Covid 19, merupakan wabah yang berasal dari china. Dan menyebar ke seluruh penjuru dunia, tak terkecuali negara Indonesia. Covid 19, merupakan wabah yang mematikan, penyakit ini menyerang sistem pernafasan dan berakibat sangat fatal yang menyebabkan kematian. Dengan adanya wabah ini pemerintah membuat kebijakan (Pembatasan Sosial Berskala Besar) atau yang disebut PSBB. Kebijakan ini melarang adanya kegiatan atau pekerjaan yang menimbulkan keramaian.
   Hal ini sangat berpengaruh terhadap masyarakat yang dimana masyarakat terdiri dari beberapa kelas. Seperti kelas bawah, menengah, dan atas. Dari beberapa kelas menimbulkan beberapa  respon yang berbeda akan hal ini. Seperti kelas bawah yang kesusahan akan mencari nafkah untung makan sehari-hari, hal ini membuat rakyat kelas bawah keluh kesah dengan adanya PSBB hanya took yang berjualan kebutuhan pokok yang boleh buka itupun diberi waktu.Â
Begitu juga dengan rakyat kelas menengah yang bekerja sebagai karyawan dsb, ada yang di PHK. Pengurangan gaji, karena jam kerja dikurangi seperti di mall besar, meskipun tidak semua diperbolehkan took besar atau pabrik masi buka, hanya yang memiliki ijin saja dan itu sangatlah susah, jika tidak betul membantu negara. Lain hal dengan rakyat kelas atas mereka tidak perlu susah payah mencari uang.
   Disini kita juga harus mengerti, bahwa dibuatnya kebijakan PSBB adalah untuk mengurangi penularan wabah, agar tidak menambah korban yang meninggal. Hal ini harus dipahami oleh semua masyarakat, meskipun berbeda kelas juga berbeda rasa, penglaman, kesusahan. Tetapi kita harus berfikir panjang akan hal itu. Jangan menyalahkan pemerintah begitu saja kita harus memahami kebijakan dibuat pasti ada alasan dan maksud tertentu.
   Dan pemerintah juga memahami rakyat untuk menangani wabah covid 19 ini, dengan mengeluarkan biaya sebesar Rp. 405,1 Triliun. Hal itu menyangkut segala permasalah mengenai covid 19, 75 T belanja sector kesehatan, 70,1 T untuk intensif perpajakan dan kredit usaha rakyat, 110 T untuk perlindungan social, 150 T UMKM, dan cadangan 25 T untuk sembako.Â
25 t ini harus dimanfaatkan semaksimal mungkin, dengan memberikan kepada orang yang kesusahan, tidak kepada orang yang mampu. Saya melihat di daerah saya dan mendapat keluhan dari beberapa teman dan kerabat. Bahwa pembagian ini sangat aneh, dimana orang yang memiliki mobil, rumah masi beratap, kebutuhan menjamin yang mendapatkan sembako, mengapa orang orang yang kesusahan tidak mendapatkan sembako itu.
   Hal ini sangat disayangankan di tengah wabah ini banyak orang kesusahan mati-matian mencari nafkah, tetapi tidak mendapatkan keadilan. Dan pembagian sembako itu tidak terbagi secara rata dibagian daerah. Mungkin hal ini juga membuat jiwa atau emosi rakyat meninggi sehingga mengabaikan kebijakan tersebut dan tetap melakukan kegiatan seperti biasa. Tidak hanya sembako subsidi listrik dsb. Dan ditengah wabah ini masi ada pemerintah yang meminta di naikkan gajinya entah alasannya apa, jika memang itu pekerjaanmu lakukan tidak usah mengeluh. Jangan mengambil kesempatan dalam kesempitan.
   Hal ini terjadi seperti perbedaan kelas di teori marxisme, dimana rakyat bawah sengsara dan rakyat atas tetap Berjaya dan semakin bertambah. Tidak adanya keadilan yang menjamin.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H