Awal tahun 2022 keharmonisan umat beragama di dunia dicederai oleh sikap intoleran yang menimpa muslimah di India. Dalam video berdurasi sekitar satu menit yang tersebar di media sosial. Terlihat puluhan pria penganut Hindutva melakukan intimidasi terhadap seorang mahasiswi berhijab berusia 19 tahun di negara bagian Karnataka, India. Kejadian itupun viral di jagat media Internasional. Hal ini adalah dampak dari diberlakukannya pelarangan penggunaan Hijab bagi pelajar perempuan di beberapa sekolah dan perguruan tinggi di India. Mayoritas penganut Hindu ekstrim itu terprovokasi untuk ikut-ikutan menghadang siapapun pelajar yang memakai hijab agar tidak masuk ke lingkungan sekolah. Isu inipun mulai terpolarisasi hingga menimbulkan pertikaian antara pelajar Muslim dan Hindu di India.Â
Sejarah Pertikaian Muslim dan Hindu.
Tragedi kebakaran kereta di Godhra pada 27 Februari 2002 disebut-sebut menjadi awal polarisasi konflik antara umat muslim dan hindu di India. Kereta itu menyebabkan kematian 58 peziarah Hindu yang kembali dari Ayodhya. Kelompok Hindutva, sekte ekstrim agama Hindu, juga kepolisian Godhra menuding kebakaran itu adalah ulah kelompok Muslim yang marah akibat masjid Moghul yang berusia 500 tahun di Ayodhya dihancurkan oleh kelompok Hindu. Kerusuhan pecah setelah kebakaran kereta itu. Lebih dari 1000 orang Muslim mati dibantai di Gujarat. Dunia tersentak melihat kejadian itu. Namun, pada bulan Januari 2005, tim penyelidik khusus dari pengadilan India yang dipimpin oleh Hakim Agung Umesh Chandra Barnejee menyatakan hasil penyelidikannya bahwa kebakaran kereta di Godhra pada 2002 itu bukan ulah kelompok Muslim, melainkan akibat ketidaksengajaan yang terjadi di dalam kereta.
Yang menarik, pada tahun 2002, Gujarat tengah dipimpin oleh Narendra Modi dari partai Bharatiya Janata Party (BJP). Partai ini terkenal menganut paham Hindutva (Paham Hindu radikal) yang sering memarjinalkan kelompok Muslim. Narendra Modi dianggap meremehkan kasus kekerasan di Gujarat sehingga menyebabkan kematian 1000 orang lebih. Sekarang Narendra Modi menjadi perdana menteri India. Yang otomatis memegang kekuasaan penuh di India beserta negara-negara bagiannya. Di bawah kepemimpinannya, kelompok minoritas Muslim India kian terdiskriminasi.
Apakah berhak sekolah/perguruan tinggi melarang siswinya mengenakan hijab ?
Ternyata sekolah yang melarang penggunaan hijab itu hanya menjalankan mandat dari pemerintah India. Pada 5 Februari 2022 pengadilan negara bagian Karnataka, India mengeluarkan putusan pelarangan penggunaan identitas keagamaan di lingkungan sekolah. Putusan ini didorong pemberlakuannya oleh pemerintah yang didominasi partai Bharatiya Janata Party (BJP) pimpinan Narendra Modi perdana menteri India saat ini.
India diprotes warga Dunia.
Hingga isu ini mencuat ke kancah Internasional. Banyak tokoh, artis, aktivis, politikus, sampai atlet olahraga yang mengecam pemerintah India karena pelarangan hijab tersebut. Duta besar Amerika untuk Kebebasan Beragama Internasional, Rashad Hussain, berkomentar di akun twitternya,
"Negara bagian Karnataka di India seharusnya tidak menentukan kebolehan pakaian keagamaan. Larangan hijab di sekolah melanggar kebebasan beragama dan menstigmatisasi serta meminggirkan perempuan dan anak perempuan," sambungnya seperti dikutip dari Al Jazeera, Minggu (13/2/2022).
Atlet sepakbola dari tim Machester United, Paul Pogba, ikut prihatin dan mengecam dengan berbagi video di instagramnya berjudul: "Massa hindu terus melecehkan gadis-gadis muslim yang mengenakan jilbab ke perguruan tinggi di India".
Respon congkak pemerintah India.
Meskipun dunia Internasional mengecam kebijakan pelarangan hijab di India. Tampaknya pemerintah India enggan merespon hal itu dengan mengevaluasi kebijakannya. Juru bicara kementerian India, Arindam Bagchi, membalas komentar Duta Besar Amerika untuk Kebebasan Beragama Internasional dengan mengatakan, "Komentar bermotivasi tentang masalah internal kami tidak diterima,". Netizen dunia maya secara komunal menganggap hal ini sebagai penghinaan.
Salah seorang anggota Badan Legislatif di wilayah Karnataka juga memprovokasi agar menutup sekolah-sekolah yang mempelajari Al-Qur'an, bahasa Arab dan agama Islam. Dia mengatakan, sebagaimana terekam dalam video yang diunggah Instagram Al-Jazeera, agar semua orang yang ingin tetap mengenakan hijab pindah ke Pakistan.
Kemana Ajaran Mahatma Ghandi ?
Siapa yang tak kenal Mahatma Ghandi ? Sosok yang mendunia berkat kepiawaiannya menghentikan perang tanpa senjata. Ghandi adalah seorang pemimpin spiritual sekaligus politikus India. Dia memprakarsai gerakan Satyagraha untuk melawan kolonial Inggris. Satyagraha adalah gerakan masyrakat sipil tanpa kekerasan yang dipimpin oleh Ghandi. Dengan gerakan ini Ghandi sukses mengantarkan India menjadi negara merdeka pada tahun 1947.
Ada empat ajaran pokok yang digagas Ghandi yaitu Satyagraha, Ahimsa, Hartal, dan Swadesi. Semua ajaran Ghandi bermuara pada prinsip kedamaian dalam gerakan.
Ghandi menggambarkan Islam sebagai agama yang damai. Semasa hidupnya Ghandi berusaha menyatukan umat Islam dan Hindu dalam satu bingkai negara yang harmonis. Ghandi sadar bahwa umat Islam dan Hindu di India masih satu bangsa dan satu tanah air sehingga berpotensi mewujudkan kekuatan nasional yang dapat memperkokoh negara.
Sampai sini, kita bisa membandingkan bagaimana ajaran bapak perdamaian India Mahatma Ghandi dengan keadaan India saat ini. India saat ini dibawah kepemimpinan Narendra Modi dari partai BJP yang menganut Hindutva berubah menjadi negara fasis yang tak ramah bagi pemeluk agama selain Hindu.
Partai Bharatiya Janata Party (BJP) Sering Mengusik Keyakinan Umat Islam.
Pada 20 Februari 2022, Twitter menghapus sebuah postingan dari akun @BJP4GUJARAT yang mengunggah sebuah karikatur menggambarkan sekelompok pria berpakaian putih, berpeci, dan berjenggot yang identik dengan identitas agama Islam digantung beramai-ramai. Dalam caption postingan itu disebutkan bahwa karikatur tersebut dirilis untuk menyambut putusan pengadilan Ahmedabad atas 49 terpidana kasus pengeboman pada 26 Juli 2008 di Ahmedabad.
Postingan itu menuai reaksi keras dari netizen India dan dunia. Karikatur tersebut dinilai sangat provokatif dan dianggap sebagai seruan genosida serta tidak menunjukan sikap simpati terhadap kelompok muslim yang sedang mengalami kasus pelarangan hijab di India. Terlebih, penggambaran karikatur tersebut jauh dari realita. Karena para terpidana kasus bom itu tidak memakai peci, sementara di karikatur tersebut menggambarkan pria mengenakan peci. Seakan membawa pesan generalisir bahwa semua muslim layak digantung.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H