Tepat tanggal 10 Januari lalu terdapat satu buah peristiwa sejarah yang sebenarnya patut diperingati. Adalah Tritura atau Tri Tuntutan Rakyat yang tepat terjadi pada tanggal 10 Januari 1966. Sebenarnya Tritura sendiri baru benar-benar disampaikan pada tanggal 12 Januari 1966 (Nurani, 2016). Meski gaungnya tidak setenar peristiwa bersejarah lainnya, Tritura tetap perlu diketahui sebagai salah satu peristiwa bersejarah penting di Indonesia. Namun ada satu hal yang patut direnungkan oleh masyarakat Indonesia sendiri, yakni kejujuran dalam berpolitik.
Keberhasilan para pemuda dan pelajar pada tahun 1966 menyuarakan aspirasinya menjadi satu bukti bahwa masyarakat melihat dan mengawasi kinerja pemerintah dalam menjalankan pemerintahan. Pada waktu itu, Masyarakat Indonesia merasa pemerintah gagal dalam upayanya menyejahterakan rakyat. Adanya gangguan dari PKI serta tingginya harga barang pada saat itu, terutama harga Bahan Bakar Minyak (BBM) membuat masyarakat yang diwakili oleh pemuda yang tergabung dalam Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI) membuat tiga Tura atau tuntutan rakyat yang benar-benar direspons oleh pemerintah pada waktu itu.Â
Salah satu respon nyatanya adalah munculnya Surat Perintah Sebelas Maret atau Supersemar. Peristiwa senada juga terjadi pada era pemerintahan Bapak Soeharto dimana reformasi berhasil membuat suara dan aspirasi rakyat didengar oleh pemerintah.
Baca Juga: 10 Fakta  Mengenai Tommy Soeharto Dan Partai Berkarya
Kedua peristiwa sejarah di atas menunjukkan sebuah kejujuran dalam menjalankan kehidupan demokrasi di Indonesia dimana masyarakat menyuarakan aspirasi atas dasar kebenaran dan mencari pertanggungjawaban dari pemerintah. Begitupula pemerintah yang secara jujur mengakui kegagalannya dalam hal tersebut dan memberikan respon nyata atas keluhan dari rakyat sebagai pihak yang "mempekerjakan" para wakil rakyat tersebut.
Namun lambat laun, kejujuran dalam berpolitik semakin memudar. Tidak hanya dari pemerintah yang tak kunjung memberikan solusi nyata atas aspirasi rakyat. Serta mengumbar janji-janji palsu yang hanya valid selama masa kampanye dan invalid saat ia telah menjabat. Namun kini, masyarakat Indonesia sendiri agaknya juga mulai kehilangan sifat jujurnya dalam berpolitik.
Beberapa contoh ketidakjujuran masyarakat dalam berpolitik:
- Aksi demo bayaran
- Menerima money politic
- Membuat dan menyebarkan hoax
- Tidak menjalankan kebijakan negara sebagaimana mestinya
- Tidak melaporkan bahkan malah mendukung praktik KKN dalam masyarakat
- Menggunakan politik identitas sebagai kedok untuk mencapai tujuan pribadi
Baca Juga:Â Linda Afriani, S.E., Dipinamg 5 Partai Politik, Mana Yang Dipilih?Â
Aksi demo bayaran atau pesanan kerap marak di kalangan mahasiswa. Hal ini pernah diakui DD, mahasiswa asal Bengkulu yang menyebut bahwa dirinya pernah diminta untuk melakukan demo yang bertujuan menekan lawan politik seorang politisi dengan upah sebesar Rp.50.000,- dan sebungkus nasi (Kompas, 18/12/13).
Contoh lain misalnya para pengembang atau developer yang menipu konsumennya dengan membawa lari uang para konsumen padahal bangunan belum dibuat atau belum rampung digarap. Kebanyakan kasus seperti ini terjadi pada konsumen yang ingin memanfaatkan program rumah murah dari pemerintah. Entah apakah ada niatan tertentu atau memang murni motif menipu, tapi tetap saja apa yang dilakukan membawa citra buruk bagi salah satu program pemerintah ini, yang berimbas pada makin jatuhnya citra pemerintah di mata masyarakat.
Memang banyak yang berpendapat bahwa saat ini Iklim di masyarakat tidak kondusif untuk memelihara kejujuran. Ketua PP Muhammadiyyah, Haedar nashir bahkan menilai bahwa kondisi sekarang malah memberi iklim yang lebih terbuka bagi orang-orang yang tidak jujur. Faktor kekuasaan dan kekayaan dinilai menjadi faktor utama berkembangnya iklim ketidakjujuran di masyarakat. Termasuk dalam urusan berpolitik.