Bismillahirrahmanirrahiim
Banyak yang aku pertimbangkan sampai akhirnya aku putuskan untuk pulang ke kampung halaman. Bukan satu atau dua jam aku meyakinkan hati untuk mengambil keputusan ini. Bahkan tiga puluh menit sebelum akhirnya tiket pesawat dibayarkan, aku masih mencoba meyakinkan hati lagi dan lagi. Panjangnya pertimbanganku bukan hanya tentang bagaimana aku di rantau sendiri jika pandemi ini sampai hari raya idul fitri, atau tentang apa saja yang aku akan lakukan jika pulang ke rumah orang tua nanti. Tidak hanya tentang diriku saja. Tapi ada hal yang lebih penting yang membuatku berkali-kali menolak untuk pulang ke rumah. Yap, bagaimana jika aku adalah carrier? Ntah bagaimana aku bisa menutupi rasa bersalahku di depan para jiwa yang karenanya aku ingin selalu tersenyum jika aku adalah seorang carrier. Ini semua jauh dari kata hiburan, hanya karena aktivitas di kantor berpindah tempat kemudian berganti di rumah maka seolah menjadi liburan. Tidak sama sekali. Ada hal serius yang sedang terjadi. Mungkin sama serius dengan rasaku pada seorang yang disana. Disana? Dimana? Ntahlah, aku juga belum tau dimana tepatnya. Hahaha.
Hari kesebelas di karantina. Bosan? Jenuh? Ga sanggup lagi? Pengen ngapain lagi? Hehehe, aku terbebas dari rasa itu. Aku biasa saja, nyaman-nyaman saja, masih bisa bahagia dengan kondisi yang ada. Bukan, bukan bahagia dengan sebab kita #dirumahaja.
Aku tau banyak yang sepertiku. Menikmati masa-masa #dirumahsaja meski mungkin dengan aktivitas itu-itu saja. Sepertiku yang sebelas hari ini menjalani karantina mandiri. Muara semua kegiatanku di kamar. Hampir semua ku lakukan di kamar. Mengerjakan banyak pekerjaan kantor, membaca buku yang belum ku baca (berulang kali), menulis diary, bahkan bermain dengan kedua adikku saja aku di kamar sedang adikku di depan pintu kamar. Tak apa. Hanya empat belas hari saja. Setelah itu semoga bapakku tak memintaku memperpanjang masa karantina karena hari ini aku  cukup bandel. Hahaha.
Oiya, tumben sekali bukan hari ini aku memposting tulisan? Ntahlah, aku hanya merasa hari ini harus aku abadikan tak hanya di diary-ku saja. Karena sejak pukul 2.30 dini hari banyak rasa yang bercampur aduk di dada. Berhubung aku bukan pencerita yang baik, maka tak akan aku jelaskan rasa apa saja dan karena apa. Yang jelas, aku sayang sekali pada semua yang terlibat denganku di hari ini. Para pembaca tulisanku, para ibu yang menjadi partner-ku di kantor, teman-teman shalihah di grup "Gadis Rumah Autis Pusat", Komunitas Tahajjud Berantai (KUTUB), komunitas One Day One Juz (ODOJ), teman di grup "WFH dulu Sementaun RA Â Gunung Putri", yang ntah apa motivasi bapak kepala program Gunung Putri memasukkanku ke grup itu beberapa hari lalu. Ku lanjutkan, dua sahabat baik yang hari ini begitu menghibur, Novi dan Qori. Wah banyak jika harus aku sebutkan semua yang terlibat hari ini. Terlalu panjang. Aku seperti sedang flashback menulis ucapan terima kasih di lembar skripsi. Tapi sekali lagi, aku sayang sekali pada mereka semua yang terlibat di hari ini-ku, insyaaAllah karena Allah.
Hmm... Apalagi?
Terima kasih kepada kalian semua. Menjadi bagian hidup kalian yang selalu ingin menjadi orang yang lebih baik adalah salah satu rezeki yang aku begitu syukuri. Terima kasih kepada kalian semua. Betapa pun jauh aku dari kata baik tetap saja kalian menerima. Terima kasih kepada kalian semua. Untuk semua teladan dan nasihat untukku semakin baik setiap harinya. Terima kasih kepada kalian semua. Untuk semua. #alarmhati
Bengkulu, 07 April 2020
22:12 WIB
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H