Kita semua tentu sepakat kalau membaca itu penting. Membaca memberi kita akses ke dunia pengetahuan, membantu mengasah keterampilan berpikir kritis, dan memahami realitas yang lebih luas. Dengan membaca, kosakata jadi semakin kaya. Kemampuan berkomunikasi pun semakin terasah.
Dari buku pelajaran yang mengajarkan ilmu pengetahuan hingga novel yang membawa ke dalam perjalanan emosional, membaca telah menjadi sarana untuk mengembangkan pemahaman tentang berbagai aspek kehidupan. Semua itu membentuk pikiran kita dan mempengaruhi bagaimana cara kita memandang dunia. Namun, kenapa begitu banyak orang merasa membaca itu berat dan membosankan?
Berat dan Bikin Ngantuk, Alasan Orang Sering Malas Membaca
Ketika bicara soal membaca, mungkin banyak dari kita yang merasa terintimidasi, terutama saat menghadapi buku-buku setebal lebih dari 500 halaman. Tidak peduli seberapa penting bahasan di dalamnya, tidak sedikit yang langsung menyerah, bahkan sebelum membuka halaman pertama. Bagaimana menyelesaikan buku setebal itu dan mencerna pengetahuan di dalamnya?
Saat membaca buku dengan bahasan yang berat, kita butuh usaha ekstra untuk mencerna dan memahami materi di dalamnya. Selain itu, kita juga dituntut untuk ekstra fokus. Semua itu membutuhkan energi yang besar. Bahkan, rasanya tidak butuh waktu lama sampai mata semakin sulit diajak bekerjasama hingga menyerah pada rasa kantuk yang melanda.
Tantangan konsentrasi bukanlah satu-satunya alasan di balik keengganan dan munculnya rasa kantuk saat membaca. Kehidupan yang semakin sibuk dengan jadwal yang padat juga membuat banyak orang merasa tidak memiliki cukup waktu dan cukup energi untuk membaca.
Seringkali, buku-buku yang menumpuk di rak hanya mengumpulkan debu karena kita merasa terlalu sibuk dengan pekerjaan, keluarga, atau aktivitas lainnya. Jadi meski haus akan ilmu pengetahuan dan kata-kata, kesibukan yang menumpuk membuat aktivitas membaca sebagai sesuatu yang harus dikorbankan.
Kalau Membaca itu Berat, Kenapa Banyak yang Suka Scrolling Media Sosial?
Ada fakta yang cukup menarik. Meski banyak orang berpendapat bahwa membaca itu berat, nyatanya banyak yang suka scrolling media sosial. Padahal, sebagian besar kicauan di media sosial itu hadir dalam bentuk teks.
Fenomena ini memperuncing isu tentang bagaimana preferensi kita terbentuk dalam dunia digital yang semakin berkembang. Terlepas dari pentingnya membaca, aktivitas membaca kadang-kadang terasa sebagai beban, sementara kicauan di media sosial tampaknya menawarkan hiburan instan dan interaksi sosial yang lebih merangsang.
Media sosial menyajikan informasi dalam bentuk yang lebih singkat dan terstruktur. Format seperti ini sesuai dengan tren pemikiran cepat saat ini. Tidak heran, kita sering menemukan diri kita terjebak dalam dunia "scrolling," di mana kita dapat dengan mudah memeriksa berita terbaru, melihat foto teman, atau bahkan menyaksikan video lucu dalam hitungan detik. Ini memberikan sensasi singkat kepuasan yang membuat kita terpaku pada ponsel kita.
Di sisi lain, buku memerlukan waktu dan dedikasi untuk membaca yang bisa jauh lebih panjang daripada sekadar menggulir layar ponsel. Pertimbangan inilah yang membuat banyak orang cenderung memilih "scrolling" di media sosial daripada membaca buku.
Membelokkan Rasa Kepo ke Arah yang Lebih Baik
Rasa ingin tahu atau yang sering disebut "kepo" adalah salah satu alasan utama kenapa begitu banyak orang tergoda untuk scrolling media sosial. Kita ingin tahu tentang apa yang terjadi pada kehidupan orang lain, perkembangan berita terbaru, atau gosip yang sedang hot. Namun, mengapa tidak memanfaatkan rasa kepo ini untuk mengejar pengetahuan yang lebih dalam tentang topik yang benar-benar kita minati?
Sebagai contoh, kita bisa memilih untuk membaca artikel atau buku yang membahas tentang topik yang benar-benar menarik minat kita. Ini bukan hanya akan memuaskan rasa ingin tahu kita, tapi juga mampu memberi wawasan yang lebih luas dan pemahaman yang lebih mendalam.
Rasa ingin tahu memiliki kekuatan yang luar biasa. Menariknya, kekuatan tersebut tidak memihak kepada siapapun. Kamu bisa mengalihkannya ke aktivitas manapun, termasuk aktivitas yang lebih bermanfaat.
Daripada hanya mengikuti gosip dan berita ringan di media sosial, kita bisa mencari materi atau buku yang relevan dengan minat kita. Apakah itu dalam bentuk buku non-fiksi, kursus online, atau lainnya, ada begitu banyak cara untuk menjadikan rasa ingin tahu sebagai tenaga pendorong untuk belajar.
Dampak Negatif dari Ketidakgemaran Membaca
Ketika seseorang tidak bisa menemukan kesenangan dalam membaca, dampak negatifnya bisa mempengaruhi berbagai aspek kehidupan. Salah satu dampak yang paling nyata adalah penurunan keterampilan bahasa dan pemahaman.
Membaca adalah cara alami untuk meningkatkan kosakata dan memperkuat pemahaman bahasa. Ketika seseorang jarang membaca, bahasa yang mereka gunakan menjadi lebih sederhana dan terbatas. Ini dapat mempengaruhi kemampuan berkomunikasi secara efektif dalam percakapan sehari-hari, maupun dalam konteks profesional.
Selain itu, ketidakgemaran membaca juga dapat membatasi wawasan dan pengetahuan. Ketika kita membaca, kita mendapatkan pengetahuan tentang berbagai topik, mendalami pemahaman tentang dunia, sejarah, dan masyarakat. Membaca juga membuka pintu untuk memahami perspektif orang lain dan mendapatkan wawasan yang lebih luas tentang berbagai topik.
Jika kita terjebak dalam lingkaran sempit minat atau tidak membaca sama sekali, kita mungkin melewatkan banyak kesempatan untuk memperluas wawasan kita. Akibatnya, kita mungkin tidak dapat mengikuti percakapan yang berkaitan dengan topik-topik tertentu atau gagal memahami konteks perkembangan terbaru.
Melepaskan Diri dari Rasa Berat dan Bosan saat Membaca
Rasa berat dan cepat bosan adalah tantangan yang umum dialami beberapa dari kita saat membaca. Namun, ada beberapa solusi bijak untuk mengatasi masalah ini.
Kamu bisa coba membuat rutinitas membaca yang terjadwal. Buat jadwal membaca setiap jam 5 pagi atau jam 9 malam. Cara ini bisa membantumu memprioritaskan membaca dan mengurangi kemungkinan terjebak distraksi.
Selain itu, pertimbangkan untuk mencari topik yang sesuai dengan minat atau topik yang relevan dengan apa yang biasa kamu hadapi sehari-hari. Ketika membaca sesuatu yang benar-benar dinikmati atau yang memiliki relevansi dengan pekerjaan atau minat pribadi, orang umumnya akan cenderung lebih termotivasi.
Pilihlah buku atau materi yang sesuai dengan tingkat pemahamanmu. Kalau kamu merasa buku yang dibaca terlalu sulit atau teknis, kamu mungkin akan merasa frustrasi. Sebaliknya, kalau kamu memilih materi yang sesuai dengan tingkat pemahamanmu, kamu akan merasa lebih percaya diri dan nyaman saat membaca.
Menemukan Kembali Kesenangan dalam Membaca
Dalam hidup, ada saatnya kita merasa membaca buku bisa jadi tugas yang melelahkan. Namun perlu diingat, membaca itu bukan sebatas sarana untuk belajar. Membaca juga bisa menjadi sarana hiburan yang cukup menyenangkan.
Untuk membangun kebiasaan membaca yang menyenangkan, kamu bisa mulai dari membaca novel ringan, atau novel apapun yang menarik perhatianmu. Sebagai permulaan, kamu juga bisa membaca buku yang menginspirasi dan memotivasi.
Buku-buku seperti ini mampu menghadirkan cerita-cerita yang menggetarkan hati, merangsang ide-ide, dan pemikiran. Lebih dari itu, buku-buku tersebut juga mampu menghidupkan kembali hasrat untuk membaca dan memberikan energi baru untuk menjelajahi dunia kata-kata.
Selain itu, ada baiknya juga untuk mengembangkan keterampilan membaca yang lebih mendalam. Baca buku dengan perlahan dan cermat, nikmati setiap kata, dan biarkan diri tenggelam dalam cerita atau informasi yang buku itu coba bagikan. Cara ini cukup membantu membangun kembali minat membaca.
Jangan lupa bahwa membaca juga bisa jadi sarana hiburan dan alat untuk membebaskan diri dari stres. Karena itu, jadikan waktu membaca sebagai momen untuk membuat pikiran lebih relaks dan melupakan segala bentuk kekhawatiran.
Petualangan Baru Dimulai dari Sini
Terlalu sering, kita terjebak dalam lingkaran sempit minat atau bahkan mungkin sampai pada tahap di mana kita sepenuhnya mengabaikan kegiatan membaca. Ironisnya, dalam pengabaian tersebut, kita mungkin tanpa sadar melewatkan berbagai kesempatan untuk memperluas wawasan dan menghidupkan kembali hasrat terpendam kita.
Membaca bukan hanya sekadar aktivitas intelektual. Membaca juga bisa menjadi sarana hiburan dan alat untuk membebaskan diri dari tekanan stres.
Ketika kita memutuskan untuk meresapi kata-kata yang tercetak di halaman, kita memberikan diri kita sendiri izin untuk menjalani perjalanan melintasi pikiran dan imajinasi penulis. Ini adalah momen di mana kita bisa melepaskan diri dari kerumitan dunia nyata, melupakan segala kekhawatiran dan kesibukan sejenak.
Dalam keheningan yang menyertainya, kita bisa menemukan kedamaian dan kebijaksanaan yang terkandung dalam setiap halaman. Membaca adalah kunci untuk merelaksasikan pikiran, membiarkannya berkeliaran bebas dalam lanskap cerita, dan mengembalikan kita pada keaslian dan keceriaan membaca.
Ketika kita memberi diri kita sendiri waktu dan ruang untuk membaca, kita mungkin akan menemukan kembali kesenangan yang mungkin telah terkubur dalam diri kita.
Kita dapat merasakan kegembiraan yang telah lama hilang dalam reuni dengan buku-buku favorit yang pernah kita nikmati. Ini seperti bertemu kembali dengan teman lama. Melalui buku-buku tersebut, kita dapat menjalani petualangan baru atau merenung tentang sudut pandang yang berbeda.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H