Mohon tunggu...
Angga Yuda Pradana
Angga Yuda Pradana Mohon Tunggu... pegawai negeri -

belajar memahami hidup

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Itera, ITK, Semoga Semakin Berkembang dan Diperhatikan IPTEK di Indonesia

23 Mei 2014   06:59 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:12 263
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nature. Sumber ilustrasi: Unsplash

Indonesia memiliki 2 perguruan tinggi negeri yang khusus melahirkan sarjana-sarjana teknik yaitu Institut Teknologi Bandung (ITB) dan Institut Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya. Lulusan sarjana Teknik yang keumumannya disebut dengan Insinyur jumlahnya sangat sedikit dibandingkan seluruh lulusan sarjana di Indonesia. Rektor ITB Prof. Akhmaloka mengungkapkan bahwa hanya ada 7% insinyur dari total sarjana yang ada, serta hanya memiliki ITB dan ITS.

Diperlukannya lebih banyak lagi insinyur-insinyur di Indonesia untuk mempercepat pembangunan teknologi berbasiskan ilmu pengetahuan. Maka pada tahun 2012 didirikanlah dua institut teknologi lagi. Institut pertama didirikan di Sumatera dan yang kedua didirikan di Kalimantan. Institut yang didirikan di Sumatera dikenal dengan singkatan Itera, sedangkan yang didirikan dikalimantan disingkat dengan ITK.

Itera berafiliasi dengan ITB, dan menjadikan ITB role mode bagi pelaksanaan pembelajarannya. Sedangkan ITK mengambil ITS sebagai role modenya. Mahasiswa yang telah diterima di kedua perguruan tinggi tersebut saat proses pembangunan gedung pekuliahan masih berlangsung maka dititipkan terlebih dahulu di ITB dan ITS sampai dengan tempat mereka kuliah nanti siap untuk digunakan.

Berita gembira bagi mahasiswa Itera karena berdasarkan liputan Radar Lampung, tempat perkuliahan mereka yang berlokasi di desa Waygaih, Tanjung Bintang, Lampung Selatan itu telah rampung pengerjaannya dan kemarin pada tanggal 21 Mei 2014 dilakukan peresmian oleh Gubernur lampung, Sjachroedin ZP bersama dengan Rektor ITB Prof. Dr. Prof. Akhmaloka, Dipl. Biotech; wakil rektor ITB Bidang Riset dan Inovasi Prof. Dr. Wawan Gunawan; serta sejumlah pejabat daerah Lampung.

Sekarang dengan adanya 4 Institut Teknologi Negeri maka dapat menghasilkan lagi lebih banyak insinyur-insinyur yang pada nanti diharapkan memberikan darma baktinya bagi negeri ini. Lahir Habibie-habibie muda yang siap membangun teknologi Indonesia agar dapat berbicara lebih di dunia Internasional.

Riset dan pengembangan teknologi dalam negeri sudah seharusnya dikuasai oleh insinyur-insinyur pribumi. Mereka harus diberikan porsi yang lebih besar dalam rangka pembangunan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Semangat untuk membangun teknologi sebenernya telah berlangsung lama dengan lahirnya pesawat buatan anak negeri sendiri yaitu N-250 oleh Ir. Bj. Habibie. Era bangkitnya teknologi saat itu sempat terhenti kerena terbentur krisis ekonomi pada tahun 1997-1998 dan juga suasana politik sedang riuh kala itu. Semenjak itu aspek pembangunan teknologi kurang mendapat perhatian yang lebih dari pemerintah.

Industri-industri dalam negeri lebih suka menggunakan teknologi asing yang lebih ringan dari sisi biaya, perawatan, serta resiko dari pada melakukan riset dengan menggunakan teknologi dalam negeri yang tentu hasilnya tak langsung bisa dinikmati. Krena hasil dari riset terbut akan terlihat beberapa tahun kedepan. Diperlukan biaya yang tidak sedikit padahal teknologi itu segera akan digunakan untuk kepeluan pengembangan industri. Belum lagi risiko yang belum teruji. Sehingga logis bila teknologi luar negeri lebih diminati.

Sebenarnya peran pemerintah yang kurang menjembatani permasalahan ini. Seharusnya bisa dibuat regulasi yang memudahkan teknologi dalam negeri ini berkembang. Salah satunya adala reagulasi tentang bantuan pemerintah dalam pengembangan industri teknologi dalam negeri. Jika melihat kondisi sekarang ini, dilihat tidak ada kerjasama yang berkesinambungan antara industri dalam negeri dengan perguruan tinggi teknik secara kelembagaan. Para lulusan hanya dipersiapkan sebagai seorang sarjana yang nantinya akan melamar kerja sebagai pegawai di perusahaan-perusahaan tertentu bukannya sebagai pengembang riset teknologi layaknya seorang habibie.

Indonesia memiliki banyak insinyur-insinyur handal. Namun kurangnya perhatian pemerintah menyebabkan banyak ahli-ahli itu hijrah ke negeri lain. Contoh paling anyar adalah Ricky Elson dimana kemampuannya seharusnya bisa diberdayakan demi kemajuan industri motor listrik di Indonesia. Hanya perlu perhatian dan keseriusan lebih dari pemerintah yang saat ini terlihat hanya ribut dengan kepentingannya masing-masing. Bangsa ini sudah terlalu jauh tertinggal dari negara lain. Mau sampai dimana lagi tertinggal? Sudah saatnya bangun dari keterpurukan salah satunya dengan peduli akan pengembangan teknologi dalam negeri. Sumber daya kita semakin banyak dengan adanya keempat perguruan tinggi teknologi tersebut.

Harapan yang terakhir adalah siapapun kelak yang akan memimpin negera ini, salah satu urusan yang harus segera diselesaikan adalah menghilangkan ketergantungan teknologi asing dan mengoptimalkan kemampuan insinyur dalam negeri untuk mencetak Indonesia baru yang berteknologi tinggi. Sekali-kali negara lain dong yang tergantung dengan teknologi bangsa ini bukan kita terus yang tergantung dengan mereka.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun