Detik pada jarum jam di stasiun jakarta kota sudah bergerak ke arah pukul 5, tanda kehidupan ku mulai berjalan lagi setelah sejenak berhenti. Berjalan, menyapa ratusan bahkan ribuan raut wajah yang siap bertarung di dalam tubuhku untuk mencari sesuap nasi. Aku telah melayani mereka dalam beberapa generasi. Ada seorang ayah yang sudah menjadi kakek, anak yang menjadi seorang ayah bahkan teman-teman yang biasa menyapa ku sekarang, mungkin sudah melihat ku di alam lain. Ah, waktu terasa begitu cepat.
Banyak cerita yang aku dapat kan selama aku mengantarmu ke tempat tujuan, cerita suka sudah menjadi kegembiraan yang biasa aku dengarkan, kisah duka karena putus cinta bahkan cerita kejahatan dari mulai pencopet, perampokan dan pelecehan sering aku temukan saat bersama kalian. Pernahkah kalian ingat ketika salah satu calon presiden di tahun 2004 yang aku antarkan ketika beliau ingin berkampanye namun para pengawal nya jadi sasaran empuk para pencopet? Mereka yang ada di dalam tubuhku bagaikan masyarakat tanpa kelas, dari mulai pekerja kasar, manajer kantoran, abdi negara, dan pejabat negara ikut naik ke dalam tubuhku. Aku melayani semuanya tanpa ada perbedaan, hanya membedakan antara kaum ibu dan kaum bapak untuk mengurangi kejadian aneh yang dilakukan orang-orang kurang kerjaan dan perhatian.
Wahai sobat, aku tahu berat menjadi dirimu, setiap hari harus berjibaku dengan sesamamu. Aku merasakan itu di dalam tubuhku, kau bertarung berhimpitan demi mendapatkan ruang agar dapat tiba tepat waktu. Aku minta maaf ketika pendingin ruanganku tidak bekerja, aku tahu di sana pengap dan panas, sehingga peluh berjatuhan bahkan kadang ada yang sampai pingsan. Maafkan aku sobat, karena aku sering datang terlambat, sesungguhnya aku ingin untuk melayanimu tepat waktu tapi aku tidak punya kendali atas diriku. Masalah yang datang bertubi, dari gangguan wesel sampai gangguan persinyalan, aku kadang ingin bertanya, apa yang sebenarnya sudah kalian persiapkan, wahai pelaksana angkutan kereta yang terhormat? Manusia sering berkata kalau keledai tidak mau jatuh ke lubang yang sama, apakah pelaksana angkutan kereta yang terhormat itu bukan manusia? Ah entahlah aku tidak dapat mengerti keinginan mereka, apa yang mereka putuskan seakan benar dan kita harus pasrah menerima.
Aku ingat ketika rekanku kereta ekspres dihilangkan, padahal Bogor-Jakarta Kota bisa ditempuh dalam waktu 30 menit saja. Tentunya ini menghemat waktu dan tenagamu, dibanding sekarang yang membuatmu harus merasakan penderitaan bertahap dari satu stasiun ke stasiun lainnya . Aku juga tidak mengerti ketika teman-temanku yang biasa menyambutku di setiap stasiun bersama dagangannya diusir dan disingkirkan diganti oleh gerai-gerai sombong yang kadang menyilaukan mataku. Para pengamen dengan kreativitas dan suara merdunya yang dulu sering menemani sudah tidak ada lagi, saat ini suasana menjadi terasa sepi, hanya orang-orang sibuk dengan pemutar lagu pribadi dan dunianya sendiri.
Aku miris, bagaimana kabar anakmu yang kau tinggalkan bekerja ketika mereka terlelap dalam mimpinya, dan kau pulang ketika hari telah senja, kadang mereka sudah tidak lagi terjaga. Kamu rela meninggalkan waktu yang berkualitas dengan keluarga demi bekerja dan mandapatkan uang. Ah tapi seharusnya kamu tidak harus seperti itu, negara yang harusnya bisa melayanimu, memberikan pelayanan terbaiknya dan optimalnya terhadap dirimu. Agar kamu bisa bekerja dan baik dan memanfaatkan waktu bersama keluarga. Aku pernah membayangkan ketika ribuan orang yang aku dan teman-temanku angkut melakukan boikot, dan tidak mau berangkat bekerja karena pelayanan kereta yang tidak manusiawi. Berapa perusahaan yang akan lumpuh dan pelayanan publik yang terganggu?
Pernahkah kalian merasa dibela? Ketika para politisi berjuang sibuk atas undang-undang kesehatan dan kesejahteraan yang terkadang jauh dari angan-angan, juga tentang liberalisasi pasar dalam negeri yang mengundang perdebatan tanpa arti. Ketika para pengicau berpengikut ribuan dengan titel selebtwit bersemangat mengetik dengan tagar yang berisikan kampanye selamatkan binatang, galau karena putus cinta, dan hal “pop” lainnya, tapi jarang yang membahasmu, dan mendukungmu atau bahkan membelamu. Ketika para aktivis beralmamater berteriak tentang stop perdagangan bebas, dan berikan kesehatan berkualitas dan pendidikan berkualitas, tapi mengesampingkan terhadap penderitaanmu karena pelayanan yang tidak manusiawi. Di tengah hiruk pikuk korupsi dan perjuangan suksesi tahun ini, kalian tetap harus berjibaku di dalam tubuhku, bermandikan peluh tanpa keluh berusaha tiba tepat waktu. Meskipun orang yang berkuasa terhadap ku, seakan tuli terhadap nasibmu. Tetap semangat sobat ku, jangan patah semangat, tetap berjuang sepenuh hati, ada kalanya nanti, cerita herois mu hari ini akan jadi kenangan saat kau ceritakan ke generasimu selanjutnya di dalam tubuhku yang nyaman dan manusiawi. Salam.
Tulisan ini juga dimuat di anggaputrafidrian.wordpress.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H