A.PENDAHULUAN
Sejak tahun 1998 dengan dimulainya era reformasi, bangsa Indonesia telah mengalami pergantian kekuasaan dengan dibayangi oleh kondisi yang tidak stabil sehingga terjadi perubahan konstitusi dengan diamandemennya UUD 1945 yang sampai sekarang telah mengalami perubahan yang keempatkalinya.Hal tersebut berdampak langsung kepada system pertahanan Negara Republik Indonesia yang awalnya menjadi satu kesatuan didalam Sistem Pertahanan Keamanan Rakyat Semesta (Sishankamrata) yang tergabung dalam kekuatan ABRI (Angkatan Bersenjata Republik Indonesia), setelah reformasi mengakibatkan perubahan pola pikir sehingga terjadi dikotomi makna antara sipil-militer, pertahanan-keamanan yang pada akhirnya berdampak dikeluarkannya Ketetapan MPR Nomor VI Tahun 2000 tentang pemisahan TNI-POLRI dan Ketetapan MPR Nomor VII Tahun 2000 tentang Peran TNI dan POLRI. Setelah disepakatinya konsesus politik tersebut berdampak pula pada kebijakan politik perundang-undangan, yaitu dengan dikeluarkanya UU Nomor tahun 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara, UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI dan UU No 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia, sehingga produk hukum yang telah dihasilkan tersebut dipakai menjadi acuan dalam mengatur pembagian peran, tugas dan wewenang TNI dan POLRI. Akan tetapi setelah lebih dari satu dekade masa reformasi berlangsung mulai terasa adasemacam indikasi kesulitan dalam mengimplementasikan berbagai regulasi itu, bahkan sampai tingkat tertentu implementasi regulasi regulasi itu menjadi macet karena disadari ada simpul simpul yang tidak bisa diurai hanya berdasarkan regulasi regulasi yang ada, untuk itu diperlukan membangun suatu kerangka kerja (frame work) guna membangun system yang terstruktur dan terintegrasi untuk menangani permasalahan seperti didalam kasus penanganan terorisme, perompakan di laut, pembajakan, radikalisme fanatik dimana ancaman tersebut sudah masuk kategori ancaman Non Militer, apakah untuk mengatasi ancaman tersebut hanya cukup ditangani oleh institusi kepolisian sebagai aparat penegak hukum yang didasari karena hanya melanggar Undang-undang, padahal jelas bahwa ancaman tersebut menyebabkan stabilitas keamanan nasional terganggu, bagaimana apabila dimasa yang akan datang tersebut terjadi pencurian data data rahasia Negara yang berisi peta kekuatan pertahanan Indonesia melalui pembobolan Server Komputer atau perusakan system jaringan on line perbankan BUMN (Mandiri, BRI, BTN dll) secara bersamaan yang diindikasikan dari luar negeri yang bertujuan untuk mengguncangkan perekonomian. Apakah penyelesaiannya juga hanya akan melibatkan institusi kepolisian tanpa melibatkan Kementerian Pertahanan dan TNI ? Padahal ancaman tersebut sudah jelas membahayakan kedaulatan Negara dimana diera globalisasi sekarang ini bicara kedaulatan tidak hanya ditinjau dari aspek wilayah/teritorial, akan tetapi juga menyangkut tentang kedaulatan ekonomi, politik, sosial, budaya, keamanan dll. Jadi untuk mengatasi ancaman yang membahayakan kedaulatan dan keamanan Negara bukan hanya domain polisi. Berdasarkan uraian tersebut diatas telah terbukti bahwa dengan adanya regulasi atau aturan aturan yang dibuat setelah reformasi yang menyebabkan perubahan pola pikir sehingga terjadi dikotomi makna antara pertahanan dan keamanan, ternyata belum bisa menjawab dan mengatasi adanya ancaman, gangguan, hambatan dan tantangan yang mengancam kedaulatan Negara, dengan adanya kelemahan dan kekurangan dalam penanganan untuk mengatasi ancaman yang membahayakan kedaulatan Negara tersebut dikarenakan kekeliruan didalam memahami dan mengartikan makna pertahanan dan keamanan itu sendiri sehingga seakan akan diartikan bahwa tugas TNI sebagai fungsi pertahanan hanya bertugas menjaga kedaulatan wilayah territorial dari ancaman militer yang datangnya dari luar, sedangkan untuk ancaman yang menganggu keamanan dalam negeri cukup diatasi oleh kepolisian. Padahal makna keamanan dalam arti luas (National Security) adalah usaha untuk menjaga, melindungi keutuhan wilayah dan kedaulatan Negara, sistem keamanandapat dibagi menjadi 3 tingkatan, keamanan warga negara (Human Security) merupakan hak setiap warga Negara untuk dapat perlindungan dan keamanan secara pribadi, keamanan masyarakat (public security) dan Keamanan Nasional (National Security). Ancaman yang dapat berakibat mengganggu stabilitas nasional (National Security) masuk dalam kategori ancaman non militer sehingga untuk menanganinya dibutuhkan lembaga yang terstruktur untuk mensinergikan dan mengkoordinasikan antar lembaga (TNI, POLISI, Pemda, Intelijen dan lembaga lain yang terkait). Sedangkan lebih dari satu dekade setelah reformasi sampai sekarang belum ada produk hukum khusus menangani ancaman non militer yang masuk dalam kategori membahayakan keamanan nasional, sehingga berakibat dalam tataran implementasi dilapangan terjadi kerancuan pembagian peran, tugas dan fungsi antar institusi, sedangkan di era globalisasi sekarang ini ancaman yang lebih dominan adalah ancaman non militer yaitu seperti Radikalisme, IllegalLogging, Perompakan, Pembajakan, Terorisme, Pencurian kekayaan alam di laut, Kejahatan Perbankan, cybercrime, dll yang langsung maupun tidak langsung dapat mengancam kedaulatan Negara karena dengan mudah dapat melewati batas batas territorial suatu Negara
B.KOMPLEKSITAS DAN POTENSI ANCAMAN NON MILITER
Tingkat ancaman yang dapat berpengaruh baik langsung maupun tidak lansung dengan pertahanan suatu Negara dimasa sekarang maupun dimasa yang akan datang akan semakin kompleks dan multidimensi, Tingkat ancaman tersebut dapat bersumber dari permasalahan Ideologi, politik, sosial, budaya, pertahanan, keamanan dan teknologi informasi. Ancaman berasal dari luar tersebut bukan lagi menggunakan kekuatan militerbersenjata/konvensional (Hard Power) yang sudah dianggap tidak efisien dan sering dianggap melanggar HAM, akan tetapi sekarang muncul cara baru yang lebih efisien dan efektif yakni dengan menggunakan cara cara non konvensional yakni keterpaduan kekuatan bersifat halus (Soft Power) dan kekuatan bersifat fisik (Hard Power) yaitu dengan menggunakan kekuatan baru yang lebih dikenal dengan nama Smart Power yakni menaklukan negara lain dengan cara dan strategi baru yaitu menggunakan kekuatan lain selain militer (non militer) contohnya dengan kekuatan ekonomi dan kemajuan teknologi dipakai sebagai alat untuk menguasai sumber daya alam suatu Negara tanpa harus menguasai wilayah/teritorialnya secara militer, jenis perang ini merupakan perang modern dan murah bila dibandingkan dengan perang konvensional akan tetapi dampak yang ditimbulkan sangat dahsyat dan fundamental karena dapat merusak sendi sendi kehidupan berbangsa dan bernegara, sebagaimana suatu bangsa akan hancur dengan sendirinya dikarenakan produk yang bersifat strategis seperti sumber daya alam ( energi, pangan) dan keuangan Negara tersebut telah dikuasai oleh asing, salah satu contoh :
- Dengan menggunakan kekuatan modal/financial sebagai senjata untuk menguasai sumber daya alam tanpa harus menguasai wilayah Negara tersebut, apalagi kedepan setiap Negara akan berupaya untuk mencapai ketahanan ekonomi, energy dan pangan. Cara perang kontemporer ini diindikasikan dilakukan melalui tahapan diawali dengan War of Perception untuk mengubah cara pandang suatu Negara yang acapkali dibantu oleh kepanjangan tangan (War by Proxy) tahapan berikutnya adalah peperangan legal (Legal Warfare) dengan tujuan eksploitasi politik, ekonomi suatu Negara sering dibantu oleh elit politik penguasa yang telah menjadi kaki tangan asing (komprador) dengan cara mengubah peraturan perundang-undangan bahkan konstitusi yang dianut agar sesuai dengan kepentingan mereka sehingga mereka dapat dengan mudah menguasai kepemilikan perusahaan strategis baik disektor telekomunikasi, perbankan, perkebunan dan lain lain sehingga Negara tidak mempunyai kedaulatan di wilayahnya sendiri yang secara tidak langsung dapat dikatakan negara telah dikuasai oleh pihak asing tanpa harus menggunakan kekuatan militer dikarenakan pihak asing telah menguasi sektor energi, keuangan dan pangan, sehingga percuma kita masih menguasai wilayah territorial akan tetapi sumber daya alam didalamnya telah dikuasai sepenuhnya oleh asing yang dilindungi oleh hukum international.
- Pesatnya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi informasi diera modern saat ini sangat mempengaruhi lingkungan strategis pertahanan Negara, bisa jadi kemajuan teknologi tersebut digunakan untuk menghancurkan dan melumpuhkan suatu Negara, jadiPerang sudah memasuki dimensi luas, termasuk perang dunia maya (Cyber War). Barack Obama adalah presiden Amerika pertama berpidato penuh tentang keamanan dunia maya, Mei 2009 Obama menekankan ketergantungan Amerika pada jaringan computer yang mengatur suplai minyak, gasbumi, listrik, air, penerbangan dll. Serangan terror sudah berkembang tidak hanya dari militan yang meledakan diri (bom bunuh diri), tapi lewat kombinasi didepan computer dengan melatih pasukan khusus yang hanya terdiri kurang lebih 10 Hacker piawai bisa mengakibatkan kerusakan tiadatara sehingga akhirnya banyak Negara juga mengembangkan kemampuan menyerang dan bertahan di dunia maya (Cyber Defence)
Ancaman yang menggunakan teknologi dan informasi salah satunya untuk penggalangan masa melalui dunia maya (Twitter, Facebook.) yang dapat mengganggu kehidupan berbangsa dan bernegara seperti penggulingan kekuasaan, menyebabkan permasalahan pertahanan Negara menjadi sangat kompleks. Guna menghadapi ancaman yang semakin berkembang dan multidimensi tersebut maka penanganannya tidak dapat dilakukan secara konvensional, tetapi untuk mengatasi dan penanganannya pun juga harus dengan cara cara non militer dan harus dilakukan secara komprehensif, dengan kekuatan pertahanan yang terintegrasi bertumpu kepada seluruh potensi Sumber Daya Nasional yang dimilikididukung kualitas Sumber Daya Manusia yang tinggi Seperti yang disampaikan oleh Menteri Pertahanan pada saat menjadi Keynote Speech pada seminar nasional Komponen Pendukung Pertahanan Negara tanggal 28 April 2011 di Kementerian Pertahanan RI.
Oleh karena tingkat ancaman yang semakin berkembang dan multi dimensi tersebut, menyebabkan kementerian pertahanan dituntut untuk dapat segera merumuskan kebijakan umum pertahanan Negara guna mengoptimalkan, memberdayakan dan perencanaan strategis pengelolaan Sumber Daya Nasionalbaik Sumber Daya Manusianya maupun Sumber Daya Alam dan Buatan untuk kepentingan pertahanan Negara guna menghadapi ancaman non militer dengan bekerjasama dengan pimpinan kementeriandan instansi pemerintah lainya
C.KEAMANAN NASIONAL (NATIONAL SECURITY)DAN PERAN INTELIJEN
Dalam rangka mengimplementasikan Sistem Pertahanan Keamanan Rakyat Semesta sesuai amanah Pasal 30 UUD 1945 perlu dibangun sebuah sistem yang terintegrasi guna menghadapi ancaman non militer yang dapat membahayakan stabilitas keamanan nasional. Penanganan untuk menghadapi ancaman non militer yang masuk dalam kategori membahayakan Keamanan Nasional itu merupakan wujud dari implementasi Sistem Pertahanan Keamanan Rakyat Semesta, sehingga untuk tataran implementasi sangat dibutuhkan payung hukum berupa kebijakan untuk mengkoordinasikan, mensinergikan dalam rangka pembagian tugas, peran dan fungsi antar lembaga. Karena produk hukum ini merupakan implementasi dari Sishankamrata maka produk hukum yang akan dihasilkan harus dapat memayungi produk/regulasi yang telah ada yaitu : UU No.3 Th.2002 tentang Pertahanan Negara, UU No.34 Th.2004 tentang TNI, UU No.2 Th.2002 tentang Kepolisian, maupun undang-undang No.17 Tahun 2011 tentang Intelijen Negara, RUU Rahasia Negara dan RUU yang mengatur pembentukan Komponen Pendukung dan Komponen Cadangan Pertahanan Negara. Produk hukum yang dihasilkan tersebut apabila diibaratkan sebagai pohon perundang undangan, sebagai akar adalah pasal 30 UUD 1945 yang secara filosofis menjadi dasar/acuan didalam membuat kebijakan mengenai Sishankamrata, sebagai Batang Pohon adalah implementasi pasal 30 UUD 1945 yang selama ini belum ada payung hukumnya, oleh karena itu maka seyogyanya harus segera dibuat payung hukumnya agar secepatnya pemerintah dapat membangun sebuah system yang terstruktur dan terintegrasi guna menangani masalah pertahanan dan keamanan Negara, produk hukum tersebut bisa dinamakan Undang-undang Pertahanan dan Keamanan Nasional (UU Hankamnas) atau Undang undang Keamanan Nasional, akan tetapi lebih tepatnya dinamakan UU Pertahanan dan Keamanan Nasional dikarenakan keamanan dalam arti luas tidak hanya menyangkut keamanan individu dan keamanan publik semata, akan tetapi juga didalamnya menyangkut keamanan Negara (National Security) dikarenakan kebijakan pertahanan Negara sebagai bagian integral dari kebijakan keamanan negara (national security) maka segala macam permasalahan yang manyangkut keamanan Negara juga harus menjadi tanggung jawab bidang pertahanan Negara karena sumber ancaman tersebut bisa berasal dari ancaman militer maupun dari ancaman non militer
Didalam peran dan fungsi Intelijen yang merupakan bagian dari Keamanan Nasional dimana peran, tugas dan fungsi intelijen tersebut adalah mencari data dan informasi baik dengan cara melalui penyadapan maupun melalui operasi bawah tanah (Klandestin) untuk melakukan inflitrasi dan penetrasi guna mencari informasi untuk menangkal dan menghadapi ancaman militer maupun ancaman non militer yang bersumber dari dalam maupun luar negeri demi menjaga kedaulatan dan keamanan Negara baik di bidang ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan, maka sesuai peran, tugas dan fungsinya sebagai alat Negara yang sangat strategis tersebut hendaknya didalam menjalankan tugasnya, aparat intelijen harus diberi akses dan diberi kewenangan untuk melakukan penyadapan tanpa perlu ada ijin dari pengadilan dikarenakan aparat intelijen bukan aparat penegak hukum disamping itu juga harus mempunyai legalitas melakukan penangkapan dalam hal kedaruratan untuk mendapatkan informasi, akan tetapi secara teknis operasional dilapangan tetap harus berpegang teguh pada Hak Asasi Manusia. Akan tetapi sangat disayangkan diera reformasi sekarang ini ada pihak pihak disinyalir telah menjadi kaki tangan asing yang sangat gencar melakukan upaya upaya untuk melemahkan fungsi intelijen sebagai alat Negara dengan mencoba membatasi peran, tugas dan kewenanganya dalam mengamankan dan menjaga kadaulatan Negara. Mereka disinyalir sebagai kaki tangan asing yang selama ini beroperasi di Indonesia yang sebagian telah berhasil mencapai tujuannya dengan cara mempengaruhi pada saat dimulainya pembuatan regulasi regulasi (Undang-undang) mengenai ekonomi, politik, pertahanan dan keamanan menyebabkan produk hukum berupa undang undang yang dihasilkan sangat liberal dengan mengurangi peran Negara yang berdaulat dimana orientasi dan tujuannya supaya menguntungkan pihak asing dan kaum kapitalis sehingga tidak sesuai dengan nilai nilai yang terkandung dalam pancasila dan UUD 1945.
D.PENUTUP
Didalam merumuskan Rancangan Undang-undang Pertahanan Keamanan Nasional (Hankamnas) / (RUU) Keamanan Nasional tersebut dapat difungsikan sebagai payung hukum guna menghadapi ancaman non militer, yang tidak hanya menjadi tanggung jawab institusi kepolisian semata akan tetapi menjadi tanggung jawab bersama dengan melibatkan TNI, intelijen, semua kementerian dan Pemda. Didalam RUU Hankamnas / RUU kamnas tersebut selain sebagai payung hukum Pasal 30 UUD 1945 juga bisa menjadi produk hukum dari implementasi pasal 7 ayat(3) UU No3 Th 2002 yang belum ada regulasi/aturan mengenai tatacara, mekanisme, koordinasi mengenai sistem pertahanan Negara dalam menghadapi ancaman non militer dengan menempatkan lembaga pemerintah di luar bidang pertahanan sebagai unsur utama, sesuai dengan bentuk dan sifat ancaman yang dihadapi dengan didukung oleh unsur unsur lain kekuatan bangsa. Jadi rumusan RUU hankamnas / RUU kamnas tersebut adalah merupakan upaya untuk membangun dan mengimplementasikan Sistem Pertahanan Keamanan Rakyat Semesta (Sishankamrata) guna menghadapi ancaman militer maupun non militer yang bersumber baik dari dalam maupun luar negeri yang didalamnya termasuk pembagian tugas, peran dan fungsi koordinasi dari Kementerian Pertahanan, TNI, Kepolisian, Intelijen, dan pemerintah daerah.
Aparat intelijen sebagai alat Negara yang mempunyai peran sangat strategis diharapkan kedepan tidak hanya konsentrasi untuk menangani terorisme, akan tetapi peran dan tugas intelijen juga harus dapat menangkal dan menghadapi ancaman aktual yang dapat melemahkan sendi sendi kehidupan berbangsa dan bernegara dan membahayakan keamanan nasional (ancaman non militer) seperti pencucian uang, illegal logging, illegal mining, korupsi, narkoba, human trafficking,konflik horisontal maupun vertical dll. Tidak menutup kemungkinan kedepan lembaga Badan Intelijen Negara (BIN) sebagai lembaga Negara yang mempunyai fungsi sangat strategis harus diperkuat struktur kelembagaan, kewenangan maupun fungsinya misal harus mampu untuk menangkap koruptor-koruptor yang selama ini kabur ke Singapura dengan menjadikan tempat surga bagi para koruptor, karena secara aspek hukum belum mempunyai perjanjian ekstradisi jadi pihak aparat hukum di Indonesia sangat sulit untuk melakukan penangkapan, jadi peran BIN sangat diperlukan, dikarenakan BIN bukan aparat penegak hukum, dalam hal ini institusi BIN bisa banyak belajar dari pengalaman Mossad (agen rahasia Israel) dalam tugasnya banyak berhasil menangkap tokoh nazi yang kabur keluar negeri setelah masa perang dunia kedua berakhir, seperti keberhasilan penangkapan salah satu tokoh nazi Adolf Eichman yang kabur ke argentina pada tahun 60 an.
Karena kita sudah memasuki perang generasi ke lima, dimana menurut beberapa pakar militer dunia, ancaman lebih kearah perang teknologi maka didalam merumuskan system pertahanan Negara, Kementerian Pertahanan harus mulai menyiapkan secara dini dengan membangun kemampuan untuk bisa bertahan (Cyber Defence) dengan membangun sarana prasarana dan merekrut ahli-ahli dibidang Teknologi Informasi untuk menjadi kekuatan pertahanan Negara dalam rangka menghadapi perang dunia maya (Cyber War) .
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H