Saat ngopi di Cafe Patriot Gayo Arabica Caf Yogyakarta, saya sedang menikmati kudapan martabak Mesir dan mendengar dengan penuh ceria dan asyik, obrolan antara Prof. Irwan Abdullah (Founder IA Scholar/Guru Besar UGM) dengan kolega saya dari Malang yakni Gus Diny dan Pak Iwan. Obrolan singkat (sekitar 3 Jam) namun sulit diakhiri karena begitu banyaknya topik yang dibahas dengan ilmu yang tajam dan kaya perspektif itu, rupanya berhasil mengubah mindset hidup saya menjadi lebih memiliki tekad menjadi filsuf. Terasa aneh kah menjadi filsuf di era millennial dan new normal saat ini?
 Ada satu cuplikan obrolan yang menarik saat itu. Prof. Irwan Abdullah menguraikan filsuf dengan rinci dan menaksjubkan saya (seperti biasa) sedang menikmati martabak mesir yang dibelikan oleh Beliau, "Pada akhirnya manusia akan menjadi filsuf yakni orang yang selesai dengan dirinya," ungkap Prof. Irwan Abdullah dengan lantang. Di situlah manusia akan totalitas menjadi lebih bermakna dan bermanfaat. Ketika seseorang sudah menjadi filsuf maka hidupnya untuk dirinya selesai dan didedikasikan untuk orang lain, untuk kebaikan mereka, untuk kemanfaatan mereka.
Sudah menjadi rahasia umum ketika berdiskusi dengan Prof. Irwan Abdullah akan mendapatkan sebuah pencerahan. Baik itu yang bersifat keilmuan maupun cerita pengalaman empiris beliau ketika berada di suatu tempat maupun peristiwa tertentu. Namun ada satu ledakan besar dari secuil kalimat Prof. Irwan Abdullah tadi mengenai bagaimana seseorang yang sudah banyak ilmunya, harus bisa menjadi filsuf. Di atasnya orang berilmu itu ya orang bijaksana.
Setidaknya dari obrolan kecil itu, saya mengambil kesimpulan, orang yang terpanggil dan menjadi filsuf ialah orang yang memiliki kesejahteraan lahir dan batin yang kuat sehingga tidak ada kepentingan lain dari dirinya untuk merebut hak orang lain. Meskipun Profesor Irwan Abdullah tidak dikenal sebagai tokoh agama namun dari komentar yang diucapkan oleh Gus Diny, salah satu teman yang hadir di obrolan kecil itu dan mengerti betul ilmu agama dan tasawuf, dikatakan bahwa semua kalimat, kata, uraian yang terlontarkan dari Prof. Irwan Abdullah merupakan kumpulan hikmah dan ajaran yang tertera dalam Alquran, hadis maupun dalam kitab-kitab turats keagamaan namun dibahasakan dengan bahasa akademik yang tinggi namun tetap down to the earth, sangat membumi.
Bagi saya tokoh, seperti Profesor Irwan Abdullah ini adalah sosok yang langka dan harus selalu digali gagasan, pemikiran maupun segala tindakan beliau sebagai sumber inspirasi yang harus bisa diwariskan dan dinarasikan. Hal itu penting dilakukan agar segala petuah Beliau menjadi abadi dan dapat diteladani dan dipelajari.
Bagi seseorang yang awam, menjadi filsuf mungkin sekedar omong kosong di siang hari. Namun kita, setidaknya harus bisa menangkap pesan penting dari itu semua. Bahwa diri kita yang kecil, diri kita yang lemah, diri kita yang tidak memiliki kapasitas apapun, harus bisa bercita-cita menjadi seorang filsuf dalam lakon pewayangan /perannya masing-masing. Kita menjadi filsuf untuk diri kita sendiri. Kita menjadi filsuf untuk keluarga kita sehingga semua yang kita lakukan memiliki arti dengan nilai keikhlasan yang tinggi dan memberi inspirasi bagi semua. Inti menjadi filsuf adalah kita harus menjadi bijaksana dari hari ke hari. Dengan mendedikasikan hati dan pemikiran hidup ke arah tersebut sebagaimana dimaksudkan Profesor Irwan Abdullah, maka menjadi filsuf adalah keniscayaan hidup yang dapat dihayati dan disebarkan kepada siapapun agar sepanjang hidup dihiasi kebijaksanaan dan keikhlasan.
Penulis: Angga Teguh Prastyo, M.Pd. Kerabat IA Scholar dan Dosen MPI UIN Maulana Malik Ibrahim Malang
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H