Mohon tunggu...
Putu Angga Wiradana
Putu Angga Wiradana Mohon Tunggu... Konsultan - Belajar, Berusaha dan Berdoa

Think Green World !!! Tat Twam Asi

Selanjutnya

Tutup

Nature

Menjaga Kesakralan Kawasan Suci Teluk Benoa, Bali

8 Oktober 2019   00:00 Diperbarui: 8 Oktober 2019   00:07 116
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nature. Sumber ilustrasi: Unsplash

Bali adalah salah satu destinasi pariwisata dunia yang dapat mengikat hati para wisatawan mancanegara. Bali menyuguhkan wisata budaya, adat istiadat dan spiritual yang dapat melebur menjadi satu kesatuan yang biasa disebut dengan Tri Hita Karana. 

Ajaran Tri Hita Karana tersebut merupakan dasar/fundametal manusia Hindu Bali dalam melakukan Dharma Bhakti persembahan tulus ikhlas atau biasa disebut dengan Yadnya.

 Tri Hita Karana merupakan tiga hubungan manusia yang dapat menuntun menuju dharma di dunia. Pembagian dari Tri Hita Karana antara lain Parhyangan : Hubungan manusia dengan Tuhan, Pawongan : Hubungan manusia dengan manusia dan Palemahan : Hubungan manusia dengan alam. 

Dalam artikel ini saya akan membahas hubungan ajaran Tri Hita Karana dalam menjaga kesakralan daerah Teluk Benoa, Bali yang selama 5 tahun terakhir ini konsisten diperjuangkan oleh Rakyat Bali pasca diterbitkannya PERPRES No.51/2014 oleh presiden RI ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono. 

Perjuangan rakyat bali ini bukan hanya semata untuk kepentingan masyarakat, tetapi juga kepentingan lingkungan hidup dan alam bali yang sudah lama diturunkan oleh para leluhur. Perjuangan rakyat bali yang tergabung di dalam ForBali (Forum Masyarakat Bali Menolak Reklamasi) Teluk Benoa yang di koordinator oleh I Wayan Gendo Suwardana sudah berjalan kurang lebih selama 5 tahun, hingga kembali Menteri Kelautan dan Perikanan RI, Susi Pudjiastuti menerbitkan Ijin Lokasi pada 29 November 2018 kepada Investor yang dapat menjadi acuan hukum untuk mengajukan ijin pelaksanaan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) yang dapat diterbitkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).  

Penerbitan ini dianggap oleh masyarakat bali yang tergabung dalam ForBali bahwa Menteri KKP RI tidak pernah mendengarkan suara rakyat bali. 

Sebab, jika Menteri Susi tidak memberikan ijin lokasi, pada tanggal 25 Agustus 2018 masa berlaku dari ijin lokasi proyek reklamasi Teluk Benoa milik PT. TWBI sudah habis. Selain itu, proses AMDAL yang dilakukan oleh Universitas Udayana, Bali juga sudah pernah melaporkan bahwa proyek reklamasi ini tidak layak untuk dilakukan. Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya juga sudah pernah menolak tawaran kajian reklamasi teluk benoa ungkap Adi Soeprajitno selaku Ketua LPPM ITS pada 13 Maret 2016 (ForBali, 2016).

Analogis dengan alasan perjuangan ini, tujuan masyarakat bali dalam menolak pembangunan reklamasi Teluk Benoa yang masive dan penuh dengan drama ini adalah untuk menjaga keutuhan lingkungan Teluk Benoa yang awalnya berstatus Konservasi sebelum diubah menjadi Kawasan Strategis Nasional (KSN). Seperti yang dilaporkan oleh Baliexpress Denpasar pada 08 Oktober 2017 bahwa Teluk Benoa Bali memiliki badan hukum yang menyatakan bahwa berdasarkan keputusan Pesamuhan Sabha Pandita Parisada Hindu Dharma Indonesia No. 1/Kep/Parisada/IV/2016 tentang Kawasan Teluk Benoa aalah Kawasan Suci. 

Hal tersebut didukung oleh beberapa penelitian yang menyebutkan terdapat tiga sastra yang sudah menyebutkan bahwa Teluk Benoa Bali termasuk Kawasan Suci yaitu Babad Bhumi, Babad Tusan Tattwa Kalawasan Petak dan Pangrincik Babad. Sugi Lanus selaku peneliti menjelaskan sejarah keberadaan Pulau Serangan, Pura Sakenan dan Teluk Benoa yang terdapat dalam ketiga babad di atas. Selain itu, Kekawin Anang Niratha yang merupakan salah satu karya Dang Hyang Nirartha yang menceritakan perjalanan suci dan kekaguman dari Dang Hyang Nirartha terhadap keindahan alam Teluk Benoa, Pudut dan Sakenan. Kidung dalam Kekawin tersebut menjelaskan "Sebuah pulau besar agak dekat dengan pantai, dihadapannya ada muara sungai. Semua itu terlihat bagaikan burung Garuda yang lapar, yang tengah mencari amertha di gunung Somaka. Pulau itu dikelilingi oleh pulau-pulau kecil yang suci, disana-sini mellingkar, bagaikan pasukan para dewa yang siap menunggu kedatangan Garuda. Burung-burung terbang melayang-layang bagaikan panah para dewa yang dilepaskan. Dan aliran sungai bagaikan naga yang akan memagut. Penyu yang berenang kesana-kemari mencari makanan bagaikan cakra yang diputar, senjata yang menjaga tirtha amertha. Tirtha tersebut dijaga oleh Hyang Indra di depan gua sehingga tidak ada orang yang merusak. Bunga kepuh berwarna merah menyala bagiakan api brkobar-kobar meliputinya". pungkas peneliti. 

Kesucian dari Teluk Benoa juga dipaparkan oleh Danghyang Astapaka pada masa pemerintahan Dalem Waturenggong di Bali. Seperti yang sudah dilaporkan oleh Baliexpress Denpasar, Tim Peneliti Pemetaan Planologi Mahasiswa UNHI bahwa terdapat 70 titik suci teluk benoa. Lengkapnya dapat dilihat pada laman https://baliexpress.jawapos.com/read/2017/10/08/18238/ini-dia-70-titik-suci-teluk-benoa-tertuang-dalam-tiga-babad 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun