paranormal untuk mencari pencuri uang tersebut. Paranormal menyebutkan ciri-ciri dari pencuri tersebut dan menuduh Atik sebagai pelakunya. Anehnya pihak bank yang merupakan orang-orang terdidik percaya begitu saja dengan perkataan paranormal tersebut.

Saat sang suami mengetahui tuduhan keji tersebut ditujukan kepada istrinya maka sang suami segera mencari kebenaran yang sebenarnya. Berusaha mengumpulkan bukti-bukti pendukung bahwa ini merupakan sebuah konspirasi keji. Konspirasi dengan menumbalkan orang lemah dan tidak bersalah. Konspirasi yang ada sangkut pautnya dengan kondisi politik pada saat itu. Kondisi perpolitikan Gresik yang sedang memanas karena tengah terjadi pilkada putaran ulang antara pihak incumbent dengan lawan politiknya. Dan jamak diketahui bahwa jajaran direksi sebuah bank daerah pasti memiliki hubungan dekat dengan pejabat daerah setempat karena secara legal posisi komisaris bank daerah dipegang oleh pejabat setempat.

Usaha untuk mendapatkan keadilan dengan melaporkan kasus tersebut ke polres Gresik tapi tak kunjung mendapatkan kejelasan setelah setahun lebih melakukan pelaporan. Sampai dengan melaporkannya ke KPK akan tetapi belum terlihat tindak lanjut dari laporannya. Dan yang terakhir diceritakan adalah pengajuan gugatan perdata ke pengadilan negeri surabaya. Dan sekali lagi belum bisa mendapatkan keadilan yang diharapkan karena majelis hakim menolak gugatan tersebut dengan alasan gugatan tersebut masih prematur. Selama mencari keadilan hukum itu, pihak bank selalu melakukan lobi-lobi untuk mematahkan langkahnya.

Diceritakan pula bagaimana keluarga Atik harus bertahan hidup karena rekening di Bank Jatim yang berisi tabungannya selama ini diblokir oleh pihak bank. Atik juga hanya mendapatkan gaji sebesar 200an ribu perbulan karena diharuskan mengangsur selama 15 tahun untuk mengganti uang bank yang hilang. Hal yang dilakukan pihak bank tersebut sebagai pembenaran bahwa Atiklah pelaku pembobolan brankas. Suami Atik juga harus rela meninggalkan usahanya untuk lebih fokus dalam melakukan advokasi terhadap istrinya. Rumah dan mobil yang mereka miliki sampai terjual untuk menutupi kebutuhan mereka seharinya. Dan sekarang mereka tinggal di sebuah kontrakan dan tak tau sampai kapan.

Sampai saat buku ini diluncurkan belum ada kepastian hukum yang berpihak kepada mereka. Mereka belum menyerah dan masih terus mencari keadilan. Mencari kebenaran siapa di balik semuanya. Kemana sebenarnya 850 juta itu mengalir. Berharap terkuaknya siapa yang benar dan siapa yang bersalah. Walau mencari keadilan di negeri ini seperti mencari jarum dalam jerami tapi harapan itu masih ada. Semoga masih ada nurani para penegak hukum di negeri ini yang belum mati.

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun