Dampak secara ekonomi dari Covid-19 atau lebih dikenal dengan nama Virus Corona menjadi isu yang sangat besar seiring dengan meluasnya penyebaran virus tersebut diberbagai belahan dunia. Dampak ekonominya diperkirakan tergantung pada seberapa lama wabah tersebut berlansung, sehingga penanganan kesehatan perlu jadi fokus pemerintah disamping penanganan ekonomi negara, dengan harapan pemerintah tidak hanya fokus kepada persoalan ekonomi saja tertapi juga pada persoalan kesehatan agar tercipta keseimbangan antara keduanya.
Di Indonesia stimulus fiskal jilid 1 telah dikeluarkan pemerintah saat sebulum ditemukannya kasus Covid-19 mulai tanggal 25 Februari 2020, yang berisikan insentif bagi bidang pariwisata seperti pengurangan tarif tiket pesawat, pembebasan pajak hotel dan restoran selama 6 bulan di 10 destinasi wisata dan 33 kabupaten kota, tambahan anggaran bagi subsidi rumah masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) dan tambahan dana kartu sembako, dengan total anggaran sebesar Rp. 10,3 Triliun.Â
Namun stimulus tersebut tak lepas dari kritikan karena dinilai beresiko penyebaran Virus Corona (Covid-19) di dalam negeri dari turis mancanegara, seperti yang dilontarkan oleh Anggota Komisi XI DPR RI Anis Byarwati.
Baru-baru ini pemerintah melanjutkan dengan stimulus fiskal jilid II mulai tanggal 13 Maret 2020 yang berisi kebijakan untuk menopang aktivitas industri. Termasuk dalam paket stimulus fiskal yakni pembebasan pajak penghasilan (PPh) 21 untuk pekerja/karyawan, penundaan pengenaan PPh Pasal 22 bea masuk Impor, dan pengurangan PPh Pasal 25 penundaan angsuran pajak perusahaan sebesar 30% serta relaksasi restitusi Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Stimulus tersebut berlaku selama enam bulan untuk industri manufaktur. Dengan total perkiraan anggaran sebesar Rp. 22,9 Triliun.
Mengutip Liputan 6, Rabu (18/3/2020) Selain stimulus fiskal yang dikeluarkan pemerintah disamping itu pemerintah mengeluarkan kebijakan terkait Transfer Ke Daerah (TKD) dalam rangka penanggulangan Covid-19 dengan estimasi anggaran menacpai Rp 17,17 triliun. Yang pertama terkait dengan dirilisnya PMK No. 19/PMK.07/2020 berkenaan dengan Penyaluran dan Penggunaan Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum, dan Dana Insentif Daerah TA 2020 dalam rangka Penanggulangan Corona Virus Disease (COVID-19) dengan perkiraan anggaran sebesar Rp 8,6 triliun. Dan  yang kedua berkenaan dengan rilis KMK No. 6/KMK.7/2020 terkait dengan Penyaluran DAK Fisik Bidang Kesehatan dan Dana BOK dalam rangka Pencegahan dan/atau Penanganan Corona Virus Disease (COVID-19) dengan estimasi anggaran sebesar Rp8,5 triliun.
Sementara itu perlu adanya dorongan pemerintah untuk fokus pada penanganan kesehatan, karena dibuktikan dari kedua jilid kebijakan yang dikeluarkan dinilai hanya fokus pada upaya mempertahan ekonomi semata, sehingga perlu stimulus fiskal yang memprioritaskan proses penangan korban dengan status OPD, PDP, serta yang sudah postif terinfeksi Covid-19, mulai dengan Menyediakan Rumah Sakit rujukan, alat-alat medis, persedian stok obat dan tenaga medis yang mampuni. Serta memperluas dan meniningkatkan jangkauan Program Keluarga Harapan (PKH), Bantuan Lansung Tunai (BLT) serta bantuan pangan non tunai. Rekomendasi kebijkan semacam inilah yang nantinya dinilai dapat memberi benefit kepada golongan masyarakat ekonomi menengah kebawah, karna dinilai regulasi kebijakan Social Distancing yang belum lama ini diganti dengan Physical Distancing sangat berpengaruh singnifikan bagi masyarakat yang mendapat penghasilan hanya dengan melakukan perkerjan terlebih dahulu.
Sumber data :
katadata.co.id
m.liputan6.com
tirto.id
Oleh : Anggaharianto Ambar
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H