Mohon tunggu...
Angga Krista Ginting
Angga Krista Ginting Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

saya suka traveling

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Keunikan Kampung Cirendeu Sebagai Kampung Adat

9 Maret 2024   00:32 Diperbarui: 9 Maret 2024   00:35 116
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cireundeu berasal dari "pohon reundeu," yang banyak di kampung ini dan digunakan sebagai obat herbal. Kampung Adat Cireundeu di Leuwigajah, Cimahi Selatan, memiliki 50 keluarga atau 800 jiwa, sebagian besar bertani ketela. Masyarakatnya memegang teguh kepercayaan Sunda Wiwitan dan melestarikan adat istiadat. Mereka mengikuti perkembangan zaman namun tetap menjaga kebudayaan tradisional. Kampung adat ini memiliki tiga bagian hutan: larangan (untuk penyimpanan air), tutupan (untuk reboisasi), dan baladahan (untuk pertanian).

Angklung Buncis adalah alat musik yang penting dalam upacara Seren Taun. Dikembangkan oleh masyarakat adat Paseban, Angklung Buncis dinamakan demikian karena lagunya, yang juga disebut Buncis, memiliki makna "Budaya Urang Nurutkeun Ciri Sunda." Alat ini terbuat dari bambu hitam yang berumur 3-4 tahun, dimana bagian bawah sampai tengah bambu digunakan sebagai rangka, sedangkan bagian tengah sampai atasnya digunakan sebagai bahan utama. Di Kampung Cirendang, tradisi lain yang dijaga adalah Kecapi suling, degung, karending, seni tari, pencak silat, dan kesenian gondang.

Masyarakat Cireundeu mulai mengkonsumsi nasi singkong pada tahun 1918 sebagai bentuk protes terhadap penjajahan. Proses pembuatannya meliputi tujuh langkah, seperti kupas, cuci, parut, peras (selama dua proses), tumbuk, jemur, dan ayak. Tidak hanya umbinya, kulit singkong juga dimanfaatkan menjadi makanan hededemes atau pupuk. Sisa parutan kecil diolah menjadi tape. 

Proses penumbukan singkong menggunakan jubleg harus halus untuk menciptakan nasi yang enak, yang kemudian diayak sebelum diolah menjadi nasi, mie, brownies, cendol, dan lain-lain.

Kunjungan ke Kampung Cireundeu juga mengajarkan bahwa makanan adalah sumber kekuatan, dan menghargai padi bisa dilakukan dengan cara yang berbeda-beda, seperti menaruh padi di rumah sebagai simbol kesuburan, meskipun tidak mengkonsumsi nasi beras. 

Editor : Salsa Solli Nafsika M.Pd

Reporter : Angga Krista Ginting

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun