Dunia pendidikan tidak bisa lepas dari perbincangan seputar Ujian Nasional (UN). Salah satu sistem pendidikan di Indonesia untuk menilai hasil belajar peserta didik. Pelajar mau tidak mau harus mengkuti proses UN jika ingin dinyatakan lulus. Perjuangan selama dibangku sekolah ditentukan selama hari-hari mengikuti UN. Jika tak bisa meraih batas minimal nilai yang ditentukan maka dipastikan tidak mendapat predikat kelulusan.
Walaupun pro dan kontra selalu mewarnai dilaksanakannya UN sebagai penentu kelulusan, namun tiap tahunnya UN masih digunakan pemerintah untuk menentukan parameter pendidikan di Indonesia. Berbagai alasan yang dipaparkan untuk menilai bahwa UN mengkebiri proses belajar dan hanya melihat dari hasil akhir tak digubris penentu kebijakan negeri ini. Pemerintah bersikukuh bahwa hasil dari UN tiap tahunnya selalu membaik dan dianggap tidak alasan yang kuat untuk mengganti sistem yang lain bahkan meniadakan UN. Sekali lagi hanya hasil akhir yang dilihat walaupun banyak bukti terjadi pelanggaran selama pelaksanaan UN.
Sudah menjadi rahasia umum bahwa selama pelaksanaan UN ditemukan berbagai pelanggaran, dari distribusi soal, pengawasan UN yang tidak sesuai standard operating procedure (SOP) sampai dengan pelanggaran yang dilakukan langsung oleh peserta UN seperti mencontek. Kejadian yang selalu berulang tiap tahunnya. Bahkan yang mencengangkan beberapa sekolah telahdengan sengaja membuat tim khusus “pensuksesan UN”. Tim ini bertugas untuk meluluskan peserta UN sekalipun harus menciderai etika profesinya sebagai pendidik. Seolah pemerintah menutup mata dengan semua kejadian yang ada. Selalu saja berdalih bahwa tingkat kelulusan selalu meningkat dengan rata-rata nilai yang meningkat pula, artinya pelaksanaan UN ini berhasil dan tak ada kendala bearti.
Baiklah jika semua dianggap tak ada masalah, persiapan, pelaksanaan sampai dengan hasil UN yang dianggapnya mulus-mulus saja. Tak ada pelanggaran, tak ada pula misi penyelamatan peserta UN dengan cara-cara yang curang. Anggaplah semua berjalan sesuai dengan aturan yang ada. Jika demikian halnya maka analisis pemetaan kualitas pendidikan yang keluar setelah dilakukannya UN dengan melakukan analisa terhadap nilai-nilai peserta UN seharusnya dapat ditindaklanjuti oleh pemerintah daerah setempat. Pemkot/Pemkab sebagai otoritas yang berwenang untuk menindaklanjuti hasil analisis tersebut segera melihat daerah-daerah mana saja yang masih kurang kualitas pendidikannya. Misalnya dari hasil analisis pemetaan kualitas pendidikan daerah X mendapatkan nilai yang kurang di mata pelajaran matematika, setelah dilakukan pengecekan ternyata daerah X tersebut kekurangan tenaga guru matematika, maka pemerintah daerah harus menempatkan lebih banyak lagi tenaga pendidik matematika di daerah tersebut, Selain itu diadakan pula pelatihan yang intensif bagi guru matematika di daerah tersebut.
Namun sayangnya hasil analisis dari pemerintah pusat tersebut sering diabaikan pemerintah daerah. Masih terdengar daerah ini kekurangan guru ini, daerah itu kelebihan guru, daerah ini nilai mata pelajaran A selalu kurang dsb. Jadi apakah hasil dari UN itu murni dari kerja keras semua elemen pendidikan yang dilakukan dengan jujur ataukah ternyata benar ada kecurangan di sana-sini tetap saja tidak ada perhatian yang serius untuk meningkatkan kualitas pendidikan di negeri ini.
Sebuah negeri akan dapat berbicara di mata dunia ketika putra putri bangsanya mendapatkan pendidikan yang layak. Bukan layak karena dia mampu mencari sendiri sekolah-sekolah swasta yang dapat dibayarnya dengan mahal karena beruntung orang tuanya kaya, tetapi layak karena memang selayaknya seluruh putra putri bangsa ini berhak mendapatkannya. Sangat jelas sekali kewajiban pemerintah ini merupakan amanat Undang-Undang Dasar 1945 yang tertuang dalam pasal 31 ayat (1) bahwa setiap warga negara berhak mendapat pendidikan yang kemudian ditegaskan pada ayat (5), Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk memajukan peradaban serta kesejahteraan umat manusia. Sehingga jika pemerintah tidak memberikan pendidikan yang merata dan layak maka pemerintah dengan sendirinya telah mengkhianati hukum dasar republik ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H