Pemilukada DKI merupakan pemilukada paling bergengsi di negeri ini. Setiap media masa nasioanal menjadikan berita tentang pemanasan menuju DKI 1 menjadi topik utama. Salah satu yang dijadikan pusat pemberitaan adalah Joko Widodo (Jokowi) yang merupakan orang nomor satu di Kota Surakarta (Solo). Jokowi yang merupakan salah satu kepala daerah berprestasi di republik ini ikut merasakan “urbanisasi” di kota besar bernama Jakarta. Seperti kebanyakan orang dari Jawa (Jateng, Jatim, DIY), Jakarta adalah sebuah magnet besar yang menarik jiwa dan raga mereka untuk mengadu nasib menyonsong kesuksesan, walaupun tidak jarang yang mengalami “nasib sial” di Jakarta. Tentunya Jokowi tidak mengingingkan menjadi korban dari kekejaman Ibu Kota, yang kata banyak orang lebih kejam dari Ibu Tiri.
Jokowi sebagai pribadi adalah orang yang teguh pendirian, terbukti dari kebijakan-kebijakan yang selama ini diterapkan di Solo. Lebih jauh lagi Jokowi adalah seorang kader dari partai besar yang kita kenal dengan sebutan “Moncong Putih” atau Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan. Duet Jokowi dan PDIP sudah sangat teruji di Solo, terbukti dua kali jabatan Walikota beliau menangkan. Pemilukada kedua, seorang dari Keraton Kasunanan Surakarta yang menjadi “korbanya”.
Pencalonan Jokowi sebagai DKI 1 tidaklah semulus jalan tol di Jakarta. Kerikil-kerikil tajam dan batu besar menghadangnya. Penolakan dari Gubernur DKI (Foke) yang mengatakan tidak rela posisinya digantikan orang dari daerah (luar Jakarta), adalah sebuah “warning” buat Jokowi bahwa Foke akan berjuan mati-matian mengalahkan Jokowi, atau dapat dikatakan Foke ketakutan mendengar ketenaran Jokowi. Taufik Keimas (TK) sebagai mantan Perdana Menteri PDIP pun, menolak kehadiran Jokowi di Jakarta. TK selaku penasehat PDIP menyatakan bahwa mencalonkan Foke adalah sebuah hal paling cerdas buat PDIP. Beruntung Jokowi adalah manusia yang berasal dari Kandang Banteng. Puan Maharani (PM) yang menjabat sebagai Perdana Menteri PDIP era sekarang merupakan tokoh paling getol menjagokan Jokowi sebagai DKI 1. Megawati selaku Presiden PDIP tentunya tidak mudah mengambil keputusan yang akirnya lebih sependapat dengan PM daripada TK.
Megawati sadar benar dengan Kandang Bantengnya. Kandang Banteng adalah daerah-daerah yang sangat terkenal sebagai basis pendukung PDIP. Pada tingkat provinsi kita dapat mengenalnya sebagai Jateng, Bali dan NTT. Tapi pada tingkat inti (core) kandang banteng berada di daerah Solo Raya (Eks Karesidenan Surakarta). Sebagian besar kepala daerah di Solo Raya adalah kader setia PDIP, termasuk Jokowi. Daerah ini pada pemilu 2009 disebut sebagai Dapil V Jawa Tengah, dimana Puan Maharani merupakan Anggota Legislatif dari dapil ini. Megawati saat itu sengaja menempatkan PM di dapil ini, karena bisa dipastikan di dapil ini PM akan memperoleh suara signifikan dan pasti mendapat jatah kursi DPR Ri.
Lobi dari kandang banteng merupakan sebuah hal yang menarik dari pemilukada DKI. PM sebagai putri mahkota PDIP mempunyai andil besar dalam pencalonan Jokowi. Ini tentunya dapat dikatakan sebuah “balas jasa” bagi Jokowi, dimana di pemilu legislatif 2009, orang-orang Jokowi (Kader PDIP Surakarta) membantu melapangkan jalan PM menuju gedung DPR. PDIP selaku partai ideologis dan peduli wong cilik, akhirnya benar-benar mendengar suara akar rumput. Akar Rumput (pemilih) dalam Pemilukada DKI adalah warga Jakarta yang jumlahnya jutaan jiwa. Semua orang tahu, penduduk Jakarta sebagian besar bukan orang asli (Betawi) tetapi urban-urban yang berasal dari luar Jakarta, dan orang dari Jawa adalah yang paling banyak sebagai penduduk Jakarta, meskipun sebagian besar merupakan masyarakat kelas menegah kebawah, jumlahnya tetap sangat membuat gentar kubu Foke dan Demokrat. Lebih diperinci lagi, orang Jawa yang ada di Jakarta sering menyebutkan kata “Solo” sebagai daerah asalnya, padahal itu bisa berarti Klaten, Boyolali, Sragen, Sukoharjo, Wonogiri, Karanganyar, dan tentunya Surakarta sendiri. Mereka seperti saya sebutkan tadi adalah Kandang Bnateng yang tentunya sangat loyal dengan PDIP, apalagi kali ini PDIP mengusung sosok seorang Jokowi yang tentunya adalah “MAS” buat semua penduduk Jakarta dari Jawa.
Dukungan buat Jokowi juga berasal dari Sekjen PDIP Tjahyo Kumolo. Semua orang tahu Tjahyo Kumolo adalah orang yang berasal dari Jawa Tengah (Kandang Banteng). Dukungan dari Tjahyo lebih berarti sebuah angin segar buat dirinya sendiri, karena ditenggarai Tjahyo akan mencalonkan diri sebagai Jateng 1 pada pemilukada Jateng yang akan datang. Jadi daripada beliau bersaing dengan Jokowi di dalam internal kandang banteng, mendingan mendorong Jokowi sebagai DKI 1. Sebuah dukungan yang cerdas dari Tjahyo Kumolo untuk Jokowi.
Prabowo Subianto sebagai penasehat Gerindra mempunyai andil yang besar buat kesuksesan Jokowi sebagai calon dari PDIP. Lobi Prabowo terhadap Megawati dikenal sangat baik, sehingga Prabowo yang merupakan orang luar PDIP mampu memberi masukan agar yakin terhadap Jokowi. Duet PDIP-Gerindra pada pemilukada DKI diyakini lebih berhasil daripada duet saat Pilpres 2009.Ini juga akan menjadi gambaran duet Pilpres 2014 antara PDIP dan Gerindra, antara Puan Maharani dengan Prabowo Subianto.
(Penulis bukan warga DKI Jakarta dan bukan simpatisan PDIP, bukan pula simpatisan partai lain, hanya bersimpati pada Jokowi dan sebenarnya lebih mengingginkan Jokowi tetap di Surakarta. Bukan pula pengamat politik, hanya sekedar melihat politik sebagai hiburan. Pernah memperoleh kuliah dasar-dasar ilmu politik dan tidak berminat menjadi politikus. Jadi ini hanya tulisan orang awam saja, atau silahkan mengatakan ini hanya Akar Rumput)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H